Park Seonghwa [⚠mpreg] [2]

73 9 0
                                    

Dengan posisi Jongho berlutut dan sedikit menungging, dokter dapat lebih mudah memeriksa dilatasi serviksnya setiap beberapa menit.

Meski posisi ini memudahkan pemeriksaan, Jongho merasa sangat tidak nyaman setiap kali dokter memasukkan jarinya untuk memeriksa dilatasi. Setiap sentuhan terasa mengganggu, tetapi Seonghwa selalu ada di sampingnya, berusaha membuat Jongho merasa lebih nyaman.

"Jongho, tarik napas dalam-dalam. Fokus pada napasmu, ya. Aku di sini, kamu tidak sendiri," bisik Seonghwa lembut, sambil terus mengusap punggung Jongho dengan lembut.

Setelah beberapa pemeriksaan, Jongho mulai merasakan dorongan kuat untuk mengejan. Dorongan ini sangat kuat, hampir tidak bisa dia tahan. Tanpa bisa menahan diri, Jongho mulai mengejan, berharap ini bisa mempercepat proses dilatasi.

Namun, dokter segera menegurnya. "Jongho, jangan mengejan dulu. Kamu harus menahan dorongan itu, ini berbahaya kalau dipaksakan sekarang. Proses ini harus dijalani dengan sabar."

Jongho mengeluh kesakitan dan frustrasi, "Tapi aku ingin sekali mengejan... Rasanya sulit untuk ditahan."

Seonghwa menggenggam tangan Jongho lebih erat, matanya penuh empati. "Aku tahu ini sangat sulit, Jongho. Tapi kita harus ikuti saran dokter. Kamu sudah sangat kuat sejauh ini. Coba fokus untuk rileks dan tahan dorongan itu, oke?"

Jongho berusaha menahan dorongan untuk mengejan, meskipun rasanya hampir tidak tertahankan. Setiap kontraksi membawa gelombang rasa sakit yang begitu kuat, membuatnya semakin gelisah. Namun, dengan Seonghwa di sisinya yang terus memberikan dukungan moral, Jongho mencoba untuk tetap fokus dan bertahan.

"Tarik napas dalam, hembuskan perlahan. Kamu pasti bisa melewati ini, Jongho," kata Seonghwa dengan penuh keyakinan, sambil mengusap keringat di dahi Jongho.

Waktu terus berjalan, dan meskipun prosesnya terasa lambat dan menyakitkan, Jongho berusaha sebaik mungkin untuk mengikuti instruksi dokter. Dia tahu bahwa ini adalah perjalanan yang sangat berat, tetapi dengan dukungan Seonghwa dan tim medis, dia percaya bahwa dia bisa melewatinya.

Di tengah-tengah rasa sakit yang luar biasa, Jongho tiba-tiba teringat pria yang telah membuatnya hamil dan harus menanggung semua penderitaan ini. Dengan kemarahan yang memuncak, Jongho mengeluarkan sumpah serapah terhadap pria tersebut, mengutuknya karena telah meninggalkannya dalam situasi yang begitu sulit dan menyakitkan.

"Pria sialan itu! Dia yang bikin aku begini! Dia yang harusnya merasakan semua sakit ini!" teriak Jongho dengan marah, matanya berkaca-kaca menahan air mata dan rasa sakit yang tak tertahankan.

Seonghwa segera merespons dengan suara yang lembut namun tegas, "Jongho, jangan bilang bayi ini bikin kamu menderita. Bayinya bisa mendengar, dan itu bisa membuat dia susah lahir. Fokus pada hal-hal positif, ya?"

Seonghwa melihat raut wajah Jongho yang sangat kesakitan, giginya menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sakit. Hati Seonghwa terasa hancur melihat sahabatnya menderita seperti itu. Dia berusaha menghibur Jongho dengan kata-kata yang penuh harapan.

"Pria itu pasti akan mendapatkan balasan yang lebih berat suatu hari nanti. Tapi kamu, Jongho, setelah semua ini berakhir, kamu akan bertemu dengan bayimu dan hidup bahagia. Kamu bisa mendandani anakmu sesuka hati dengan semua baju bayi yang lucu dan aksesoris yang sudah kamu beli."

Jongho tersenyum lemah mendengar kata-kata Seonghwa, meskipun rasa sakit masih terus menggerogoti. Dia mencoba mengalihkan pikirannya ke hal-hal yang membuatnya bahagia. "Aku ingin makan burger yang banyak dagingnya dan pizza yang banyak nanasnya. Aku suka banget nanas tapi selama hamil nggak boleh makan banyak."

Seonghwa tertawa kecil dan mengangguk, "Tentu, Jongho. Setelah ini selesai, aku akan belikan kamu burger dan pizza nanas sebanyak yang kamu mau. Kamu bisa makan sepuasnya."

Sweet William 🏵 bottom!Jongho [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang