Hari-hari telah berlalu, Al sudah pulang kembali ke Indonesia, dan Syifa ia sudah mulai masuk ke kampus sejak kemarin. Hari-harinya sudah kembali seperti semula, tetapi suasana hati Syifa tidak sama seperti biasa. Bukan karena kasus kemarin, sebab ia sudah memikirkan apa yang telah dilakukan sahabatnya kepadanya. Mungkin bisa dikatakan bahwa Syifa sudah mengikhlaskan kejadian tersebut atau masalah tersebut.Meskipun Syifa dikenali oleh banyak orang dan banyak dari mereka yang ingin berteman dengannya, Syifa belum bisa nerima orang baru untuk menjadi teman dekatnya, mungkin jika saling sapa dan ada yang menanyakan tugas padanya, Syifa akan me-respons nya dengan baik. Hanya saja, ia masih trauma.
Mungkin untuk sebagian orang itu lebay. Tetapi berbeda untuk Syifa, Syifa yang awalnya memang sudah memiliki trauma sebab kejadian yang dulu pernah ia alami, bisa dikatakan mental Syifa sudah rusak sejak lama.
Yang mengetahui trauma Syifa hanya Al, Al juga baru mengetahui hal tersebut saat masalah Syifa yang kemarin, dan hanya Al yang membuatnya menjadi tenang lagi. Sebab dari itu, Syifa tidak mau sampai kehilangan Al dari hidupnya, kecuali maut yang memisahkan mereka.
Ah, mungkin ada satu orang lagi yang mengetahui trauma yang dialami oleh Syifa. Bahkan orang tersebut sudah mengetahuinya sejak dulu.
Syifa sekarang sedang berada di taman belakang kampus, ia sedang termenung memikirkan masalah dirinya dengan Al. Entah sudah berapa lama ia melamun dan memainkan jari-jarinya, mungkin jika tidak dihentikan oleh seseorang, bisa-bisa tangan Syifa terluka parah.
"Kalau ada masalah tuh cerita, jangan dilampiasin ke diri sendiri" ucap lembut seseorang. "Ck, liat, jari lo sampe berdarah gini, gak sakit apa?!"
Syifa menggeleng, "sakit, Bin, tapi bukan jarinya" adu Syifa, sebari memegang dadanya, "hati gue yang sakit."
"Kenapa? Suami lo, nyakitin, lo?" tanya orang tersebut dengan sedikit menaikkan intonasi suaranya. Syifa hanya menggeleng, tidak mengatakan apapun untuk menjawabnya.
Orang tersebut menghembuskan napas panjang, "𝘴𝘰𝘳𝘳𝘺, gue udah lancang nanya itu. Ngga usah dijawab pertanyaan gue tadi, kalau misalnya emang lo mau cerita ke gue, gue bakalan ada kapanpun untuk jadi tempat cerita lo, kalau misalnya ngga mau juga ga papa, gue paham karena ngga semua masalah harus diceritain ke orang lain"
"Lo bukan orang lain, kita udah kenal dari SMP, tapi gue nya aja yang ngga bisa langsung cerita ke orang"
"Karena lo belum terbiasa"
𝘙𝘪𝘯, 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘫𝘶𝘫𝘶𝘳, 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘨𝘶𝘦 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘭𝘪𝘢𝘵 𝘭𝘰 𝘴𝘦𝘥𝘪𝘩 𝘬𝘢𝘺𝘢 𝘨𝘪𝘯𝘪. 𝘎𝘶𝘦 𝘨𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘰 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱𝘪 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪-𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘭𝘰 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘯𝘨𝘦-𝘭𝘢𝘮𝘱𝘪𝘢𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦 𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘭𝘰 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪. 𝘎𝘶𝘦 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘪𝘯𝘪 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪 𝘭𝘰, 𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵𝘪𝘯 𝘭𝘰.
𝘚𝘦𝘮𝘪𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘭𝘶, 𝘭𝘰 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘪𝘭𝘪𝘩𝘢𝘯 𝘭𝘰 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪, 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘨𝘶𝘦 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘬𝘪𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘭𝘰 𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘣𝘢𝘬𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵𝘪𝘯 𝘴𝘢 𝘤𝘰𝘸𝘰 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵.
Tetapi, dibalik interaksi Syifa dan orang tersebut, ada Hanbin yang memerhatikan keduanya dari jarak cukup jauh tetapi masih bisa terlihat jelas.
"Lo, kenapa, Rin? Ngga biasanya lo kaya gini, apa gara-gara hari itu? Maafin gue"
SELESAI
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal to be with him [END]
Teen FictionAssyifa Rahma adalah seorang gadis perempuan yang ceria. Mungkin, ia bisa dibilang adalah gadis perempuan yang sangat beruntung karena selain cantik, ia juga adalah gadis yang cerdas. Meskipun begitu, ia selalu berpikir bahwa ialah hanya gadis bias...