Maaf sebelumnya, apabila ada salah ketik, salah tanda baca, atau penempatan huruf kapital, mohon ditandai. Saya mencoba untuk jadi lebih baik di sini, jadi bila kalian memberi masukan, kritik, atau saran, saya sangat menghargai itu.
Terimakasih sebelumnya, selamat membaca!
-#-
Dan satu hal yang hampir dia lupakan, sekolah.
Arland masih SMA, jadi dia harus pergi, namun tidak hari ini. Ada hal lain yang perlu dilakukan sebelum terjun dalam aksi, yaitu-
Tok
Tok
Tok
Arland mengalihkan pandangannya ke pintu. Siapa yang mengetuk pintu kamarnya sepagi ini? Bukankah jam sarapan masih lama?
Tak ayal, ia mendekat ke pintu dan membukanya.
Bu Rana, berdiri di sana dengan ekspresi khawatir. Tangannya menggenggam kuat kantong kresek berwarna hitam.
"Tuan muda, maaf mengganggu istirahat anda. Tentang obat yang anda minta semalam, baru dikirimkan pagi-pagi sekali. Karena saya khawatir apabila anda merasa sakit, saya langsung kemari untuk membawakannya."
Semalam, memang Arland meminta Bu Rana membawakannya stok anodyne. Sebenarnya, ia tak perlu meminumnya untuk saat ini, ia hanya ingin memilikinya untuk berjaga-jaga. Tidak menyangka jika Arland asli memiliki stoknya sendiri. Dan Bu Rana yang menerima permintaan itu, langsung salah mengartikan dengan Arland yang kembali merasakan sakit di lukanya.
Arland menerima kantong kresek tersebut.
"Tidak masalah. Saya juga udah nggak sakit lagi kok."
Bu Rana menghela nafas lega.
"Baiklah, kalo gitu, saya permisi." Wanita itu undur diri.
Arland kembali menutup pintu kamarnya. Berpikir untuk merendam diri dalam bak air panas sebelum turun ke lantai bawah untuk sarapan.
***
Beberapa menit kemudian, seluruh anggota keluarga Sanggara telah berkumpul di meja makan. Menunggu sarapan yang lezat untuk mengawali hari sibuk mereka. Bahkan Arland juga telah duduk manis di kursinya, dan karena kehadirannya lah yang mengundang keheningan di sana.
Arland duduk di antara Zein dan Arvand. Dia sendiri bingung, setelah apa yang terjadi, Arvand mau saja duduk di sampingnya. Apa dia tidak terlalu mempermasalahkan?
Ketika sarapan telah lengkap tersaji di atas meja, sang kepala keluarga mengawali acara makannya. Mereka fokus pada piring masing-masing, menikmati setiap kunyahan di mulut mereka dalam hening. Ini tidak seperti biasanya, yang sesekali diselingi dengan basa-basi membosankan, namun cukup untuk mencairkan suasana. Mungkin, karena kehadiran brengsek tak diinginkan yang membekukan suasana itu, benar-benar membuat mereka malas bersuara. Kali ini, tak ada suara yang terdengar selain dentingan alat makan yang mereka gunakan.
Mata Arland sedari tadi tak henti-hentinya menatap binar udang balado di hadapannya. Di kehidupannya dulu, Aykar tak pernah mengkonsumsi makanan pedas, karena penyakit lambung yang dideritanya. Tapi sekarang, ia telah berganti raga, jadi, bolehkah ia?
Arland mengulurkan tangannya untuk meraih masakan itu, namun sebuah tangan menepis gerakannya. Hingga sendok yang ia pegang, jatuh di atas meja kaca dengan suara dentingan yang keras.
Arland menoleh pada Arvand yang melakukannya. Mengerutkan kening dan menatapnya dengan penuh keluhan seolah mengatakan 'Apa-apaan sih?!'
Arvand meliriknya sekilas, seolah mengerti atas tatapan itu, lalu menghela nafas panjang.
"Lo alergi udang."
"Hah?!"
Arland cengo. Ngelag sejenak, sebelum akhirnya kembali fokus mengunyah dengan perasaan kesal. Kenapa saat ia mencari informasi Arland asli, tidak ada data yang menjelaskan tentang alergi?
Semua orang yang memperhatikan itu, hanya menyimpan kebingungan mereka. Apa Arland lupa dengan alerginya sendiri? Atau hanya mencari perhatian? Jenis caper apalagi itu?
Arvand meletakkan sendoknya, sengaja dengan keras agar mereka semua menatap ke arahnya. Dia berdiri, menatap datar Argantara.
"Berangkat."
Terdengar seperti perintah, namun sebenarnya hanya sebuah kalimat pamit berangkat sekolah yang diringkas. Sangat singkat, padat, tidak jelas. Sebenarnya, dia terlalu malas berbicara, jika dia tidak tahu sopan santun, dia akan melengos pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun.
Setelah mengatakannya, Arvand meninggalkan meja, membuat mereka harus menghela nafas sabar dalam menghadapi bungsu Sanggara yang kelewat dingin itu. Arsen mempercepat makannya, dan segera berlari menyusul adiknya.
"Arsen berangkat," pamitnya pada Arga.
Arland juga meletakkan sendoknya.
"Terimakasih, saya pamit." Arland bingung mengatakan apa, jadi dia berucap sekenanya.
Dia beranjak pergi, namun saat menaiki tangga ingin kembali, panggilan Bu Rana menghentikan langkahnya.
"Tuan muda."
Arland menoleh. "Ya?"
"Tuan Arga menanyakan, kapan anda akan berangkat ke sekolah?"
Arland mengangkat satu alisnya, lalu menoleh pada Argantara yang masih fokus pada sarapannya, tidak menatap ke arahnya sama sekali.
Arland mengangguk mengerti. Arga tidak sudi untuk bicara dengannya, karena itulah dia tidak menanyakannya langsung.
"Katakan padanya, sebelumnya maaf atas absen kelas itu. Saya akan berangkat sekolah mulai besok, berpikir, bahwa saya belum siap untuk berinteraksi dengan teman-teman dan guru, apalagi materi pelajaran itu."
Bu Rana mengangguk, walau sebenarnya, dia kurang paham dengan kalimat tuan mudanya itu, tapi dia juga tak punya hak untuk meminta penjelasan lebih lanjut.
Arland melanjutkan langkahnya. Bu Rana juga kembali ke meja makan untuk melaporkan jawaban atasannya.
Arga menghela nafas malas.
"Apa yang dikatakan dokter?" Arga bertanya dengan malas. Dia heran dengan tingkahnya sejak kemarin, bisa dibilang aneh untuk seorang Arland. Mulai berpikir, bahwa yang Arsen katakan memang benar adanya.
Bu Rana yang mendengarnya, sedikit mendongak untuk memastikan bahwa kalimat itu benar-benar terlontar dari tuannya. Apa dia mengkhawatirkan Arland? Tapi, setelah melirik wajah acuh Arga, dia jadi berubah pikiran. Dan setelah dipikir-pikir lagi, memang tidak mungkin.
"Kenapa diam?" Tanya Arga lagi. Benar-benar malas mengulang ucapan.
"Ah, Dokter bilang, Tuan muda mengalami amnesia, tapi dibantah oleh tuan muda yang mengaku, dia masih ingat identitasnya. Jadi ... mungkin saja, hanya sebagian ingatan yang hilang."
"Dan ... juga, Tuan muda sedikit bersikap aneh saat bangun dari komanya. Saya pikir karena hal itu," lanjutnya agak gugup.
"Dia gegar otak?" Pertanyaan ketus dari Darren.
"Tidak, tuan muda tidak diriwayatkan begitu," Jawab Bu Rana agak bingung. Sepertinya, tuan muda Arland benar-benar bersikap aneh, yang membuat keluarganya mengira bahwa dia sudah gila.
Darren hanya mengangguk, tapi dia percaya bahwa Arland sudah miring otaknya alias sinting.
"Pergi!" usir Arga.
Bu Rana sedikit membungkuk, sebelum akhirnya meninggalkan mereka.
-#-
Terimakasih sudah membaca!
![](https://img.wattpad.com/cover/370782125-288-k80817.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AYKARLAND
RandomAykara Alfarizi adalah seorang detektif muda yang berbakat dan berpengalaman. Keahlian dan kecerdasannya dalam memecahkan kasus adalah hal yang tidak dapat diragukan lagi. Tak jarang ia dipanggil oleh aparat kepolisian dan ahli forensik dalam berbag...