Mata Yang Terbakar

186 13 6
                                    

Setelah berpikir panjang, ia bergegas untuk pergi ke rumah Haidar. Entah apa yang Jovaniel pikirkan sekarang, ia hanya bisa berharap Haidar ingin mendengarkan penjelasannya. Meskipun itu akan menjadi sebuah ketakutan baginya, ia tak ingin Haidar marah karena sikapnya.

Tak peduli dengan apa yang akan terjadi, dengan pikiran dan perasaan yang campur aduk, Jovaniel berusaha untuk pergi ke rumah Haidar meskipun jalan raya kini penuh dengan kendaraan.

45 menit telah berlalu, Jovaniel kini telah berada di depan pintu gerbang rumah Haidar. Beberapa menit ia hanya terdiam tanpa menekan tombol bel rumah Haidar, ia sedikit ragu sebab ketakutannya masih menghantui pikirannya.

Hembusan napas sudah Jovaniel lakukan beberapa kali hingga akhirnya ia melihat seorang perempuan paruh baya yang baru saja keluar dari pintunya. Ia tersenyum ketika perempuan itu melihat kehadirannya, Jovaniel hanya berdiam diri hingga ibundanya Haidar berjalan menghampirinya.

"Maaf, nak Jovaniel?" ibundanya Haidar tersenyum hingga tertawa kecil ketika melihat wajah Jovaniel yang kebingungan sebab ia tak mengira jika ibundanya Haidar mengenalinya.

Keramahan yang ibundanya Haidar berikan cukup membuat hatinya tersentuh hingga ia tak henti untuk tersenyum ketika ia dipersilahkan masuk olehnya. Namun, ketakutan pada dirinya masih ada sebab yang akan ia hadapi adalah Haidar.

"Jovan, kamu pasti nyari Haidar, kan? Kebetulan banget temen-temennya lagi pada mampir."

"Temen?" tanya Jovaniel bingung

"Iya, anak fakultas, seharusnya kamu kenal mereka. Oh iya Jovan, kamu udah makan?" Jovaniel menghentikan langkahnya, menatap sang perempuan paruh baya itu.

"Udah kok, tante. Tante sendiri gimana?" anggukan kepala ibundanya Haidar membuat senyum Jovaniel melebar, entah mengapa rasanya begitu hangat ketika ia bisa mengobrol dengannya.

Jovaniel membulatkan matanya ketika ibundanya Haidar mengatakan jika Haidar sedang sakit. Hatinya semakin merasa bersalah sebab ia menolak untuk mengunjunginya, tak ingin menunggu lama, ia meminta izin untuk bertemu dengan Haidar setelah beberapa menit mengobrol dengan ibundanya itu.

"Yaudah, kamu langsung masuk gih. Haidar juga pasti kangen kamu hahaha yaudah kalo gitu kamu langsung masuk aja, dadah."

Meskipun Jovaniel mendapatkan perlakuan hangat dari ibundanya Haidar hingga kepalanya diusap saat ia meninggalkannya di depan pintu kamar Haidar, itu tak cukup untuk mengurangi rasa takutnya.

Keberanian dalam dirinya perlahan pudar ketika ia membuka pintu kamar Haidar dan secara langsung bertatap mata dari jauh.

"Kak Jovan!" Sean yang antusias dengan kehadiran Jovaniel yang secara tiba-tiba itu membuat Jarrel juga menghampirinya di depan pintu.

Jayden hingga Ryann hanya terdiam duduk di sofa sambil mengunyah camilan mereka, sebab mereka sangat takut untuk ikut campur. Berbeda dengan Haidar, ia justru memutarkan bola matanya ketika Jovaniel baru saja membuka pintu kamarnya.

Baru saja ingin memberikan pertanyaan agar pandangan Jovaniel lepas dari Haidar, Jarrel memegang bahu Sean agar ia tak mengucapkan sepatah kata pun saat Haidar mendekati mereka.

Jovaniel menundukkan kepalanya, ia berpikir bahwa Haidar akan bertanya atau mengobrol singkat dengannya. Namun, rupanya Haidar hanya melewati mereka dengan tatapan sinis-nya.

Tangan Jovaniel begitu cepat memegang tangan Haidar untuk menahannya, namun kekuatan Haidar yang melepas paksa tangan Jovaniel dari lengannya itu membuat Jovaniel semakin yakin jika Haidar benar-benar marah padanya.

Mereka semua terdiam atas kejadian itu, Jarrel hanya bisa menganggukkan kepalanya tanda untuk menyuruh Jovaniel mengejarnya.

Usaha yang Jovaniel lakukan terasa sia-sia saat Haidar terus melepas paksa tangannya ketika ia ingin menahan Haidar untuk pergi. Hingga pada akhirnya Jovaniel tak ada pilihan lain selain memeluk tubuh Haidar dan menyembunyikan wajahnya di dada Haidar.

You're Mine, JovanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang