Chap 16

17 3 12
                                    

🦋
🦋
🦋
🦋

Asha tertidur dengan lelap karena terlalu lelah menangis, pagi hari pun tiba. Ia terbangun dari tidurnya, namun ia tidak merasa semangat untuk melakukan apapun. Namun akhirnya, Asha tetap memilih untuk kuliah karena ia tidak mau meninggalkan mata kuliahnya.

Selesai bersiap siap untuk kuliah, Asha segera turun ke bawah untuk sarapan. Melihat itu, Runa langsung menegur putrinya karena khawatir.

"Adek gamau istirahat dulu, nanti kalo kamu sakit lagi gimana" Asha hanya menggeleng pelan dan langsung memakan sarapannya. Sementara itu, Jinan hanya pasrah melihat sikap adiknya. Karena ia tau mau dilarang pun ia tidak akan nurut dan ia sedang berpura pura bahagia.

Asha dan Jinan sampai di gedung fakultas, namun Asha tidak berani untuk melangkah. Jinan pun segera memegang tangan adiknya ketika melihat Asha terlihat gugup. Asha pun mengangguk dan langsung pergi meninggalkan Jinan. Asha berjalan di koridor dengan kepala menunduk, ternyata rumor bahwa Mona meninggal karenanya menyebar di gedung fakultasnya. Ia berusaha untuk tetap kuat dan berjalan ke arah kelasnya, namun tiba tiba saja ada mahasiswa yang meneriakinya pembunuh dan melemparinya dengan kertas.

Mendengar itu tubuh Asha terdiam kaku, badannya bergetar ketakutan. Mahasiswa dan mahasiswi lain pun ikut menyoraki dan melemparinya kertas karena merasa bahwa seharusnya ia tidak ada disini. Asha berusaha untuk menutup kupingnya agar tidak terus mendengar caci maki dari mahasiswa fakultasnya.

Disisi lain, Harvy menatap Asha dari kejauhan dengan tatapan santai. Ia bisa melihat bagaimana gadis itu ketakutan dan tidak bisa berbuat apa apa. Namun baginya itu tidak sebanding dengan apa yang gadisnya lakukan untuk dia. Asha terus berteriak bahwa ia bukan pembunuh dan memegang kupingnya agar meredam suara tersebut.

Tiba tiba saja Althar datang dan langsung memeluknya, tindakan Althar tersebut mengundang sorakan dari para mahasiswa karena merasa kecewa dengan sikap Althar yang membela pembunuh.

"Ngapain lo bela pembunuh kayak dia" ucap mahasiswa tersebut melihat Althar.

"Lo jaga ya omongan lo! Asha bukan pembunuh" Althar menunjuk mahasiswa itu marah, sementara itu Asha masih memeluk Althar erat karena ketakutan. Melihat kondisi Asha membuat Althar segera membawa ia pergi dari keramaian.

Althar memutuskan membawa Asha ke rooftop agar agar tidak ada yang menganggu mereka. Sesampainya di rooftop, Althar menurunkan Asha dari gendongannya dan menaruhnya di kursi. Asha masih saja menggumamkan nama Mona dan mengucap bahwa ia bukan pembunuh.

"Sha ini gue Althar lo tenang ya" Althar berjongkok dihadapan Asha sembari memegang pipinya.

"A-al itu bohongkan Mona belum meninggal kan" Asha menggeleng pelan dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.

"Sha lo harus sadar kalo Mona udah gaada dia udah tenang Sha"

"Ngga! Lo bohong Al, Mona gamungkin tinggalin gue" Asha menatap Althar marah dan memukul badannya, namun Althar langsung memeluk dan menenangkan Asha. Ia menangis di pelukan Althar sambil terus memukul badan Althar pelan.

Althar terus membisikkan kata penenang agar Asha tidak terus terpuruk mengingat kejadian Mona. Ia sedih melihat Asha begitu hancur kehilangan sahabatnya, namun ia juga tidak siap jika harus kehilangan lagi. Perlahan pukulan pada Althar mulai berhenti, Althar pun melihat Asha menutup matanya. Ia panik dan berusaha untuk membangunkan Asha namun sia sia, akhirnya Althar segera menggendong Asha dan membawanya ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Asha langsung di periksa oleh dokter. Sembari menunggu kabar dari dokter, Althar segera menghubungi Jinan agar ke rumah sakit. Tudak lama kemudian, dokter keluar dari ruangan bersamaan dengan Jinan yang baru sampai di rumah sakit.

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang