Tubuh Jovaniel menegang ketika Haidar tiba-tiba saja memeluknya dari belakang. Langit baru saja akan merubah warnanya dalam beberapa menit, tetapi jantung Jovaniel sudah dibuat tak normal.
Dirinya semakin tak bisa bergerak, tubuhnya menjadi kaku saat Haidar menempelkan hidungnya ke pundak Jovaniel yang tertutup oleh kain baju. Haidar menghirup aroma tubuh Jovaniel begitu lembut dengan mata yang tertutup.
"Eum... kak Hesa?" tanya Jovaniel gugup
"Hm?" sial, ia tak dapat mengontrol perasaannya. Jovaniel kembali terdiam setelah mendengar suara Haidar yang begitu berat.
Dalam beberapa detik Haidar tersadar jika Jovaniel hanya terdiam tak mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya, ia berpikir bahwa Jovaniel masih marah padanya sebab kejadian kemarin.
Haidar melepaskan tangannya yang melingkar di tubuh Jovaniel, ia melangkahkan kakinya sedikit untuk berpindah ke samping Jovaniel.
"My bad, Niel. Harusnya aku gak ngeluarin emosi segampang itu, maaf." Jovaniel mengerutkan dahinya, tak mengerti apa yang Haidar maksud.
"Maaf soal kemarin, aku kelepasan."
"Oh... iya.. gapapa kok." bukannya lega setelah mendengar jawaban dari Jovaniel, justru Haidar menundukkan kepalanya.
Jawaban yang Jovaniel ungkapan membuat Haidar berpikir bahwa Jovaniel memang tak memiliki niat untuk melupakan dan memaafkan Haidar. Ketika melihat Haidar yang masih menundukkan kepalanya, Jovaniel sedikit menyenggol tubuh Haidar dengan lengannya untuk mencairkan suasana.
"Hey, it's still half past 6 in the morning, let's forget about it and kak Hesa gak boleh sedih lagi. Aku juga gak kenapa-napa kok." senyuman lebar Jovaniel membuat Haidar tersenyum tipis dan ia kembali mengalihkan pandangannya.
Sepertinya Haidar masih tak percaya dengan apa yang Jovaniel katakan, Jovaniel melingkarkan tangannya di lengan Haidar hingga ia menyenderkan kepalanya. Ia menghirup udara sejuk di pagi hari dan menghembuskan napasnya, mulutnya kembali bergerak mengeluarkan beberapa kalimat serius agar membuat Haidar tak begitu memikirkan masalah yang sudah terjadi.
"Thanks, Niel."
"I don't mind, kak Jayden juga bilang kalo kita di sini bareng-bareng. Aku juga minta maaf udah bikin kak Hesa kepikiran kayak gini, kak."
Telinga Haidar mendengarkan dengan baik setiap kata yang Jovaniel keluarkan, ia kembali tersenyum dan menatap wajah Jovaniel. Tangannya bergerak hingga tangan Jovaniel terlepas, "then, should i hug you again sebagai tanda terima kasih aku?" ia tersenyum dengan jarinya yang bergerak mengusap lembut pipi Jovaniel.
Tak kunjung mendapat jawaban, Haidar langsung menggerakkan tubuhnya kembali ke belakang tubuh Jovaniel dan kembali melingkarkan kedua lengannya di atas pundak Jovaniel.
Bibir Jovaniel tak kunjung memudarkan senyumannya, begitu menghangatkan hatinya. Tangannya memegang tangan Haidar yang saling berkaitan di depan dadanya, ia mengusapnya hingga menundukkan kepalanya guna untuk melihat tangannya yang menyentuh tangan Haidar.
Bagi Haidar, tak ada yang lebih indah daripada ini. Jika saja ia bisa menghentikan waktu, ia akan melakukannya sekarang juga agar dirinya bisa terus bersama Jovaniel, menikmati hidup bersama.
Sudah berapa menit Haidar memeluk Jovaniel, mereka tak menyadari bahwa Satya menatap keduanya di belakang. Kepalan tangannya begitu keras hingga napasnya tak beraturan, namun Jayden menghampirinya dan mengajaknya untuk pergi bersamanya.
You're Mine, Jovaniel
Demi menghindari kegaduhan, Jayden terus mengambil tindakan yang cukup beresiko bagi dirinya. Ia tak peduli dengan dirinya sendiri, Jayden lebih takut jika masalah seperti ini dapat menjadi pengaruh besar terhadap mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Mine, Jovaniel
RomansaCoba bayangkan, seorang pria remaja yang punya rencana tak akan jatuh cinta dan meyakinkan dirinya untuk tidak berpacaran, tapi malah jatuh cinta sama pria bule dari kampus. Lalu, bagaimana kisah cintanya setelah ia menyadari bahwa dia jatuh cinta s...