Sakit Tak Berdarah

211 14 4
                                    

Haidar begitu terkejut saat ia melihat Jovaniel yang berjalan bersama Satya, entah ke mana tujuan mereka, Haidar berniat membuntuti mereka. Namun, matanya tanpa sengaja bergerak turun, melihat tangan keduanya saling berpegangan.

Baru saja ingin melangkahkan kakinya, Jayden, sang sahabat layaknya seorang adiknya itu menepuk pundaknya.

"Hey, what's going on?"

"Tuh, lo bisa liat sendiri, kan?" Jayden mengalihkan pandangannya menuju apa yang Haidar tunjukkan dengan dagunya, ia mengerti.

"Aman?"

"Gak, rada sakit." Jayden memutarkan bola matanya, ia menghela napasnya kasar. Mau tak mau ia menarik tangan Haidar dan membawanya pergi ke suatu tempat, mereka duduk di kursi besi panjang di belakang gedung fakultas.

"Lo mau sampe kapan nyimpen perasaan tolol lu itu, bang? inget kata Ryann waktu itu."

"Gue belum-"

"Siap? Eh anjing, be a gentleman, bro! Kalo lo kayak gini terus gimana lo mau dapetin hatinya?"

"Harusnya gue udah bikin dia nyaman, gue juga udah ciuman sama dia beberapa kali, ter-"

"Emang otak lu gak jalan dah kayaknya. Lo pikir, lo udah ciuman sama Jovan, udah jalan sama dia terus lo ga langsung nembak dia, dia bakal nunggu lo? Dia juga punya hati, apalagi lo gak tau kan siapa aja yang suka sama Jovan?"

"Siapa?" Jayden terdiam

Melihat Jayden yang terdiam, Haidar berniat untuk meninggalkannya. Ia pikir, Jayden hanya menghabiskan waktunya secara sia-sia saja. Haidar baru saja bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya beberapa langkah.

"Satya." Haidar menghentikan langkahnya, emosi perlahan muncul pada tubuhnya, ia mengepalkan tangannya dan berbalik badan.

Jayden sangat mengerti perasaan Haidar saat ini, bisa dilihat dari ekspresi wajahnya dan kepalan tangannya yang begitu keras. Ia memberanikan diri untuk menyuruh Haidar kembali duduk bersamanya.

"How?" Tanya Haidar

"I don't fucking know, tapi gue gak sengaja nguping pas gue baru mau keluar dari toilet, yang gue denger si, Satya nembak Jovan."

"Terus kenapa lo baru bilang?"

"Lah, gue baru ketemu sama lo tadi kan?"

Apa yang dikatakan Jayden ada benarnya juga, Haidar merasa kalah. Ia bersandar, memijat pelipisnya sembari memejamkan matanya. Tetapi, ia kembali membangkitkan kepalanya, mengingat kata-kata Jayden yang ia dengar tadi.

"Oh iya, terus kenapa lo tadi kayak ngehalang gue buat nyimpen perasaan gue ke Jovan?"

"Gini bang, gue cuma mikir kalo belum tentu si Jovan nerima Satya, dan kalo misalnya lo bingung kenapa tadi mereka pegangan tangan, mungkin aja Satya yang pengen megang Jovan."

"Make sense, terus gue harus gimana?"

"What else? nyatain perasaan lo ke dia sebelum terlambat, tapi usahain dulu lo tau hubungan dia sama Satya sekarang kayak gimana, bang."

Haidar mengangguk paham, tak sia-sia ia memiliki sahabat seperti Jayden yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Setelah beberapa menit mereka mengobrol, keduanya kembali ke kelasnya masing-masing setelah jam istirahat telah usai.

Selama jam pelajaran, kepala Haidar terasa begitu penuh. Bukan karena materi yang diberikan oleh dosen, tetapi ia terus memikirkan sang pujaan hatinya. Hingga beberapa saat, Haidar tak sabar untuk bertemu dengan Jovaniel.

Semoga masih ada harapan. Batinnya

Terasa begitu sulit baginya sebab hati dan kepalanya sedang dalam keadaan tidak baik. Sakit, namun ia masih berharap bahwa kenyataannya tak seperti apa yang ia pikirkan.

You're Mine, JovanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang