Sebuah Fakta

227 17 1
                                    

Otaknya begitu penuh dengan pertanyaan yang ia ingin keluarkan dari mulutnya. Jovaniel begitu heran dengan perubahan sikap Haidar secara tiba-tiba yang seolah seperti orang asing saat mereka tak sengaja bertatap muka.

Sudah lebih dari seminggu ia tak mengobrol dengan Haidar, bahkan rasanya sedikit aneh sebab biasanya tidak ada angin tidak ada hujan Haidar akan muncul di hadapannya.

Pesan yang Jovaniel kirim pun tak pernah Haidar balas, dia tak begitu paham dengan apa yang terjadi. Bahkan, Jovaniel tak tahu bahwa Haidar menghindarinya sebab Haidar mengetahui jika Satya telah menjadikan Jovaniel sebagai pacarnya.

Kepala Jovaniel masih penuh dengan pertanyaan, ia jadi memikirkan seniornya yang tiba-tiba saja seperti tak ingin lagi bertemu dengannya.

Apa yang sebenarnya ia lakukan? Ia tak begitu akrab dengan Jayden, ia agak kebingungan untuk mencari bantuan agar membantunya keluar dari masalah seperti ini. Jovaniel tak mungkin meminta bantuan pada Satya, terakhir kali ia lihat keduanya tak begitu baik.

[Meng kecil😼]

|Kak, ada waktu ga?

Ada sih, emang kenapa?|

|Keluar yuk, gue juga ngajak Sean kok

Ayo, nanti gue nyusul dah|

|Sip, hati2 ya kak


Jovaniel menghela napasnya, ia hanya berharap jika Haidar membalas pesannya meskipun hanya beberapa kata singkat yang ia kirim, setidaknya itu membuat Jovaniel sedikit lega.

Hari sudah beranjak sore. Jovaniel akhirnya tiba di tempat ia akan bertemu dengan kedua sahabatnya, ia harus tetap terlihat tenang meskipun isi kepalanya tak kunjung berhenti memikirkan sang Senior yang sedikit aneh.

"Loh, kalian udah pada mesen aja." Jovaniel langsung duduk, menatap kedua sahabatnya itu yang sedang menyantap makanan mereka.

"Lo sih datengnya lama. Gue sama Jarrel juga manusia kali, ya meskipun Jarrel sih yang laper duluan, tapi gue juga bisa laper."

"Alesan lo, bilang aja lo juga gak tahan kan?" Jarrel menatap intens mata Sean, ia tak terima sebab sebenarnya Sean lah yang meminta untuk memesan makanan terlebih dahulu.

Melihat mereka saling mengomel, Jovaniel bersandar pada kursi besi itu, ia memejamkan matanya untuk menenangkan pikirannya.

"Lo kenapa?" Jarrel menjadi penasaran dengan sikap Jovaniel yang justru memilih untuk bersandar daripada memesan makanan untuknya.

"I'm fine, Jarrel."

"Kak Haidar ya?" Mendengar nama seniornya, Jovaniel langsung menegakkan tubuhnya, ia menatap Sean dan mengangguk.

"Kenapa mikirin dia kalo lo udah punya kak Satya?" Sean sedikit kesakitan saat Jarrel secara tiba-tiba mencubit lengannya.

"Why?" Tanya Jarrel

"Kak Hesa kayak ngehindarin gue. Even pas gue gak sengaja eye contact tuh dia gak bales senyum." Kedua sahabatnya mengangguk mengerti, sepertinya mereka paham dengan masalah yang Jovaniel pikirkan saat ini.

Sebelum mereka bertukar cerita, Jarrel menyuruh Jovaniel untuk memesan makanan dan minuman untuknya. Ia tak tega jika sahabatnya kelaparan saat mereka akan bertukar cerita nanti.

15 menit telah berlalu, Jovaniel hanya memesan minuman dingin dan kentang goreng untuk mengisi perutnya. Ia sedang tak berselera untuk memakan makanan yang berat.

You're Mine, JovanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang