ketahuan

25 17 0
                                    

Sesampainya di bandara Korea syifa dan Al melangsungkan untuk ke apartemen. Mereka berdua akan tinggal di apartemen, sebenarnya syifa selama ini lebih sering di apartemen daripada di rumah. Ia jarang pulang, karena percuma baginya untuk pulang, goh di sana juga tetap sendiri jadi sama-sama sendiri, dan Syifa lebih nyaman tinggal di apartemen.

Syifa menghempas tubuhnya ke kasur miliknya yang sangat empuk itu saat baru saja tiba di dalam kamarnya. Ia lupa kalau sedari tadi ada yang bersamanya bahkan sekarang orang tersebut memperhatikan setiap pergerakan yang Syifa lakukan.

Al menggeleng kan Kepala nya ia menghampiri Syifa yang sedang merebahkan tubuhnya di kasur, "kalau mau tidur mandi dulu biar tidurnya nyenyak" ucap Al.

Syifa membelalak kan matanya ia tersadar kalau ia sudah menikah beberapa hari lalu. Ia langsung bangkit dari tidur nya ia duduk lalu menoleh kearah Al yang sedang menatap nya. Tanpa mengatakan satu katapun Syifa berlari ke kamar mandi.

"Jangan lari-lari! Takut jatuh" Peringat Al, tetapi tidak didengar oleh Syifa.

Syifa segera membersihkan tubuhnya agar cepat-cepat menyelesaikannya karena ia ingin segera tidur. Ia sangat lelah setelah melakukan perjalanan yang sangat panjang. Saat hendak mengambil handuk ia baru menyadari kalau ia tidak membawa handuk saat tadi masuk kedalam kamar mandi.

"Loh kok gak ada handuknya. Jangan bilang kalau gue nggak bawa handuk ke kamar mandi" Cicitnya pelan. "Iiiiih gimana dong, masa gue minta tolong gus eh Mas Al, ya kali anjir. Tapi gak ada pilihan lain selain gue minta tolong ke Mas Al" Ia menyerah karena tidak ada pilihan lain selain meminta tolong kepada suaminya.

Ia membuka pintu kamar mandinya kecil, mengintip keberadaan suaminya "M-mas Al", Panggilnya gugup.

Al yang sedang memainkan handphone nya lantas menoleh mendapati Syifa yang mengintip di balik pintu kamar mandi yang terbuka sedikit, " Kenapa" tanyanya.

"Emm.... Syifa boleh minta tolong enggak, Mas?"

"Boleh, masa istri sendiri ndak boleh minta tolong. Mau minta tolong apa emangnya" tanyanya balik dengan intonasi nada lembut dan menghampiri Syifa.

"M-maaf Mas tolong ambilin handuk punya syifa, di lemari handuknya."

Al lantas balik badan dan berjalan ke lemari, ia mengambil barang yang di ucapkan oleh istrinya tadi. Ia berjalan mendekati pintu kamar mandi—mengasih kan handuk tersebut, "ada yang lain ndak, biar sekalian mas ambilkan"

Syifa menggeleng lalu menutup pintu kamar mandi setelah mengambil handuk tersebut. Al menarik kedua ujung bibirnya ia gemas dengan tingkah istrinya yang seperti anak kecil.

                                           •••••••••••••••••••••

Malam harinya, Syifa sedang mengerjakan beberapa tugas yang diberikan oleh dosen beberapa hari lalu karena ia belum sempat mengerjakannya dan sekarang baru sempat mengerjakan. Sementara Al, ia sedang membaca buku sambil menemani Syifa. Sesekali Al memerhatikan Syifa yang tengah fokus dengan tugasnya, dan tanpa sepengetahuan Syifa, Al memotretnya diam-diam. Al memerhatikan hasil potretnya, ia tersenyum sendiri, entah mengapa jika ia menatap Syifa bawaannya ingin selalu tersenyum.

Syifa merasa lapar, lantas ia menatap Al tetapi ia malah mendapati Al yang sedang menatap handphone nya sambil tersenyum dan entah mengapa Syifa cemburu melihat Al yang tersenyum sambil melihat handphone nya ia cemburu—Syifa berpikir, takut kalau Al senyum-senyum sendiri gara-gara melihat perempuan lain.

'Nggak, nggak, nggak mungkin Mas Al kaya gitu. Gue harus positif thinking dulu jangan main tebak aja' monolognya, menghempas pikiran negatifnya agar tidak semakin jauh.

"Mas"

Al mengalihkan tatapannya, ia terkejut karena Syifa sedang menatap dirinya. "I-iya, kenapa" tanyanya lalu mendekati Syifa.

"Mas lihat apa di handphonenya, sampai senyum-senyum gitu"

"Endak, bukan apa-apa. Kamu kenapa manggil Mas" tanya Al mengalihkan pertanyaan Syifa tadi, sebisa mungkin Al bersikap biasa saja tetapi sebenarnya ia sedang menahan malu mati-matian karena ketahuan oleh Syifa bahwa dirinya tadi senyum-senyum tidak jelas, dan Al tidak mau memberi tahu kepada Syifa apa yang membuatnya seperti itu.

"Em... Syifa laper"

"Makan dulu aja, tugasnya nanti lagi. Mau makan apa hmm? Biar Mas buatkan"

"Em...." Syifa menempelkan jari telunjuknya di dagu. "Nasi goreng aja, nggak papa?"

Al mengangguk, "ndak papa, yaudah Mas masakin dulu, ya!" Al segera turun dari ranjang dan melangkahkan kakinya keluar kamar.

Di dapur, Al sedang menyiapkan bahan masakan tetapi tidak lama kemudian ia terdiam. Ternyata bahannya tidak lengkap, ada beberapa bahan yang tidak ada, mungkin Syifa belum belanja bulanan pikir Al. Dan, tidak lama kemudian Al mendapati Syifa berada di belakangnya.

"Mas, bahannya kosong, ya? Soalnya aku belum belanja bulanan"

Al mengangguk, "iya. Gimana, mau pesan aja atau beli dulu bahannya"

"Beli dulu aja, yuk. Sekalian aku mau beli cemilan, nggak papa kan, Mas?"

"Iya, boleh, yuk!" Al melangkahkan kakinya segera tanpa pikir panjang.

"Mas, bentar. Aku mau siap-siap dulu, bentar" tanpa menunggu jawaban dari Al, Syifa langsung kembali ke kamarnya.

Al lagi-lagi tersenyum saat melihat tingkah Syifa yang menurutnya itu lucu, 'bisa ndak si kamu jangan lucu-lucu, ndak kuat saya tiap hari liat kelucuan kamu'

Tidak sampai sepuluh menit, Syifa sudah kembali lagi. "Ayo" ucapnya dengan tersenyum manis dan itu membuat Al menahan diri agar tidak memakan istrinya.

"Ayo, Mas ihh, kok malah diam"

"Iya, ayo" Al menggenggam lengan Syifa. Syifa yang diperlakukan seperti itu kaget, tetapi ia tidak bisa melepaskannya karena sudah pasti Al akan menolaknya.

Eternal to be with him [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang