Jongho terbangun dengan napas terengah-engah, keringat dingin membasahi wajahnya.
Mimpi itu begitu nyata—sebuah sosok gelap dengan mata merah membara yang menyentuhnya dengan paksa. Ia menggelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan bayangan mengerikan itu dari pikirannya.
Hari itu terasa biasa saja sampai Jongho menyadari sesuatu yang aneh. Perutnya, yang sebelumnya rata, sekarang membuncit seperti wanita hamil sembilan bulan. Ketakutan segera menyelimutinya.
"Ini tidak mungkin..." bisik Jongho pada dirinya sendiri. "Aku tidak pernah disentuh siapa pun."
Jongho bergegas ke rumah sakit, berharap menemukan penjelasan yang masuk akal.
Setelah serangkaian tes, dokter datang dengan raut wajah bingung.
"Semua hasil tes normal. Kami tidak menemukan penyakit atau kelainan apapun," kata dokter, mengerutkan kening. "Ini sangat aneh."
Merasa putus asa, Jongho teringat seorang dukun terkenal di kota itu. Dengan harapan menemukan jawaban, ia memutuskan untuk pergi ke sana.
Dukun, seorang wanita tua dengan mata yang tajam dan penuh pengalaman, menatap Jongho dengan intens. "Katakan padaku apa yang terjadi," kata dukun itu dengan suara rendah dan berwibawa.
Jongho menceritakan mimpinya dengan detail, tentang sosok gelap yang menyentuhnya dan perutnya yang tiba-tiba membesar.
Dukun mengangguk dengan serius. "Kau hamil bayi iblis," katanya tanpa ragu.
Jongho terkejut. "Bagaimana mungkin? Aku tidak pernah disentuh oleh siapa pun, kecuali dalam mimpi itu."
"Itulah kekuatan incubus. Mereka datang dalam mimpi, tetapi dampaknya nyata," jelas dukun. "Dan sekarang, kau harus melahirkan segera."
"Melahirkan? Sekarang? Aku tidak tahu apa-apa tentang melahirkan dan tidak punya persiapan!" Jongho berteriak panik.
Dukun menatap Jongho dengan tegas. "Jika tidak dilahirkan sekarang, bayinya akan merobek sendiri perutmu untuk keluar."
Dengan gemetar, Jongho hanya bisa mengangguk, mengikuti arahan dukun tersebut. Ia berbaring di atas tikar yang telah disiapkan di lantai, dukun dan asistennya mulai mempersiapkan segala sesuatunya.
Rasa sakit mulai melanda, lebih intens dari yang pernah dibayangkan Jongho. "Aduh... tolong, sakit sekali..." rintih Jongho.
"Tarik napas dalam-dalam dan dorong sekuat tenaga saat kontraksi datang," instruksi dukun dengan tegas, namun tenang.
Jongho mengikuti instruksi itu dengan sisa kekuatannya. Kontraksi demi kontraksi datang, dan setiap kali rasa sakitnya semakin tak tertahankan.
Namun, tekadnya untuk bertahan demi keselamatannya sendiri membuatnya terus berjuang.
"Ayo, Jongho. Kau hampir sampai. Dorong lagi," kata dukun, menggenggam tangan Jongho dengan erat.
Dengan dorongan terakhir yang penuh tenaga, terdengar tangisan bayi yang aneh dan serak, membuat bulu kuduk berdiri. Jongho menatap bayi itu dengan campuran ketakutan dan kelegaan.
Dukun segera membungkus bayi itu dengan kain hitam, menggumamkan mantra pelindung. "Ini bukan bayi biasa. Kau harus hati-hati," katanya, menyerahkan bayi itu kepada Jongho.
Jongho menatap bayi kecil di pelukannya, matanya dipenuhi air mata. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Dukun menatapnya dengan tajam. "Kau harus kuat. Bayi ini mungkin membawa kekuatan gelap, tetapi dengan kasih sayang dan bimbinganmu, mungkin kau bisa menuntunnya ke jalan yang lebih baik. Tapi ingat, banyak pihak yang akan mengincarnya, kau harus selalu waspada."
Hari itu, Jongho pulang dengan perasaan campur aduk, membawa bayi yang lahir dari mimpi buruknya. Ia tahu bahwa perjalanan ke depan akan penuh dengan tantangan dan bahaya. Tetapi dengan tekad dan keberanian, dia siap menghadapi apa pun yang akan datang demi melindungi anaknya.
Mimpi buruk itu telah menjadi kenyataan, tetapi Jongho bertekad untuk mengubah nasibnya, menjadikan cobaan ini sebagai kekuatan baru dalam hidupnya.
.
Beberapa hari telah berlalu sejak kelahiran yang mengejutkan itu.
Jongho berusaha beradaptasi dengan kenyataan baru sebagai ayah dari bayi yang lahir dari peristiwa supranatural. Meskipun dukun telah memberikan peringatan, Jongho tetap berusaha memberikan kasih sayang kepada bayinya, yang dia beri nama Jisoo, dengan harapan bisa membimbingnya ke jalan yang benar.
Malam itu, Jongho sedang duduk di kursi goyang di kamar bayinya, mengayun lembut Jisoo yang sedang tidur. Tiba-tiba, ruangan menjadi dingin, dan cahaya lilin di sudut ruangan berkedip-kedip sebelum padam. Jongho merasakan kehadiran yang menakutkan, dan saat dia menoleh, sosok gelap dengan mata merah menyala muncul dari bayangan.
“Sudah waktunya aku mengambil apa yang menjadi milikku,” suara serak dan dalam terdengar, membuat bulu kuduk Jongho berdiri.
Jongho berdiri, memeluk Jisoo dengan erat. “Tidak! Kau tidak bisa mengambil Jisoo! Aku yang melahirkannya, aku yang merawatnya!”
Incubus itu tertawa sinis. “Kau hanya inang, alat untuk kelahirannya. Jisoo adalah anakku, dan dia akan memenuhi takdirnya di sisiku.”
“Takdirnya?” Jongho membalas dengan marah. “Takdir Jisoo adalah di sini, bersamaku. Aku tidak akan membiarkanmu membawanya!”
Dengan gerakan cepat, incubus itu mendekat, tangannya yang dingin dan bersisik mencoba meraih bayi di pelukan Jongho. Jongho mundur, mencoba melindungi Jisoo sekuat tenaga. “Jangan mendekat! Aku tidak akan membiarkanmu menyentuhnya!”
Incubus mengerang, marah. “Kau tidak punya pilihan, manusia! Serahkan bayi itu atau kau akan menyesal!”
“Aku tidak takut padamu!” Jongho berteriak, meskipun hatinya penuh dengan ketakutan. Dia ingat kata-kata dukun, tentang bagaimana kasih sayang dan bimbingan bisa menuntun Jisoo ke jalan yang benar. Dengan tekad yang bulat, dia menghadap incubus itu dengan keberanian yang tak terduga.
Incubus menatapnya dengan mata yang menyala. “Kau bodoh jika berpikir bisa melawanku.” Dia mengulurkan tangannya lagi, dan kali ini, kekuatan gelap yang kuat menarik Jongho dan Jisoo ke arahnya.
Tiba-tiba, ruangan dipenuhi cahaya terang. Dukun muncul di ambang pintu, memegang sebuah jimat bercahaya. “Pergilah, makhluk jahat! Kau tidak punya kekuatan di sini!”
Incubus mendesis, mundur perlahan. “Ini belum berakhir, Jongho. Aku akan kembali untuk anakku.”
Dengan suara gemuruh, incubus itu menghilang dalam awan asap hitam, meninggalkan ruangan kembali dalam keheningan. Jongho jatuh berlutut, masih memeluk Jisoo yang kini menangis.
Dukun mendekat dan menyentuh bahu Jongho dengan lembut. “Kau sudah melakukan yang terbaik. Tapi ancaman ini belum berakhir. Kita harus melindungi Jisoo dengan lebih kuat.”
Jongho mengangguk, air mata mengalir di pipinya. “Aku tidak akan membiarkan mereka mengambil Jisoo. Aku akan melindunginya dengan seluruh hidupku.”
Dukun mengeluarkan beberapa jimat lagi dan meletakkannya di sekitar ruangan. “Ini akan membantu menjaga keselamatan kalian. Tetapi ingat, cinta dan keteguhan hatimu adalah perlindungan terkuat.”
Malam itu, Jongho berbaring di samping Jisoo, merasakan kehangatan bayi di pelukannya. Dia tahu bahwa perjuangan mereka belum berakhir, tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak sendirian. Dengan bantuan dukun dan kekuatan cintanya, dia bertekad untuk melawan segala ancaman yang datang demi melindungi anaknya.
Hari demi hari berlalu, dan Jongho terus belajar bagaimana menjadi ayah yang baik dan kuat untuk Jisoo. Setiap malam, dia berdoa agar kekuatan cinta dan keberaniannya cukup untuk menghadapi segala rintangan.
Karena bagi Jongho, Jisoo adalah segalanya, dan dia akan melakukan apa saja untuk memastikan anaknya tumbuh dengan aman dan penuh kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet William 🏵 bottom!Jongho [⏯]
Fanfictionbottom!Jongho / Jongho centric Buku terjemahan ©2018, -halahala_