"Carmi, Carmi, jangan menangis. Tolong dengarkan aku dulu."
"Tolong tarik kata-katamu. Jangan ambil bagianku untuk mengungkapkan perasaanku lebih dulu. Maaf aku terlalu pecundang.. tapi kumohon, seharusnya aku yang mengatakannya lebih dulu. Seharusnya aku tidak membuatmu semenderita ini. Seharusnya aku.. seharusnya aku lebih berani sejak awal."
"Justin..?"
"I'm not Justin. Itu terdengar asing. I'm your Jussa, always."
Carmi tertawa sumbang di sela isakannya. Apa maksudnya ini? Apakah pria ini sedang memainkan sesuatu?
"Apapun itu kamu menang, Justin."
"You've seen me laugh and cry. You made me wanna kiss you when i should slapped your smug face. You've had a good day, Jussa. Go, and watch the game."
"Is that the price you think i'm playing for? To see you cry like this because of me?"
Justin tidak memeluknya, menciumnya, menjaganya tetap disampingnya, dan apapun itu, Justin tidak pernah melakukannya untuk melihat Carmi menangis seperti saat ini.
Pria itu menggeleng. "It's really not."
"Carmichael,"
Carmi bisa merasakan telapak tangan Justin yang terasa dingin di sekitar rahangnya kala pria itu dengan lembut menangkup wajahnya.
"The day i met you, was the luckiest day of my life. You've always been the brightest part of my world till now i always seen you as my world. And you always will be, Carmi."
Carmi terdiam. Matanya hanya mampu menatap seolah ia tidak percaya namun tatapan pria dihadapannya seolah berusaha keras meyakinkannya. He mean it.
"You don't strike me as a guy who believes in luck. I believe everything when it comes to you." Termasuk cinta.
"You date any girls, and now.. Sabreena." Bantah Carmi
"Yeah, i know. And that was my fault."
"Aku terlambat menyadari perasaanku dan baru menyadarinya 6 bulan sebelum kita ke Jepang."
"Tapi kamu baru putus dengan Blaire seminggu sebelum kita kemari. Kamu juga tetap mendekati Sabreena."
Justin tersenyum kecil sebelum mengangguk. "Kamu tahu seberapa gilanya Blaire. Berkali-kali dia mencoba melabrakmu untuk alasan yang tidak seharusnya dia lakukan. Aku hanya mencoba melindungimu."
"Kamu tahu? Meskipun aku berpacaran dengan gadis-gadis itu, aku bersumpah tidak pernah menyentuh mereka sebanyak apa yang kulakukan padamu. Tidak ada yang kuajak tidur bersama seperti apa yang selalu kulakukan denganmu meski itu hanya sekedar istirahat siang misalnya. Dan tidak ada satupun dari mereka yang pernah kucium selain pada pipi mereka. Bisakah kamu mempercayaiku?"
"Tentang Sabreena, aku hanya ingin melihat reaksimu Carmi. Kamu tidak pernah terlihat cemburu sedekat apapun aku dengan gadis lain, itu cukup membuatku frustasi. Tapi seharusnya tidak seperti ini, aku minta maaf."
Carmi bisa merasakan panas di dadanya. Ini serangan yang mendadak, namun ia menyukainya. Ia merasa apa yang ia lakukan tidak sia-sia selama ini. Mencintai Justin dengan tulus tidak sia-sia sama sekali.
"Apakah aku pernah mengatakan aku tidak mempercayaimu?"
Justin tersenyum. "Tidak. Kali ini pun kamu harus mempercayaiku."
"Years, months, days, hours, minutes. I spend every second thinking of you."
Justin dengan lembut membelai pipi gadis itu, menghapus jejak airmata yang hampir mengering disana.
"Sebelum aku sadar, i though i knew what i wanted. Menjadi pesepak bola dan terus berkembang. Menjadi populer dan pusat perhatian jika berada pada satu ruangan. Aku fikir itu yang akan membuatku bahagia, en dat deden ze, tijdelijk. But you.." [dan itu benar-benar yang membuatku bahagia, untuk sementara]
Justin mendekatkan wajahnya, menempelkan dahinya ke dahi Carmi dengan senyuman tipis. "You're the only thing that could make me happy forever."
Carmi menelan salivanya. "Aku.."
"I'm fucking in love with you, Carmi. Even you drive me crazy." Lirih Justin, pria itu lalu menarik Carmi dan memeluknya erat, mengistirahatkan wajahnya diceruk leher gadis itu.
"Aku cemburu.. aku sangat cemburu mendengar kamu keluar bersama Ryuya."
"Aku tidak pernah merasa cemburu seperti ini bahkan saat aku mengencani mantan-mantanku sebelumnya aku tidak seposesif itu tentang mereka dibelakangku. Aku juga tidak pernah merasa cemburu saat aku melihat apa yang dimiliki oleh orang lain."
"Tapi jika itu tentang kamu. Aku bahkan merasa cemburu atas hembusan nafasmu yang selalu menyentuh kulitmu. Aku cemburu atas suara yang keluar dari bibirmu." Justin mengeratkan pelukannya. "Dan aku cemburu dengan semua orang yang kamu senyumi, semua tawa yang mungkin tidak kudengarkan. Itu membuatku sangat frustasi."
"Aku tidak suka jika kamu hanya keluar dengan Dani. Dan kini lagi kamu keluar dengan Ryuya, aku tidak tahu isi hati Ryuya of girl whos stunning as you, aku tidak bisa memikirkan hal lain kecuali bagaimana caranya agar kamu tidak lagi berhubungan dengan dia."
Carmi mengusap rambut Justin dengan lembut, mendengarkan dengan saksama tiap-tiap kalimatnya yang terasa sangat menenangkan dan mampu menerbangkan banyak kupu-kupu diperut Carmi.
Aku fikir hanya aku yang merasakan kecemburuan itu..
"Kenapa tidak mengatakannya dari awal?"
"Karena aku takut kamu tidak merasakan yang sama. Aku takut kamu hanya menganggapku sebatas sahabat dan sekarang aku mengkhianati persahabatan kita."
Carmi menggeleng. Merasa bodoh. Ternyata meski tinggal bersama, keduanya memiliki kekhawatiran yang persis.
Keduanya terlalu takut untuk memulai.
Bagaimana jadinya jika Carmi tidak berani mengatakannya lebih dulu di awal tadi? Apakah mereka pada akhirnya akan melanjutkan hidup dan akan menyesali perasaan yang dulunya tidak mereka ungkapkan saat mungkin Carmi harus melihat Justin menggandeng wanita dengan anak kecil digendongannya?
Mungkin, ya.
"No, you were still my bestfriend, my mate, and the love of my life."
"So, now.."
Justin mengangkat wajahnya, menatap Carmi dengan lekat. "What are we?"
Mendapati tatapan itu Carmi tak bisa menahan semburat merah menghiasi pipinya. Ia menoleh kesamping tidak memberikan jawaban.
Tawa lembut terdengar dari pria dihadapan Carmi membuat gadis itu mau tak mau kembali menatapnya.
"Kamu sangat lucu saat bersemu seperti itu."
"Jussa!"
"Tunggu sampai aku mendapatkan liburan panjangku, ya? Aku akan membawamu ke Bali, aku ingin menghabiskan waktu bersama pasanganku juga disana."
"Wait, what?! Tunggu, kamu masih-"
"ik ben de jouwe, Carmi. Please, let me be your boyfriend." [Aku milikmu, Carmi.]
***
TBC
Next chapter may be the last! ^_^
Gimana menurut kalian?😲😲
Anw adik" U-16 kita gacor panas dingin banget nontonnya HEHEHE. Indonesia 3-0 Filipina❤️🔥❤️🔥❤️🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Justin Hubner -What are we?
FanfictionJustin Quincy Hubner X Carmichael Clare Schulz TIMNAS PROJECT >>> What are we? Start : June 13, 2024 End : June 28, 2024 Written by Lullapyms