Chapter 18 (Teetee)

1.2K 129 17
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



.
.

Net memasuki rumahnya, dan melihat anak laki-laki remaja yang sedang makan malam sendirian, sorot mata anak itu menyorotkan kesedihan dan kesepian yang teramat sangat

"tumben papa pulang cepat" ucap anak itu tanpa melihat ayahnya namun ia menyadari bahwa ayahnya itu sedari tadi terdiam menatapnya

"ini rumah kita, tentu saja papa harus pulang kesini" jawab Net menatap putranya yang kini menoleh melihatnya

"rumah? Papa masih ingat punya rumah dan punya anak juga?" tanyanya seolah mengejek

"apa maksudmu, semenjak kau tumbuh sebesar ini, kau malah semakin rewel saja seperti anak kecil, bukannya sudah dari dulu kau tau papa selalu sibuk? Kau sudah terbiasa soal itu bukan?"

"ya aku sudah terbiasa soal itu, namun aku tak akan pernah terbiasa melihat papa belum bisa melupakan ibu temanku dan lebih peduli anaknya dari pada anak papa sendiri" ucapnya membuat Net terdiam, biasanya anaknya itu pendiam dan tak pernah protes apapun namun kali ini anak itu seolah mengeluarkan semua kekecewaannya

"dulu aku membenci mama yang meninggalkan kita tanpa sebuah kejelasan padaku disaat aku masih sangat kecil dan masih sangat membutuhkannya, namun sekarang aku mengerti bagaimana rasa sakit mama saat itu. Bagaimana dia selalu menangis sendirian, bagaimana dia harus berpura-pura bahagia didepanku dan didepan semua orang walau ia tau bahwa ia menikah dengan pria yang tidak pernah mencintainya dan lebih mencintai masa lalunya..."

"Thomas! Kau sudah berlebihan! Kau tidak tau apapun! Itu hanya asumsimu sendiri!" Net memotong ucapan anaknya, Thomas melepas sendok dan garpu ditangannya saat menyadari ayahnya membentaknya dengan keras, selera makannya sudah hilang. Ia berdiri dari duduknya dan pergi begitu saja dari sana. Net menghela nafas, kepalanya mendadak pusing, mengurus anak remaja sendirian tidaklah mudah.

.
.

Teetee duduk ditaman kota malam ini sendirian, ia melihat handphonenya dengan sedih, malam ini teman-temannya mengadakan pesta kecil-kecilan dan tidak ada satu orangpun dari mereka yang memberitaunya, ia merasa seperti ditinggalkan teman-teman akrabnya sekarang. Semua seolah menjahuinya, Kongjiro dan Namping tidak menghubunginya lagi, Gems tidak memberitaunya apa-apa, Thomas selalu menatapnya benci, Tle dan Keng yang seolah tidak peduli padanya, bahkan Latte yang dulu selalu berada disisinya kini seolah hilang, itu wajar saja bagi Tee karena Latte pasti menjaga hati kekasih barunya, tapi yang lain? Ia bahkan tak tau apa salahnya.

"kau ditinggalkan teman-temanmu?" suara dibelakangnya membuat Tee refleks menoleh menemukan pria dewasa berdiri dibelakangnya, Tee terkejut melihat Tutor namun ia kembali berbalik seolah-olah tak peduli padanya. Tutor memutuskan duduk disebelah Tee

"kenapa kau bisa ada disini? Kau membututiku?" tanya Tee

"aku selalu ada disekitarmu, kau saja yang tidak pernah menyadarinya" jawab Tutor membuat Tee melihatnya dengan pandangan aneh, bagaimana tidak? Biasanya Tutor berpakaian formal dengan kemeja dan jas mahal, sekarang dia berpakaian santai dengan baju kaos hitam dan celana jensnya

"apa? Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"ku kira pakaianmu hanya dengan jas mahal" ejek Tee

"kenapa anak-anak jaman sekarang, suka sekali mengejek orang yang lebih tua. Tentu saja aku bisa berpakaian sesantai ini bila tidak bekerja"

"pergilah, jangan mengangguku sekarang. Aku ingin sendirian" usir Tee membuat Tutor menghela nafas berat

"awalnya aku berpikir akan membujuk ibumu lebih dulu, tapi sepertinya yang membutuhkan kejelasan adalah dirimu terlebih dulu"

"aku tidak mau mendengar apapun"

"oo'hoo kau persis duplikat Yim, marah setiap detik" goda Tutor pada anaknya itu

"ngomong-ngomong apa mamamu pernah bercerita tentangku? Misalnya dia bilang bahwa papamu ini tampan?" tanya Tutor, narsis sendiri, sebenarnya ia hanya ingin mencairkan suasana hati anak itu yang sedang bersedih

"tidak pernah, ketika aku bertanya dia akan menjawab bahwa kau sudah mati"

"Sial" umpat Tutor dengan refleks

"tapi apa yang mama bilang itu benar, dari yang aku dengar saat aku dirumah sakit waktu itu, bukankah kau sendiri yang meminta bahwa mamaku mengatakan bahwa aku tidak punya ayah? Dan sekarang aku bingung kau tiba-tiba muncul seperti ini membujuk kami"

"karena itu akan kujelaskan padamu, sekarang kau sudah cukup besar untuk mengertikan?" tanya Tutor dan Tee mengangguk

"ya aku sudah sangat mengerti, mengapa kau membujuk kami. Karena kau sudah menyadari bahwa Fristone bukan anak kandungmu? Istrimu membohongimu, keluarga barumu hancur berentakan dan karena itu kau ingin kembali pada kami? Andaikan kecelakaan waktu itu tidak terjadi dan kau tidak mengetahui kenyataannya, mungkin kau masih akan mengabaikan kami, iya kan?" tanya Tee membuat Tutor terdiam sesaat, bukan karena asumsi anak itu benar, tentu saja itu salah. Namun ia tak menyangka Tee berpikir sejauh itu

"pemikiran apa itu? tidak seperti itu, aku bukan orang seperti itu, walau wajahku sedatar ini"

"itu kenyataanya"

"bagaimana aku harus menjelaskannya semua masalah ini padamu" bingung Tutor namun ia mencoba mencari kalimat yang akan mudah anak itu pahami

"aku tidak pernah menjelaskan ini pada mamamu, tapi akan kujelaskan padamu, ini akan sangat panjang jadi cobalah mengerti"

"awalnya aku tidak benar-benar ingin meninggalkan kalian, aku juga sedih, aku juga hilang tujuan. Tapi saat itu aku tidak punya pilihan lain, papamu yang saat itu penakut harus mengalah demi ibumu, demi dirimu. Apapun akan kulakukan untuk kalian, dan aku tidak pernah mengira hal itu akan menjadi luka terberat dalam hidup ibumu, aku pikir dengan membuatnya membenciku, dia bisa hidup dengan baik, tapi malah aku yang tidak bisa hidup dengan baik, aku sama sekali tidak bisa"

.
.

Tbc

Berikan vote :')

Berikan vote :')

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dad, Do You Hate Me? (TutorYim) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang