Jung Wooyoung [⚠mpreg]

67 8 0
                                    

Kehancuran dunia terjadi begitu cepat.

Ledakan dahsyat, gempa bumi, dan badai memusnahkan peradaban dalam hitungan hari. Jongho dan Wooyoung, yang sebelumnya adalah sepasang sahabat dekat, menemukan diri mereka terjebak di kota yang hancur, dikelilingi oleh reruntuhan dan kegelapan.

Pada malam sebelum bencana terakhir menghantam, Jongho dan Wooyoung menemukan tempat perlindungan sementara di sebuah gedung yang setengah runtuh. Dalam ketakutan dan ketidakpastian, mereka mendekat satu sama lain untuk mencari kehangatan dan kenyamanan.

"Jongho, jika ini malam terakhir kita, aku ingin menghabiskannya denganmu," bisik Wooyoung dengan suara penuh emosi.

Jongho menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku juga, Wooyoung. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok, tapi aku ingin merasakan cinta ini sekarang."

Malam itu, mereka menyerahkan diri pada gairah dan cinta, mengabaikan ketakutan dan ancaman di luar sana. Mereka bersama dengan penuh keintiman, merasakan kebersamaan yang begitu mendalam.

Keesokan paginya, gempa besar mengguncang gedung tempat mereka berlindung. Wooyoung, dalam upaya melindungi Jongho, tertimpa reruntuhan dan tidak bisa diselamatkan. Dengan hati yang hancur, Jongho berhasil keluar dari gedung yang runtuh, meninggalkan Wooyoung di balik puing-puing.

"Wooyoung, aku akan merindukanmu selamanya," bisik Jongho, menahan air mata saat ia berjalan menjauh dari tempat kejadian.

Beberapa minggu berlalu, dan Jongho mulai merasakan perubahan dalam tubuhnya. Di dunia yang penuh dengan kekacauan, dia tidak segera menyadari bahwa dia hamil.

Namun, saat perutnya mulai membesar, kenyataan tak terbantahkan itu menghantamnya.

"Aku hamil," bisik Jongho pada dirinya sendiri, meraba perutnya yang semakin membesar. "Aku mengandung anak Wooyoung."

Dalam dunia pasca-apokaliptik yang penuh bahaya dan kekurangan, Jongho tahu bahwa dia harus bertahan demi bayi yang dikandungnya. Setiap hari adalah perjuangan untuk menemukan makanan, air, dan tempat berlindung yang aman.

Saat kehamilannya memasuki trimester akhir, perut Jongho semakin besar, membuat bajunya semakin tidak muat. Terpaksa, dia merobek bagian depan bajunya agar bisa bernapas lebih leluasa, meskipun itu membuatnya kedinginan di malam yang dingin.

"Semua ini demi kamu, sayangku," kata Jongho sambil mengelus perutnya yang besar, mencoba memberikan kehangatan dengan tangannya sendiri.

Dunia luar penuh dengan bahaya. Kelompok-kelompok yang bertahan hidup berubah menjadi kelompok-kelompok perampok yang kejam. Jongho harus waspada setiap saat, menghindari pertemuan dengan orang-orang yang bisa menyakitinya atau mengambil apa yang dimilikinya.

Suatu hari, saat sedang mencari makanan di sebuah bangunan yang runtuh, Jongho mendengar suara langkah kaki mendekat. Dengan cepat, dia bersembunyi di balik reruntuhan, menahan napas.

"Di mana dia?" suara seorang pria terdengar kasar. "Aku melihat seseorang masuk ke sini."

Jongho menutup mulutnya dengan tangan, berusaha sekuat tenaga agar tidak mengeluarkan suara. Setelah beberapa saat, suara langkah kaki itu semakin menjauh, meninggalkan Jongho dalam ketegangan.

Jongho tahu bahwa dia tidak bisa terus bertahan sendirian. Dia butuh bantuan, terutama saat waktu melahirkan semakin dekat. Dengan perut yang semakin besar dan berat, perjalanan menjadi semakin sulit, tetapi Jongho tidak menyerah. Dia mendengar rumor tentang komunitas yang selamat di luar kota, dan dengan harapan yang tipis, dia memutuskan untuk mencari mereka.

Hari demi hari, Jongho terus berjalan, berjuang melawan kelelahan dan rasa sakit.

Pada suatu malam, dia menemukan sebuah gua yang tampak aman untuk beristirahat. Dalam kegelapan gua, dia berbicara dengan bayinya, mencari kekuatan dari dalam.

Sweet William 🏵 bottom!Jongho [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang