Prolog

3.3K 331 19
                                    

Maaf sebelumnya, apabila ada salah ketik, salah tanda baca, atau penempatan huruf kapital, mohon ditandai. Saya mencoba untuk jadi lebih baik di sini, jadi bila kalian memberi masukan, kritik atau saran, saya sangat menghargai itu.

Terimakasih sebelumnya, selamat membaca!

-#-

"Sudah kuduga, alurnya gampang ditebak, huh," Keluh seorang pemuda sembari menutup novel itu.

Dia adalah Aykara Alfarizi, detektif muda yang berbakat dan berpengalaman. Keahlian dan kecerdasannya dalam memecahkan kasus adalah hal yang tidak dapat diragukan lagi. Tak jarang ia dipanggil oleh aparat kepolisian dan ahli forensik dalam berbagai penanganan kasus kejahatan. Di usianya yang terbilang muda, dia sudah berhadapan dengan kasus kejahatan di luar nalar, bahkan para mafia di dunia bawah, harus sangat berhati-hati padanya.

"Gampang ditebak? Yah ... itu menurut orang pinter kek lo, kalo orang gebleg kek gue mah ... udah pusing tujuh keliling mikirin jalan ceritanya. Tapi puas banget tau, pas penjahatnya terungkap. Walau tebakan gue salah semua sih ..." Respon yang terdengar merendah itu terlontar dari seorang pemuda yang menyetir di co-pilot.

Dia adalah Andara Alfareza, adik kembar Aykar sekaligus rekan kerjanya. Dia hanya membantu tugas Aykar, untuk kasus-kasus itu, Aykar lah yang menangani semuanya.

Dia lebih sering dipanggil Fareza daripada Andar. Berbeda dengan Abang kembarnya yang lebih dikenal dengan nama depannya yaitu Aykar. Ini karenanya mengenalkan diri kepada masyarakat sebagai Aykar, bukan nama kecilnya yaitu Farizi. Jadi, jangan heran jika Fareza akan memanggilnya dengan Farizi atau Rizi.

"Novel beralur pasaran yang dilebih-lebihkan. Konflik berantakan, plot twist dipaksakan, nggak ada bagus-bagusnya sama sekali. Bagusan kasus gue," Rutuk Aykar membuat Fareza terkekeh.

Saat ini, mereka berada di dalam mobil menuju sebuah gedung di sudut kota untuk memenuhi sebuah panggilan. Bukan panggilan kasus, melainkan dari seorang penjahat dunia bawah yang manginginkan pertemuan secara pribadi. Fareza menyetir dan Aykar duduk di kursi belakang. Dia menyandarkan kepalanya di kursi mobil, menghadap jendela dan menatap nanar langit mendung yang gelap. Mungkin, sebentar lagi, hujan akan turun.

'Gue udah cek prakiraan cuaca belum, ya?'

Aykar merasa matanya semakin memberat. Dia sebenarnya cukup lelah, jadi ia menutup matanya.

"Rizi," Panggil Fareza.

Aykar tidak menyahut, namun Fareza masih melanjutkan ucapannya.

"Lo nggak mungkin nggak nyangka, kalo ini jebakan, kan?"

Aykar masih belum merespon.

"Sebenernya, apa yang mereka mau?"

Pertanyaan terakhir, membuat Aykar membuka matanya kembali. Dia mulai menikmati pemandangan dari jendela mobil yang sedikit lecet itu.

"Apapun yang mereka mau, Gue nggak akan biarin mereka dapetin itu. Ya, gue tau itu jebakan, jadi gue panggil polisi buat nemenin kita."

"Gimana kalo mereka tau?"

"Ya, itu resikonya."

Aykar kembali memejamkan matanya. Mengendurkan otot-otot tubuhnya yang telah lama menegang, mengatur nafasnya agar teratur, dan merilekskan sejenak pikirannya yang benar-benar penuh.

Fareza melihatnya dari kaca spion dan tersenyum maklum. Abang kembarnya itu tak pernah punya waktu istirahat karena kesibukannya.

Mereka jarang sekali menghabiskan waktu bersama karena kesibukan mereka. Fareza seringkali merajuk pada abang kembarnya itu, karena tak pernah menepati janjinya untuk meluangkan waktu bersama. Tidakkah dia tahu, bahwa adik kembarnya ini merindukannya?

AYKARLANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang