Maaf sebelumnya, apabila ada salah ketik, salah tanda baca, atau penempatan huruf kapital, mohon ditandai. Saya mencoba untuk jadi lebih baik di sini, jadi bila kalian memberi masukan, kritik, atau saran, saya sangat menghargai itu.
Terimakasih sebelumnya, selamat membaca!
-#-
Aykar membuka matanya dan mendapati dirinya berada di dalam sebuah ruangan bernuansa putih beraroma obat yang khas.
Rumah sakit ya.
Dia bangkit perlahan. Memposisikan dirinya untuk duduk. Kepalanya terasa berdenyut, Seluruh tubuhnya terasa nyeri, tulang-tulang nya terasa lunak, perutnya terasa sangat mual, dan tenggorokannya terasa sangat kering.
Dia mencoba mengingat apa yang membawanya kesini.
Cukup mengejutkan dia masih hidup setelah terjun dari lantai 12. Harusnya tulang-tulang nya sudah remuk dan dia sudah mati.
Seorang pria berjas putih dengan kacamata kotak memasuki ruangan.
Dr. Aslan. Itulah yang tertera di nametag-nya.Sepertinya familiar...
"Tuan muda, anda sudah sadar?"
'Nggak, udah mati gue,' batinnya mendengus. Kenapa orang-orang suka sekali berbasa-basi? Yap, dia hanya bisa membatin karena mulutnya terasa kelu untuk bersuara. Tapi tunggu, apa dia bilang? Tuan muda? Ah, mungkin hanya salah dengar.
"Berbaring dulu ya? Mau saya periksa." Dokter Aslan membantunya kembali berbaring.
Aykar menyentuh kepalanya dan merasakan perban yang tebal membalut kepalanya itu. Dia menikmati rasa sakitnya dan memejamkan mata. Membiarkan Dokter Aslan melakukan tugasnya. Dia merasa kancing piyama nya dibuka satu-persatu.
Di samping itu, Dr. Aslan sangat prihatin dengan kondisi tubuh Aykar saat ini.
Aykar bisa merasakan biji stetoskop yang dingin itu menempel pada tubuhnya. Sedikit meringis kala benda itu mengenai lukanya.
Setelahnya, dokter mengaitkan kembali kancing-kancing itu.
"Istirahat dulu, saya akan mengabari keluarga anda," ujar dokter.
Aykar tak merespon apapun. Dia hanya diam, menikmati kembali rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dokter meninggalkan ruangan. Aykar memutuskan untuk kembali tidur, berharap adiknya telah berada di sisinya saat ia membuka mata.
Beberapa lama kemudian, tampak seorang wanita paruh baya memasuki ruangan. Dia mendekat dan duduk di samping brankar, menunggu Aykar untuk bangun karena tidak ingin mengganggu istirahatnya.
Dia memperhatikan pemuda itu lamat-lamat. Raut wajahnya menyiratkan rasa lelah. Mungkin, lelah menahan sakit yang ia derita.
Lelah menahan tekanan yang ia terima. Lelah menahan beban berat di bahunya.Dia lelah bertahan.
Namun wanita itu yakin, walau lelah, pemuda itu tak kan menyerah. Bukankah itu yang selama ini ia lakukan?
Dia, pejuang kecilnya yang tangguh.
Dua jam telah berlalu, Aykar masih dalam tidurnya. Selama dua jam itu pula wanita itu sabar menunggunya dengan setia.
Dan hingga berapa lama, Aykar mulai menunjukkan tanda-tanda kesadaran. Jari-jarinya bergerak dengan pelan, si wanita langsung tersadar dari lamunan dan mendekatkan dirinya ke arah Aykar.
Aykar membuka matanya, mengedipkannya perlahan dan menatap lemah wanita di sampingnya ini.
Lah? Bukan Fareza? Dia siapa? Kenapa dia yang datang? Fareza di mana? Aykar meringis dan memegangi kepalanya. Berpikir sedikit cukup menyakitkan rupanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYKARLAND
RandomAykara Alfarizi adalah seorang detektif muda yang berbakat dan berpengalaman. Keahlian dan kecerdasannya dalam memecahkan kasus adalah hal yang tidak dapat diragukan lagi. Tak jarang ia dipanggil oleh aparat kepolisian dan ahli forensik dalam berbag...