sebuah keputusan

386 38 2
                                    

Piket pagi adalah salah satu hal yang paling tidak di sukai Beomgyu. Biasanya dia akan beralasan tidak enak badan, lalu pergi tidur di UKS. Tapi kali ini tidak bisa, kepalanya sudah buntu untuk memikirkan alasan apalagi yang akan di sampaikannya untuk bolos. Dan disinilah ia sekarang, berjalan beriringan dengan teman satu jadwal piketnya di sisi lapangan bola sekolahnya dengan membawa masing-masing 2 kantong sampah.

Setelah selesai meletakkan sampah pada tempat pembuangan. Beomgyu kembali melewati sisi lapangan sepak bola untuk kembali ke kelasnya. Matanya melirik sekilas pada tengah lapangan. Ada beberapa murid yang sedang bermain bola di sana. Kakinya berhenti, badannya berputar mengahadap kedalam lapangan. Menonton sebentar tidak masalah untuk merilekskan dirinya.

"Kau suka sepak bola gyu?"

Beomgyu mengangguk menanggapi hueningkai yang ikut menonton di sampingnya.

"Suka, tapi bukan yang menekuninya"

Sebenarnya dari jarak ia berdiri sampai ke tengah lapangan itu lumayan jauh. Matanya yang sedikit memiliki minus tidak terlalu jelas melihat bagaimana jalannya permainan di sana.

"Awasss!!!"

Teriakan dari tengah lapangan masuk ke gendang telinganya, bersamaan dengan benda bulat yang melayang cepat ke arah dimana ia berdiri. Matanya membulat, pikirannya blank bahkan untuk sekedar menghindar saja tak ia pikirkan. Jadi yang Beomgyu lakukan hanyalah menunduk dan memejamkan matanya. Bersiap-siap menunggu benda bulat itu menghantam keras kepalanya. beberapa detik terlewat, tapi kepalanya tidak merasakan sesuatu yang menghantam. Lantas kelopak matanya terbuka, melihat bayangan seseorang yang berdiri di depannya dari pantulan rumput. Kepalanya mendongak, penasaran dengan seseorang yang berhasil menghentikan benda bulat yang akan menghantam kepalanya. Dirinya kembali terkejut, dengan diameter matanya yang melebar lebih besar dari sebelumnya. Di depannya, Choi yeonjun berdiri menahan bola dengan kedua tangannya. Nafasnya berat, keringat menetes dari dahi juga perpotongan tengkuknya. Membasahi kaos putih yang di balut kemeja sekolah yang di biarkan terbuka. Mata mereka bertemu, dan Beomgyu tak tahu sejak kapan ia menahan nafasnya.

"Yeonjun-ah lempar bolanya kemari!!"

Teriakan dari tengah lapangan menginterupsi. Mengharuskan yeonjun memutus kontak matanya. Tubuhnya berputar, melempar bola kembali ke tengah lapangan. Belum sempat kakinya melangkah, kepalanya menoleh merasakan kemeja bagian belakangnya di tarik. Tatapan mereka kembali bertemu. Kali ini untuk jeda waktu yang lumayan lama.

"Choi yeonjun"

Beomgyu berbisik, suaranya pelan namun yeonjun dapat mendengarnya dengan jelas. Belum sempat Beomgyu melanjutkan ucapannya, yeonjun lebih dulu menarik kemejanya. Memutus kontak mata mereka lalu berbalik, berlari kembali menuju tengah lapangan tanpa memperdulikan sosok Beomgyu yang masih ada di sana.

.
.
---------------------------------------------------------
.
.

Letak kelasnya itu strategis, berada di lantai 3 gedung dengan jendela yang menghadap langsung pada lapangan sekolah. Bukan hanya kelasnya, tempat duduk Beomgyu juga terbilang sangat strategis. Baris ketiga dari depan, berada di sebelah kiri kelas berdampingan langsung dengan jendela. Tempat yang pas untuk melamun kan?

Beomgyu memangku dagunya dengan tangan yang bertopak pada meja. Pandangannya menatap lurus pada beberapa siswa yang masih bermain bola di lapangan. Kali ini ia memakai kacamatanya, penglihatannya jauh lebih jelas sekarang. Matanya tak lepas memperhatikan bagaimana Choi yeonjun berlarian mengejar benda bulat itu. Sudut bibir kirinya terangkat, diikuti dengusan dari nafasnya.

"Seperti bukan orang yang ku kenal"

"Apa?"

Beomgyu terkejut, apa monolognya terlalu keras sampai Taehyun yang duduk di depannya bisa mendengar. Pandangannya beralih, kepalanya berputar menatap sahabatnya.

FATE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang