t w o

1.1K 89 2
                                    

Diantara semua tempat dan waktu saat mereka berada di titik yang sama, Carmi selalu dibuat terkesima dengan bagaimana tubuh Justin berlaku.

Mata Carmi yang tak hentinya menatap kearah pria itu, disertai dengan hati yang berdebar saat pria itu melakukan kontak fisik atau bahkan hanya sekedar kontak mata. Bukankah itu cukup untuk menunjukkan seberapa jatuhnya Carmi dalam sosok seorang Justin Hubner tersebut?

Justin berbalik saat pria itu selesai menyiapkan spaghetti carbonara ala dirinya yang merupakan salah satu keahliannya dalam dapur selama beberapa tahun ini.

Singkat saja, karena Carmi memiliki garis keturunan Italia oleh ayahnya, lidahnya cukup menikmati makanan-makanan yang berasal dari negara Spaghetti itu terutama hidangan spaghetti nya. Justin sendiri mempelajari cara membuat Spaghetti langsung dari ayah Carmi sebelum membawa Carmi terbang ke Britania Raya beberapa tahun lalu.

Intinya, Justin mempelajari cara membuat Spaghetti kesukaan Carmi langsung oleh ayah gadis itu.

"Il cibo è pronto." [Makanan siap] ucap Justin seolah dirinya adalah koki ternama sebuah restoran Italia membuat Carmi terkekeh geli atas aksennya yang cukup terdengar canggung.

"Grazie ragasso." [Thank you, boy] Sahut Carmi sembari menerima sodoran piring tersebut.

Justin duduk dihadapan Carmi sambil tersenyum bangga.

Bagi Justin, Carmi itu pendengar yang baik, tidak satupun permintaannya di tolak oleh Carmi, membuat egonya terasa terpenuhi dengan memiliki gadis itu di sisinya.

Tak menyangkal, nama Carmi tak jarang dibawa dalam hubungannya. Namun apa salahnya? Mereka hanya bersahabat dan kebetulan sudah menghabiskan lebih dari setengah hidup mereka bersama, Justin juga selalu bersama Carmi karena alasan tadi, gadis itu pendengar yang baik.

Mantan-mantannya hanya terlalu meromantisasi hubungan antara pria-wanita, padahal tidak semuanya berarti demikian.

"Dani menghubungimu?" Tanya Justin tiba-tiba.

Carmi mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. "Begitulah."

Pria itu mengangguk sebelum menyodorkan tangannya ke arah ponsel Carmi. "Biar aku yang balas, kamu makan saja."

Carmi menaikkan satu alisnya sambil menatap Justin sebelum tersenyum kecil dan menggeleng. "Tidak perlu, bukan hal yang penting, kok." Timpalnya sebelum meletakkan ponselnya kembali diatas meja.

Justin menaikkan alisnya sebelum mengendikkan bahu, tidak mempermasalahkan.

"Tidak makan?" Tanya Carmi

Justin menggeleng. "Nanti saja,"

Carmi mendengus. "Bisa ga jangan nunda-nunda makan?"

Justin menyengir sebelum bersender lebih dekat kearah Carmi. "Kalau begitu kamu memiliki kesempatan untuk menyuapiku sekarang."

Carmi terdiam beberapa detik memperhatikan gerak-gerik pria itu.

Jelas dia hanya pamer pesona, jelas ini hanya tindakan yang tidak berarti apa-apa baginya, jelas ini hanya keisengan yang kesekian si bungsu Hubner berikan kepada Carmi.

Tapi kenapa kini hati Carmi semakin mempercepat lajunya? Kenapa telinga yang bersembunyi dibalik rambutnya saat ini malah terasa sangat panas?

Ah lagi, aku kembali jatuh lebih daripada kemarin. Dan itu hanya aku.

Carmi mengarahkan garpunya kearah Justin, rasanya tiba-tiba kenyang setelah hatinya tak bisa diajak kompromi dan berdetak secepat ini. Jadi ia hanya terdiam menunggu Justin menyelesaikan kunyahannya sebelum kembali menyodorkan suapan-suapan lainnya.

"Kamu sudah selesai?" Tanya Justin disela-sela makannya.

Carmi mengangguk. "Ya, sudahlah kamu makan saja."

Justin berdecak sebelum mengambil alih garpu ditangan Carmi dan menyodorkan sebuah suapan ke arah gadis itu. "Kamu fikir aku masak untuk diriku sendiri? Makan."

Carmi mendengus, diam-diam menggigit bibirnya didalam. "Pemaksa." Ucapnya sebelum menerima suapan tersebut.

"I am."

Kini berganti, Justin yang menyuapi Carmi dengan sesekali menyuapkan ke dirinya sendiri juga.

Semuanya terlalu nampak biasa saja bagi pria itu. Dari perhatian, sikap manis, bahkan garpu yang digunakan bersama. Apa setidak terlihat itu Carmi dimatanya?

Bukankah ini hal yang biasa dilakukan pasangan? Lalu kita ini apa? Carmi lagi-lagi hanya bisa diam-diam merutuki dirinya atas fikiran dan ekspektasi yang tertanam.

Dasarnya, bagi Justin Carmi hanyalah sahabat dan tidak lebih. Sahabat yang saling merangkul selama 16 tahun. Sahabat yang dikhianati oleh Carmi semenjak 9 tahun lalu karena menimbulkan rasa romantis ditengah-tengahnya.

Namun apakah itu salahnya? Perasaan kadang datang dengan seenaknya, tanpa alasan yang jelas yang kadang membuat kita frustasi.



***

TBC

Hari ini up 2 chap targetting love + 1 chap what are we, semoga besok" bisa seproduktif ini. Hope you guys enjoy!!💟

Justin Hubner -What are we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang