1

800 129 9
                                    

Kelas pendidikan matematika A begitu hening pagi ini. Pasalnya, pak Namjoon, dosen mata kuliah Aljabar, sedang menjelaskan materi di depan kelas. Beliau terkenal dengan dosen yang tidak segan-segan mengusir mahasiswa yang ketahuan berbicara ketika ia menjelaskan. Mahasiswa yang kena kasus dengan beliau, sudah bisa dipastikan tidak akan mendapatkan nilai lebih dari C.

"Untuk tugas minggu depan ada di buku halaman 75, nomor 2,4,5,7,8,9,11,12,15, dan 20. Minggu depan itu saya akan panggil secara acak untuk menjelaskan ke depan. Yang tidak bisa menjelaskan, dianggap tidak mengumpulkan tugas. Paham?"

Serentak semua mahasiswa yang ada di kelas itu menjawab 'paham'. Setelah pak Namjoon keluar kelas, wajah-wajah tak terima mulai muncul. Selalu begitu. Pak Namjoon tidak pernah memberikan tugas yang sedikit. Bayangkan saja, 10 nomor tapi masing-masingnya beranak 2 atau 3. Disuruh jelasin lagi di depan.

Sunoo menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Selama 2 sks ini, ia duduk tegak dan tegang. Pak Namjoon tidak suka dengan orang yang duduknya agak membungkuk. Terkesan tidak semangat. Apalagi sampai tangan di dagu. Beliau sudah pasti akan langsung menegur.

Sunoo memejamkan matanya. Hari ini ia kuliah jam 07.00. Dan semalam ia baru tidur jam setengah 3. Karna harus menyelesaikan jokiannya. Untungnya, mata kuliah selanjutnya dimulai satu setengah jam lagi.

"Ngantin, Noo?"

Rei, salah satu temannya, berdiri sambil memegang sebuah dompet.

"Nggak. Gue mau tidur bentar."
"Nitip nggak?"
"Nasi goreng satu deh."

Kening Rei mengernyit. Tidak biasanya Sunoo sarapan dengan nasi. Sunoo paling tidak bisa makan nasi di pagi hari, ia akan langsung 'melapor' ke wc. Ia hanya biasa makan roti, gorengan atau sayuran seperti pical, gado-gado, lotek, atau ketroprak.

"Kok tumben?"
"Tumben apaan?"

Jungwon datang dan langsung duduk di kursi depan Sunoo. Tadi ia ke wc sebentar karna kebelet. Soalnya Jungwon takut kalau mau izin ke wc sama pak Namjoon.

"Ini Sunoo nitip nasi goreng."

Mata Jungwon menyipit, "Lo nggak makan malam ya?"

Sunoo hanya terdiam sambil matanya tetap terpejam.

"Woy!"

Plak!

Bunyi renyah pahanya yang dipukul Jungwon membangunkan Sunoo. Matanya sedikit merah. Padahal ia sudah tertidur, tapi kenapa Jungwon malah memukulnya?

"Apaan njing?"
"Lo nggak makan malam?"

Sunoo menggeleng, "Kaga sempet gue, deadline numpuk."

Jungwon menghela napas. Selalu begitu.

"Kalau emang nggak kekejar, jangan diterima dong. Lo nggak sayang badan lo ya? Lo kerja keras tapi perut lo kosong. Udah gitu, lo begadang lagi. Udah siap mati lo?"

Jungwon akan selalu menjadi Jungwon, dimanapun dan kapanpun. Dari dulu Jungwon memang bertindak seperti ibunya. Menasehati cara hidupnya yang salah. Dan menegur kalau dirasa ia sudah kelewatan. Jungwon juga akan mengomeli Sunoo kalau ia hidup tidak teratur seperti sekarang ini.

Dan Sunoo sudah terbiasa.

"Gue butuh duit, Won."
"Buat apa gue tanya?"
"Bayar kosan."
"Skripsi bang Soobin kemaren? Udah di tf dia kan?"

Sunoo mengangguk.

"Lo kemanain?"
"Beli sepatu."
"Merek?"

Sunoo menghembukan napasnya. Jungwon lebih cerewet dari ibunya.
"Pedro."
"Anjing!"

Money First, Love You Later| Sunsun's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang