Tak di Harapkan

903 42 0
                                    

Bagi Choi Beomgyu hidupnya sudah lebih dari sempurna. Menjadi anak satu-satunya yang di lahirkan ke dunia dari keluarga yang utuh. Kebahagiaan selalu berlimpah, kasih sayang kedua orang tuanya juga tak kalah besar. Namun suatu hari datang, dimana kebahagiaannya hancur saat ayahnya datang bersama seorang pria yang di akuinya juga sebagai anak. Untuk pertama kalinya, Beomgyu merasa dunia begitu kejam menghantam kenyataan. Keluarga yang mulanya hangat, perlahan terasa dingin dan berantakan. Ayah dan ibunya bercerai, meninggalkan kenangan luka yang begitu memilukan.

"Apa kau begitu membenciku?"

Suara berat yang setiap hari masuk ke gendang telinganya membuatnya semakin benci.

Beomgyu tau, lebih dari tau bahwa seharusnya bukan pria itu yang ia benci, namun sang ayah. Ayah berengsek yang tega menyakiti keluarganya.

"Ya, bukankah sudah jelas"

Tatapannya dingin, jelas memandang tidak suka pada pria di hadapannya. Yang di tatap menghela nafas, maju dua langkah dari tempatnya berdiri.

"Kau ingin membunuhku?"

Ya
Kalau bisa, dirinya ingin sekali melenyapkan pria di hadapannya. Pria ini lah yang menyebabkan keluarganya hancur.

"Mati saja sendiri"

Tanpa memandang, dirinya berjalan melewati tubuh kakak tirinya.

.
.
.
.

Dulu, dulu sekali Beomgyu kecil adalah anak yang dengan semangat bangun pagi untuk berangkat sekolah. Mandi lebih awal hanya ingin sarapan bersama ayah dan ibunya. Makan bersama di meja makan sesekali di selingi bercandaan merupakan salah satu hal favorit untuknya. Namun kini, bangun pagi untuk menjalani hari saja dirinya sudah muak. Sarapan bersama di meja makan sudah tidak lagi menjadi hal yang membahagiakan baginya.

"Apa kau ingin melewatkan sarapan mu lagi?"

Suara pria dewasa menghentikan langkah kakinya menuruni anak tangga. Kepalanya mendongak menatap tanpa ekspresi pada dua orang di ruang makan.

"Tidak lapar"

Kakinya kembali bergerak menuruni anak tangga terakhir, Melawati meja makan begitu saja. Pergi dari sana satu-satunya hal yang lebih baik yang harus dia lakukan.

.
-----beberapa minggu sebelumnya-----
.

Choi yeonjun tidak pernah sekalipun merasakan apa itu kebahagiaan. Dirinya di lahirkan tanpa dampingan dari sang ayah. Dari kecil ibunya selalu berkata bahwa ia memiliki seorang ayah. Bekerja jauh di luar kota. Namun sampai umurnya menginjak 18, ayahnya bahkan tidak pernah menunjukan diri. Sampai dimana kejadian yang paling menyakitkan menimpanya. Ibu yang sangat ia cintai meninggalkan dunia untuk pergi selamanya. Menghancurkan dirinya dengan sangat keterlaluan. 2 hari tanpa istirahat demi menjaga rumah duka yang bahkan tidak banyak orang yang berkunjung untuk menyampaikan bela sungkawa.

"Kau , Choi yeonjun?"

Kepalanya mendongak, menatap pria paruh baya dengan setelan jas lengkap yang berdiri di hadapannya.

"Ya itu aku"

Pria itu bersimpuh, mensejajarkan diri dengan dirinya. Untuk pertama kalinya ia merasakan usapan di kepala penuh kelembutan dari seseorang yang bukan ibunya.

"Maaf nak, aku baru bisa mengunjungimu sekarang"

Matanya melebar penuh keterkejutan. Hatinya berdebar mendengar kalimat yang sedikitnya dia tahu artinya.

"A-ayah?"

Suaranya pelan, tercekat dan seolah hilang terbawa angin. Pria paruh baya di depannya tersenyum, tangan sedikit kasar menyentuh pipi kanannya.

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang