Langit tanpa awan saja kurang, apalagi laxsa tanpa ana.
Menurut kalian cinta itu apa? Menurut ana cinta adalah kasih dan kasih adalah cinta, keduanya bergandengan dan tak akan terpisahkan, dan cinta adalah pengorbanan.
Tapi menurut Raffa tidak, cinta itu Ana dan ana itu cinta, semua yang Raffa suka ada di ana, bagai bintang dan bulan yang memperindah gelapnya malam yap begitu juga ana dan cinta yang menghiasi hidup Raffa.
Semua berhak berpendapat tentang apapun.
Cinta adalah rumah.
_____________________________Menyukai dan menyakiti adalah kata berlawanan yang sangat dekat, bahkan bisa sama.
Jangan terlalu jatuh untuk sebuah luka, semua yang terjadi ada maknanya sekalipun itu menyakitkan, perasaan memang sebuah hal yang tabu, sangat sulit di tebak, tapi kita sang pemilik bisa mengendalikannya, sang pemilik bisa untuk menargetkan siapa, jangan terlalu jauh, biarkan masa depan yang menjawabnya.
"Raffa, apa yang lo tau tentang hujan?" Ujar ana.
" Tiba tiba?" Heran Raffa, "jawab saja"
"Hujan bagi gue tenang, hujan adalah akibat ketika awan tidak lagi membendung sedihnya, tapi hujan turun dengan indah, membawa kenangan yang pernah terulang, bahkan membawa kebahagiaan bagi mereka yang suka, menurut lo ana?" Pandangan mata Raffa menghadap kelangit yang kebetulan mendung sore ini, rasanya alam pun larut ke obrolan dua remaja di taman sore ini.
"Hujan indah namun sakit?" Singkat ana, "why?" Alis tebal Raffa mengerut, apa maksud ana?.
"Kita bermain dengannya hanya untuk mendapat tenang sesaat, namun untuk membayarnya kita harus sakit kan?, semuanya ga ada yang gratis, hujan pun sama." Jelas ana. " that's right babe" ucap Raffa sambil mengacak acak rambut ana diiringi senyuman lebar dari cowo manis itu.
Raffa dan Ana pun melanjutkan obrolan manisnya hingga senja datang, langit yang berwarna jingga membuat manusia manapun kagum melihatnya.
Semuanya berjalan mengikuti takdir tuhan, semuanya baik walau tetap ada batu krikil yang menyandungnya, tapi itu tidak membuat Raffa goyah.
Di ujung taman kota dengan senja menjadi latar belakangnya ucapan manis terlontarkan.
"Ana, i want to sing something" ujar Raffa, "boleh" balas Ana tenang.
Tak mungkin secepat itu kau lupa
Air mata sedihmu kala itu
Mengungkapkan semua kekurangannya
Semua dariku yang tidak dia punyaDaya pikat yang memang engkau punya
Sungguh-sungguh ingin aku lindungi
Dan setelah luka-lukamu reda
Kau lupa aku juga punya rasaLantunan merdunya suara Raffa yang diiringi suara gitar yang indah berasal dari handphone nya, membuat Ana berlarut dalam ketenangan.
Mata mereka bertemu, hangat.
Lalu kau pergi kembali dengannya
Aku pernah menyentuhmu apa kau maluDi bawah basah langit abu-abu, kau dimana
Di lengangnya malam menuju minggu, kau dimanaTepuk tangan kecil untuk menyambut nada akhir yang begitu indah, semua yang dilakukan Raffa saat ini begitu indah, hingga Ana lupa laki laki manis di depannya pernah membuatnya kacau.
"Your voice beautiful laxsa, always" puji Ana, "Thank you, this is just for you babe" balas Raffa sambil mencubit pipi ana yang dibalas ringisan oleh gadis bondol itu.
Keduanya memutuskan untuk pulang, karna langit jingga itu sudah pergi dengan membawa keindahannya, dan digantikan oleh langit malam yang ditaburi bintang serta bulan untuk melengkapinya.
"Raffa kaya biasa ya di depan minimarket aja, ayah udah pulang soalnya, u understand right?" Ucap Ana, kata ayah Ana pacaran itu merepotkan, pacaran hanya menunda sakit dengan kesenangan yang singkat.
"Masih aja strict ya na ayah lo" Raffa pun sudah tidak heran lagi, "yaa mau gimana lagi deh" jawab Ana pasrah.
"Kali kali gue mau coba ketemu ayah lo deh na" ucap Raffa dengan nada yang ia buat seakan serius, Raffa ini senang sekali menjahili Ana.
"Gusah macem macem, galak ayah gue"sinis Ana, sok berani loe Raffa.
Motor sport hitam itu pun berhenti di depan minimarket yang mereka janjikan.
"Makasih untuk hal baik yang lo lakuin tadi" ucap Raffa, "hal baik?" Heran Ana, Ana rasa ia tak buat apa apa deh sejak tadi.
"Iya lo sempetin buat ketemu gue di saat sibuk sibuknya, makasih waktunya ya Ana" ujar Raffa dengan senyum yang merekah, "sama sama, oiya raff Sabtu ini gue mau separing voly, mau nemenin ga?" Setelah 2 bulan lebih Ana Hiatus dari per voly an, kini Ana aktif lagi.
"Of course, gue dateng" manis sekali Raffa ini.
Hari yang panjang pun telah usai.
_____________________________________
Ramai kantin saat jam istirahat berdering, saat ini Zeya lanathea, Adila Dwi Alexandra, Putri Kiyana Malik Arganta, dan Difta Syifana sedang duduk di antara bangku bangku yang penuh dengan manusia tersebut.
Semuanya ramai, banyak canda tawa yang terlontarkan se antero kantin, obrolan hangat dengan orang yang mereka sayang.
Sementara Raffa Kamalaxsa, Rassya gumilang, dan Dzaki Ahmad Rifali, mereka memilih ke kantin belakang atau dikenal dengan warung asik, selain harganya yang murah di sini juga bersahabat dengan rokok, jangan salah Raffa tidak merokok kok.
Bel masuk pun berbunyi, kantin yang tadinya ramai kini hening, biarkan kantin beristirahat.
Semua kembali ke kelas untuk meraih ilmu yang mungkin berguna di masa depan, tiba di pukul 15.30 akhirnya pelajaran hari ini selesai, semua bersorak Yap jam pulang.
"Ana ada yang nyariin" teriak salah satu teman sekelasnya di dekat pintu, "oke bentarr" jawab Ana sambil melangkahkan kakinya keluar.
Laki laki berbadan tegap pun menyambut kehadiran ana dengan senyuman.
"Loh ka asa, ngapain ka?" Ucap Ana kepada laki laki tersebut, dia grasa ramadana kaka kelas ana, ketua voly putra, "Hari ini latihan ya" ucap asa, "bukanya besok ka?" Heran ana, semalam angel memberitahukan akan ada latihan tapi besok bukan sekarang, jadi Ana tidak membawa Jersey hari ini.
"Aduh kasa, aku ga bawa Jersey nya gimana dong, dadakan banget" ujar ana sambil menggaruk kepalanya yang tidak gagal, ia bingung.
"Gue punya dua, kalo lo berkenan boleh pake punya gue"
________________________________
Setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya. Jadi, ga usah sok ngerasa berhak untuk mengambilnya
________________________________
Huhuhuuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Farsa
Teen Fiction"Dan lo" tunjuk Ana kepada gadis yang 1 meter didepannya itu, "stop dengan rengekan jijik Lo itu" ucap Ana dengan nada yang ia tekan, badannya bergetar, ia tidak suka keributan, tapi sekali kali ia harus melawan. "ANA"