t h r e e

1K 94 13
                                    

Apartemen yang mereka sewa tepat berhadapan langsung dengan stadion Cerezo Osaka. Carmi bisa dengan jelas melihat latihan didalam stadion tersebut hanya dari balkon unit mereka.

Gadis itu bersandar pada pembatas balkon sambil menatap jauh kesana, meski nampak jelas, namun ia tidak dapat membedakan yang mana sosok Justin diantara puluhan orang itu.

Tidak menyangkal, bahwasanya Carmi tahu arti dirinya yang selalu ada untuk Justin. Tapi sesekali selalu tertanam di benaknya, entah itu saat mereka asyik memasak bersama, atau saat mereka asyik berjalan keluar bersama, berbelanja bulanan bersama, those skinship, atau mungkin ciuman yang sering ditanamkan Justin di pucuk kepala atau pipinya.

What are we?

All the things they did is what every couples did. But they didn't a couple. So can someone explain what they are is?

Faktanya, there will always a part of her that awaits for him. Even when he already in relationships.

Selalu seperti itu, Dani Hubner—sosok yang dianggap kakak oleh Carmi sekaligus si sulung Hubner (kakak Justin) itu pernah menegur Carmi setelah menyadari perasaan gadis itu.

Lihat bahkan kakaknya jauh lebih peka daripada adiknya sendiri.

Katanya, "Carmi, it's a difficult thing to love a difficult person like Justin."

Namun apa boleh buat. Jatuh dan melepas itu memang bukan kata yang berbeda jauh dalam maknanya. Namun menjadi sangat jauh jika itu berhubungan dengan cinta, dimana melepaskan cinta tidak semudah saat kita jatuh cinta.

Semuanya tiba-tiba, bahkan Carmi tidak menyadari dirinya jatuh cinta sebelum tiba-tiba merasakan hatinya berdebar kencang dan dirinya selalu mengartikan apapun yang dilakukan oleh Justin padanya.

Meski pada ujungnya, semuanya hanya ekspektasinya semata.

Gadis itu menghela nafas sebelum meninggalkan balkon itu, memilih berjalan ke kamarnya yang pas berdampingan dengan kamar Justin.

Mungkin tidur akan sedikit membantunya meredam perasaannya yang semakin waktu semakin membuncah seolah ia ingin meneriakkan rasanya dengan kencang dihadapan bungsu Hubner tersebut.

***

Satu bulan tinggal di Jepang membuat Carmi maupun Justin beradaptasi baik dengan lingkungan serta cuaca negara tersebut.

Cukup mengherankan juga, temannya itu berhasil tidak menceritakan 1 gadispun semenjak mereka pindah kemari.

"Besok kita akan berangkat ke Qatar."

"Bukannya tidak dapat izin?" Timpal Carmi yang tengah duduk santai di sofa.

"Hah, itu merepotkan. Tapi aku sudah mendapatkannya, aku sudah konfirmasi kesana pula, aku akan main di jadwal selanjutnya."

Carmi mengerutkan alisnya, dengan cepat tangannya menggulir ponselnya untuk melihat waktu pertandingan selanjutnya. "Serius? Sekalipun kamu kesana besok pagi, bukankah kamu akan tiba tepat di waktu pertandingan?"

"Apa boleh buat? Club baru mau melepasku setelah aku sedikit memaksa tadi."

"Een beetje katanya." [Sedikit]

Justin hanya menanggapi dengan senyuman miring berjalan melewati Carmi menuju kamarnya. "Pergi packing sana, tidak perlu bawa banyak pakaian. Ibu juga akan ada disana, nanti kamu pegang kartuku dan pergilah berbelanja bersama."

Carmi menaikkan alisnya, cukup terkejut. Dengan cepat gadis itu berlari membuka pintu kamar Justin. "Are you joking?"

Justin tersenyum tipis. "You must have an girl's time with mum."

Senyuman Carmi terukir begitu saja. "Thank you, Jussa!"

Carmi kembali menutup pintu kamar Justin sebelum menggeser sedikit badannya memasuki pintu kamarnya sendiri.

Gadis itu menjatuhkan dirinya dikasur sebelum berteriak girang dibalik bantalnya.

Lagi, Justin selalu pandai dalam memikatnya.

Dasarnya gadis yang jatuh cinta. Apapun itu diromantisasi. Cara pria itu mengatakan kita sejak awal sebenarnya sudah membuat Carmi meleleh.

Setelah menenangkan dirinya, Carmi segera mengubah posisinya menjadi duduk diatas kasur sembari menatap pantulan dirinya pada cermin dihadapannya.

Gadis itu tersenyum senang sebelum akhirnya bangkit untuk meraih kopernya dan mengisinya beberapa pakaian yang bisa ia bawa.

Ketukan di pintu Carmi mengalihkan perhatian gadis yang baru saja selesai memasukkan baju-baju yang ia putuskan untuk bawa.

"Jussa? Masuk saja."

Pintu terbuka menampilkan pria itu, tersenyum sebelum berjalan dan melempar dirinya ke kasur Carmi. Memperhatikan gadis yang kini duduk dibawah sana berkutat dengan kopernya.

"Hanya membawa itu?"

Carmi mengangguk. "Memangnya menurutmu ini kurang?" Tanyanya dengan wajah bingung

Justin menggeleng. "Tidak, lagipula disana kamu akan belanja lagi."

Carmi terkekeh geli sebelum menutup kopernya dan menyenderkan dagunya di ujung kasur. Memperhatikan pria yang berbaring diatas kasur tersebut dengan mata yang menatap kearah Carmi juga.

"Kenapa kemari?"

"Aku sedang pendekatan dengan seorang gadis, she's Indonesian."

Ah baru saja Carmi memikirkannya tadi, tumben Justin tidak menceritakan seorang gadis lagi. Ternyata disini dia.

Memangnya apa yang kamu harapkan, Carmi? Pria itu berhenti being flirty with girls and choose to be there with you? You are nothing but a friend anyway.

"Oh?"

"She's playing football too, she looks damn pretty." Pria itu akan nampak seperti teenage yang dimabuk asmara setiap menceritakan tiap gadis yang coba ia dekati, lagi.

Ya coba dekati, tapi jika pria itu sudah memutuskan untuk mencobanya, maka ujungnya pasti akan ia dapatkan.

"Aku harap aku bisa bertemu dengannya. Beberapa fans juga mendukungku bersamanya. Pasti semuanya akan mudah."

Carmi mendengarkan setiap ocehan Justin dengan sabar, gadis itu akan menanggapi seolah dia sangat tertarik hingga tak sadar pria itu terus berbicara sebelum akhirnya malah tertidur disana.

Carmi menghela nafas. Ditatapnya raut tenang dari seorang Justin Hubner dihadapannya dengan senyum lembut yang jarang ia perlihatkan langsung dihadapan Justin.

Gadis itu memilih berdiri dari duduknya dan turut naik diatas kasurnya, ditariknya selimut untuk lebih menutupi badan Justin dan ia akan menerima sisanya.

Memang tak jarang bagi keduanya untuk tidur bersama setelah saling berbagi cerita atau hanya sekedar mendengar cerita Justin.

Apapun itu, rasanya Carmi masih bisa bersabar. Bersabar untuk bertindak layaknya backburner berkedok sahabat bagi pria itu.

Mungkin benar kata Dani dulu, bahwa akan menyulitkan untuk mencintai Justin dan bertindak seolah tidak ada apapun diantara dirinya dan Justin. Namun rasanya itu lebih menyulitkan jika tidak bisa memiliki pria itu dihadapannya.

Rasanya Carmi tidak punya pilihan lain selain menerima dan tetap jatuh cinta kepada pria itu meski kemungkinan memilikinya jauh lebih kecil daripada partikel atom.

***

TBC

Please support me with your comment+vote!!
Warm hug,
Lullapy💞

Justin Hubner -What are we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang