7. Mansion Sanggara pt.5

1.7K 232 6
                                    

Maaf sebelumnya, apabila ada salah ketik, salah tanda baca, atau penempatan huruf kapital, mohon ditandai. Saya mencoba untuk jadi lebih baik di sini, jadi bila kalian memberi masukan, kritik, atau saran, saya sangat menghargai itu.

Terimakasih sebelumnya, selamat membaca!

-#-

Jam menunjukkan pukul sebelas siang. Arland sudah siap dengan rencananya hari ini, yaitu berkeliling mansion dan menghapal semua ruangan. Dia tidak mau tersesat seperti yang terakhir kali. Dan kali ini, dia mengajak Pak Wildan, bodyguard yang menjadi supirnya dalam perjalanan pulang kemari.

Seluruh anggota keluarga Sanggara telah pergi dengan urusan masing-masing. Menyisakan Arland dengan bodyguard dan pelayan yang bertugas.

Arland menganalisis setiap sudut mansion, menghapal lorong dan posisi pengawas tak berkedip. Bahkan, tata letak barang juga tak luput dari pengamatannya. Sangat teliti, seperti yang diharapkan dari detektif sejati.

Tangannya mencoret-coret buku catatan kecil dengan pensil, juga terdapat satu pulpen yang terselip di telinganya. Pak Wildan sendiri heran dengan tingkah Arland, sepertinya rumor tentang tuan muda ke empat yang kehilangan akal sehatnya adalah benar adanya. Namun, dia tetap menjelaskan seluk-beluk mansion yang ia tahu tanpa terlewat detail terkecil sekalipun. Kecuali ruangan-ruangan pribadi yang memang dilarang untuk dimasuki oleh sembarang orang.

Arland mendekat ke jendela, mengisyaratkan pada Pak Wildan agar melakukan hal yang sama.

"Apa mobil-mobil hitam itu memang diletakkan di sana?" Tanya Arland menunjuk mobil-mobil hitam yang terparkir di pinggir jalan dengan jarak beberapa meter.

"Saya kurang tahu, Tuan muda," Jawab Pak Wildan apa adanya.

"Apa ada masalah?" Tanya-nya was-was.

Arland menggeleng. "Nggak, cuman aneh aja." Tak bisa dipungkiri, dia sedikit curiga dengan mobil-mobil itu. Apalagi, jawaban Pak Wildan tadi menyiratkan, bahwa mereka bukanlah milik Sanggara. Masa bodoh, tidak ada kaitannya sama sekali dengan alur novel.

Arland menutup catatannya, setelah dirasa cukup dalam pengamatan yang ia lakukan. Kegiatan ini memakan waktu hingga sore hari, namun tidak ada tanda-tanda akan kepulangan anggota Sanggara yang lain.

Sekarang ini, Arland dan Pak Wildan duduk bersebelahan di meja makan untuk beristirahat. Tentu saja Arland yang menyuruhnya duduk, mana berani ia berinisiatif untuk duduk sendiri.

"Makasih, Pak Wildan. Saya jadi nggak takut kesesat sekarang. Hehe," Tutur Arland disertai kekehan ringan.

"Jangan sungkan, tuan muda. Saya senang anda menambah interaksi dengan orang lain," Sahut Pak Wildan. Dia jadi kelewat santai bersikap pada Arland sekarang, padahal mereka baru berinteraksi beberapa jam yang lalu.

Agak aneh, saat di awal Arland meminta membawanya berkeliling dengan alasan bahwa dia kehilangan sebagian ingatan.

"Tuan muda."

Arland menoleh pada Bu Rana yang memanggilnya. Tampak Bu Rana membawa nampan berisi makanan juga segelas air.

"Anda kan belum makan siang sama minum obat. Mending, diminum sekarang sebelum jam makan malam," Ujarnya lembut dengan penuh perhatian.

"Hehe, makasih, Ibu. Obat saya di kamar."

Bu Rana mengangguk mengerti. Ia meletakkan nampannya di hadapan Arland dan melangkah pergi mengambilkan obat tuan mudanya.

Arland melirik nampan itu tanpa minat. Dia tidak lapar, dan masih sangat penasaran dengan rasa pedas itu. Tapi untuk menolak, dia juga berpikir lebih dulu. Teringat ibunya di kehidupan sebelumnya, saat menyajikan makanan namun ayah dengan kasar menolaknya. Bisa dia ingat raut kecewa di wajah ibu dengan jelas. Dia tidak ingin menyakiti perasaan orang lain seperti ayahnya itu.

AYKARLANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang