🦋
🦋
🦋
🦋Asha terus menarik rambutnya dan menangis, ia merasa bodoh karena menganggap bahwa ia salah satu manusia beruntung yang memiliki keluarga dan orang yang cinta dengannya. Nyatanya semesta hanya bermain main dengannya, ia bukanlah bagian dari manusia beruntung tersebut.
Bayangan suara tentang orang tuanya dan Harvy terus berputar di kepala Asha, ia menutup telinganya dan menggeleng kencang. Ia berusaha untuk mengusir suara yang ada di kepalanya, ia memukul kepalanya sebagai pelampiasan berharap suara itu bisa pergi. Asha pun mengambil obat penenang yang ada di laci kamarnya dan meminumnya, ia menatap lurus ke arah kamarnya setelah meminum obat yang ia minum diam diam ketika ia memimpikan Mona beberapa bulan ini.
Gelapnya malam telah berganti, Asha menuruni tangga rumahnya perlahan. Ia melihat keluarganya yang sedang sarapan seperti biasa, namun ia hanya diam di tangga. Jinan yang melihat adeknya pun tersenyum.
"Pagi adek" ucap Jinan, Asha hanya tersenyum tipis dan menghampiri Runa dan Juna untuk berpamitan.
"Kamu ga sarapan dek? Itu matanya kok sembap?" Runa mengusap mata Asha pelan.
"Ngga, Asha berangkat dulu" Asha menggeleng pelan dan pergi meninggalkan keluarganya, Jinan yang melihat itu langsung pamit dengan orang tuanya dan mengejar Asha.
Jinan menahan tangan Asha yang sedang berjalan di halte, Asha pun membalikkan badan dan langsung menarik tangannya.
"Kamu kenapa sih?" tanya Jinan.
"Gausah deket deket Asha ka" Asha membuang mukanya enggan untuk menatap Jinan.
"Kenapa kaka harus jauh jauh dari kamu" ucap Jinan dan memegang pipi Asha.
"Asha udah tau semuanya kalo ternyata Asha bukan anak mama papa kan" Asha berucap pelan dan menatap Jinan dengan air mata yang perlahan mengalir di pipinya.
"Mau kamu bukan anak mama papa sekalipun buat kaka Ji kamu tetep adek kaka" Jinan menarik Asha ke dalam pelukannya.
"Lepasin Asha ka! Asha gamau ada media yang ngeliat kita!" Asha berontak di pelukan Jinan namun Jinan tetap memeluknya erat membiarkan adiknya itu menangis di pelukannya. Ia merasakan badan adiknya bergetar dan mencengkram jaketnya kencang.
"Adek kira adek manusia paling bahagia karena punya keluarga kayak kalian tapi ternyata bohong" Asha terisak di pelukannya Jinan.
"Sssttt adek tetep anak mama papa sampe kapanpun" bisik Jinan dan mengelus rambut Asha.
"Adek cuma orang asing yang ada di antara kalian ka" ucap Asha dan menatap Jinan.
"Hey, mau kita ada hubungan darah atau ngga kamu tetep adek buat kaka Sha" Jinan mengelus pipi Asha.
"Maaf ka" Asha bergumam pelan.
"Jangan minta maaf, kita ke kampus yaa" Jinan mengusap air mata Asha dan menggenggam tangannya. Sesampainya di kampus, Jinan mengantar Asha sampai kelasnya lalu setelah itu ia pergi ke gedung fakultasnya. Tanpa Asha sadari, Harvy menatapnya dari kejauhan.
Asha memasuki kelasnya perlahan, ia kembali duduk di kursi samping Althar. Namun ia merasa bingung karena belum melihat kehadiran Althar. Tiba tiba, Harvy datang dan duduk disampingnya. Asha yang melihat itu pun segera menjauh, namun tiba tiba Harvy menarik tangannya dan menariknya mendekat dan Asha pun langsung menatap mata Harvy dengan posisi yang cukup dekat.
"Mau lo tuh apasih?!" ucap Asha dengan nada marah.
"Kamu kenapa berubah kayak gini? Jelasin ke aku salahnya aku ada dimana?" Harvy menatapnya dengan perasaan sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt
Non-FictionAsha Shirenna gadis dengan keluarga dan sahabat yang sempurna, namun siapa sangka jika semuanya bisa berubah hanya karna sebuah masalah yang datang menghampirinya. Mengetahui fakta yang seharusnya tidak ia ketahui dan mendapat cacian seorang pembunuh