Malam ini jimin telah bersiap untuk menghadiri acara kolega sang appa. Siapapun yang memandangnya sekarang pasti akan terbuai dengan keindahannya, sangat manis. Dengan kemeja putih dan paduan celana hitam, dan sedikit polesan natural yang ia pakai untuk menghiasi wajah manisnya, benar-benar sempurna.
Tak berselang lama mobil yang mereka tuju telah berhenti di depan sebuah mansion mewah. Sebuah pemandangan yang cukup asing menurut jimin, karna jujur saja ia bahkan tidak pernah sama sekali menghadiri acara perayaan kecuali itu dari teman dekat atau kerabat.
" ji, ayo, kok bengong sih." Kim jongin dapat melihat bahwa adik mungilnya ini sebenernya merasa sedikit risih dengan suasana seperti ini.
" eh, enggak kok hyung, Cuma masih sedikit kaget saja." Jongin mengangguk paham.
" ya sudah ayo ikut masuk, nanti hyung kenalin sama teman-teman hyung, oke." Yang diajak berbicara hanya mengangguk dan tersenyum.
***
Sebuah rumah bernuansa coklat dengan guci keramik besar di setiap ruangan menjadi suguhan pemandangan untuk jimin saat ini. Dengan beberapa sofa empuk di ruang tamunya beserta lampu kristal yang tergantung cantik di tengahnya. Beberapa meja bundar yang di atasnya tersaji berbagai kudapan juga menghiasi pemandangan jimin, dapat si manis lihat di belakang sana ada seorang chef dan beberapa asistennya sedang membuat hidangan untuk para tamu. Seperti memasak yang di jadikan sebuah atraksi lebih tepatnya.
" sayang, ayo ke halaman belakang. Di sana ada tuan rumah yang harus kita temui." Jimin terperangah saat sebuah tangan menyentuh pundaknya.
" oh, iya eomma." Sang ibu tersenyum sembari menuntun jimin ke halaman belakang rumah tersebut. Dapat ia lihat sang appa tengah berbicara sambil bersenda gurau kepada salah satu rekan kerjanya yang jelas jimin tidak tahu siapa namanya. Sang ibu memegang tangannya, ia tahu bahwa anaknya ini sedikit tidak nyaman terhadap lingkungan baru, yang tak pernah ia temui sebelumnya.
"wah... ini jimin?" seorang wanita yang jimin akui adalah istri dari tuan rumah tersebut berucap dengan sangat antusias. Jimin hanya bisa tersenyum kikuk sembari membukukkan badannya hormat.
"lupa dia kayaknya, ji.. ini tante soo yee. Istri dari teman appa. Dulu waktu kamu masih tk tante soo yee ini sering main ke rumah kita. Kamu lupa?" sang ibu berusaha mengingatkannya kepada sosok paruh baya yang masih setia tersenyum manis di depannya ini. Namun nihil, jimin tidak mengingatnya sama sekali.
"sudah, tidak apa-apa chaerin, itu juga sudah 20 tahun yang lalu kan? Pasti dia lupa." Lalu kedua wanita tersebut tertawa.
"emm, maaf berarti tante dulu tinggal di busan?" ia memberanikan diri untuk bertanya.
"ya, betul banget. Kamu dulu masih kecil banget, terus pipinya kaya mochi. Sekarang sudah dewasa kamu, manis banget. Mungkin kalau tadi eomma kamu gak kenalin kamu ke tante, tante gak akan kenal kamu." Lagi, jimin hanya bisa tersenyum.
"eh, ayo sini, kita makan cake. Dulu tante inget banget kamu itu suka sekali makanan manis, makanya setiap tante main ke rumah kamu tante selalu bawa cake buatan tante. Ayo sini duduk." Jimin hanya menurut saja ketika wanita yang jimin ketahui bernama soo yee tersebut membawanya ke tepi kolam renang.
Ada beberapa meja di sana. Satu meja terisi oleh appanya dan sang tuan rumah. Dan satu lagi, sabuah meja yang berukuran lebih besar dan beberapa laki-laki di sana yang jimin yakini mereka seusianya, ya dan juga ada sang kakak bersama mereka. Huft, andai saja ada pitter disini, pasti jimin tidak akan kesepian. Tapi tadi sebelum berangkat ke acara ini sang nuna memberi tahunya bahwa keponakan tercintanya tiba-tiba demam. Ya, kalau sudah begini jimin tidak mungkin egois bukan?
Jimin mendudukkan dirinya, tepat di sebelah sang appa. Tidak tahu apa yang haru ia lakukan berakhirlah jimin mengeluarkan ponselnya, dan mensecroll beranda pada aplikasi burung birunya. Tak berselang lama, beberapa maid datang membawa hidangan yang sangat menggiurkan. Ia jadi lapar, padahal sebelum berangkat tadi ia sudah sempat memakan beberapa cake di kulkas.
" tolong panggilkan jungkook ya." Suara sooyee memerintahkan salah satu maid di sana.
" baik nyonya."
"ayo ji, dimakan. Atau sekarang jimin sudah gak suka makanan manis lagi ya?" belum sempat jimin menjawab, sang eomma angkat bicara.
"haha, gak suka bagaimana? Cake di kulkas saja suka hilang sendiri, eh ternyata sudah pindah ke kulkas kamar dia." Mereka tertawa, kecuali jimin tentunya.
"ekhem." Suara berat nan dalam itu mengintrupsi indra pendengaran jimin. Telak, semua mata beralih kepada sumber suara, tidak terkecuali jimin.
Manik matanya dan pemuda itu bertemu, benar-benar sempurna. Hanya kalimat itu yang terlintas di benak jimin saat pertama kali memandangnya. Jimin buru-buru mengalihkan pandangannya ke segala arah. Sial, pipinya memanas sekarang.
"wah ini dia, CEO muda kita" kali ini sang appa yang angkat bicara.
" apa kabar om?" sapanya terhadap sang appa.
"ya, seperti yang kamu lihat jungkook. Aku masih tampan sepertimu kan?" jimin hanya biasa menggelengkan kepalanya. Appanya ini sedikit narsisi memang.
Jimin bisa lihat jungkook berjalan mendekatinya. Dan, oh shit! Pemuda itu memilih untuk mendudukkan diri tepat di sebelahnya.
"kook, kenalin ini jimin, anak tante chaerin dan om shi woon." Jungkook mengalihkan pandangannya ke arah jimin. Jungkook akui jimin itu sangat indah. Sebenarnya dari awal, semenjak sang ibu membawanya ke halaman belakang, jungkook sudah memperhatikannya. Dan semua yang ada dalam diri jimin seolah menghipnotis dirinya. Entah kenapa daya tarik seorang park jimin untuknya sangat besar.
" jeon jungkook." Tangannya terulur untuk mengajak jimin bersalaman.
" park jimin." Entah, jungkook dan jimin tidak tahu apa yang mereka rasakan, tapi yang jelas mereka merasakan desiran aneh dalam diri mereka masing masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY UNIVERSE (kookmin)
Fanfictionjimin seorang dokter bedah thoraks di perintahkan oleh sang appa untuk menjadi dokter probadi keluarga jeon. bagaimana kelanjutan kisahnya.... NAA_DAA disini...