Bab 11

510 59 17
                                    

Lisa terseret keluar dari kantor suaminya, langkah-langkahnya terasa berat. Matanya sembab, bekas air mata jelas membekas di pipinya yang basah. Tangannya gemetar memegang rantang yang terasa lebih berat dari biasanya. Hatinya bagaikan dihantam palu godam, pecah berkeping-keping.

Ingatan tentang perlakuan karyawan suaminya masih segar. Tatapan mereka mencibir, menusuk seperti pisau, merendahkannya tanpa ragu. Semua itu karena Alice, saudara kembarnya yang terus menyiksanya dengan tipu daya dan kelicikannya.

Suaminya entah ke mana, tak ada jejak ataupun pesan yang ditinggalkan. Matanya yang sembab menatap nanar ke depan, mencari pelarian dari rasa sakit yang membelenggu hatinya. Asap knalpot kendaraan dan gemuruh kota Seoul seolah menjadi latar belakang dari drama pribadinya yang menguras emosi.

Langkahnya terhenti di sebuah taman kecil di dekat kantor. Bangku kayu coklat di sudut taman menjadi pelariannya. Dia duduk dengan berat hati, menunduk, dan membiarkan isak tangisnya keluar tanpa bisa dibendung. Waktu terasa mengabur saat air mata terus mengalir tanpa henti, sampai sebuah tangan menyodorkan sapu tangan putih di depannya.

Lisa mendongak dengan pandangan kabur, melihat sosok pria yang samar. Ketika tetesan air jatuh dari matanya, wajah pria itu menjadi semakin jelas. Ada sesuatu yang familiar dalam tatapan matanya.

"Lisa, hapus air matamu," suaranya lembut namun tegas, menembus lapisan kesedihan yang menyelimuti hatinya. Lisa tercekat, pria itu tahu namanya.

"Aku ... aku Alice, bukan Lisa," bohongnya dengan suara serak, mencoba menyembunyikan kebenaran di balik kebohongan yang rapuh.

Pria itu duduk di sampingnya, menyodorkan sapu tangan hingga Lisa menerimanya dengan ragu. Bau sabun yang segar tercium dari kain itu.

"Kamu bisa membohongi semua orang, tapi tidak denganku. Aku tahu siapa kamu. Kamu Lisa, bukan Alice," katanya, membuat Lisa semakin gelisah. Ucapannya seperti pisau yang membuka luka lama.

"Bukan aku. Itu saudara kembarku," kilahnya cepat, berdiri dan siap pergi, namun langkahnya terasa berat seolah dikunci oleh tanah.

"Aku tahu kamu punya saudara kembar. Saat ini, kembaranmu itu sedang berpacaran dengan John Allier," lanjutnya, menghentikan langkah Lisa. Kakinya lemas, tak mampu melangkah lebih jauh. Pria ini tampaknya tahu segalanya tentang dirinya.

"Lisa, aku tidak ingin menakutimu. Aku peduli. Aku sudah bolak-balik ke bar mencarimu. Bahkan memohon kepada Mr. Peter untuk memberitahuku keberadaanmu," ucapnya tulus, tatapannya lembut namun penuh tekad.

Lisa menoleh, matanya yang sembab menatap lurus ke arah pria itu, menanti penjelasan lebih lanjut. Hatinya berdebar-debar, campuran antara rasa penasaran dan ketakutan.

"Mr. Peter memang tidak tahu keberadaanmu, tetapi dia mengatakan bahwa kembaranmu datang menemuimu dan bertindak semena-mena di bar," lanjutnya. Tangannya meraih tangan Lisa, menggenggam erat seolah memberikan kekuatan.

"Mungkin kamu lupa denganku, tetapi aku sulit melupakanmu. Aku adalah Han Liang Wu. Teman masa kecilmu," ucap pria itu, membuat mata Lisa membesar. Tak percaya ia berhadapan dengan teman masa kecilnya. Liang yang dulu harus pergi ke Tiongkok.

Dengan gemetar, Lisa memeluknya erat, tangisnya kembali pecah. Campuran antara rindu dan sedih memenuhi hatinya seperti banjir yang tak terbendung.

"Aku tidak akan membiarkanmu terluka. Maafkan aku meninggalkanmu waktu itu," bisik Liang, memeluk Lisa tak kalah eratnya. Hangat pelukannya seolah memberikan ketenangan yang telah lama hilang.

Di sudut taman, sekumpulan wanita menatap mereka dengan tatapan mencemooh, bibir mereka melengkung sinis.

"Selain dengan Mr. Jeon dan Mr. Allier, ternyata dia juga menggaet Mr. Wu. Wanita itu memang murahan," salah satu dari mereka berbisik dengan nada menghina.

Istri Palsu | LISKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang