Maaf sebelumnya, apabila ada salah ketik, salah tanda baca, atau penempatan huruf kapital, mohon ditandai. Saya mencoba untuk jadi lebih baik di sini, jadi bila kalian memberi masukan, kritik, atau saran, saya sangat menghargai itu.
Terimakasih sebelumnya, selamat membaca!
-#-
"Tolong, bebaskan kami ..."
"Kami akan tutup mulut, tolong jangan bunuh kami ... Kami masih ingin hidup ..."
Arland memalingkan wajahnya. "Maaf ..." Ujarnya lirih, lalu melenggang pergi dengan langkah berat. Dia benar-benar tidak tega pada penganiayaan; jiwa kemanusiaan-nya serasa diinjak-injak.
...
Di sepanjang lorong, banyak sel tahanan dengan bunyi penyiksaan dan jeritan penuh penderitaan. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menulikan telinga, menundukkan pandangan agar tak menyaksikan penderitaan orang lain di sekelilingnya. Tapi tangisan seorang wanita berhasil membuatnya menghentikan langkah."Tolong ... Berhenti ... Saya minta maaf ..."
Arland menoleh pada sel di sebelahnya, lalu terbelalak. Terlihat seorang wanita yang penuh dengan luka, dan berlumuran darah. Bukan itu titik fokusnya, melainkan perutnya yang membesar. Arland menatapnya miris, bahkan ibu hamil sepertinya pun tidak lepas dari kekejaman mereka.
Arland merasakan sesak di dadanya, dia tidak sanggup melihat wanita itu. Dia menutup telinganya rapat-rapat agar tak mendengar rintihan dan isak tangisnya. Tak terasa, setetes air lolos dari matanya, dan seketika dadanya terasa nyeri, detak jantungnya berpacu, dia meremat kuat tempat organ sekepal tangannya itu.
Arland harusnya ingat, bahwa dia tidak boleh bersedih.
Dirogohnya saku jaket dan mengeluarkan anodyne, dan segera menelannya tanpa air. Dia merasa lebih baik, walau detak jantungnya masih tak beraturan. Menoleh pada salah satu bodyguard dan menyuruhnya untuk membuka sel milik si ibu hamil.
Awalnya bodyguard itu menolak, tapi karena Arland terus mendesak, dia tak punya pilihan selain menurutinya.
Sadar akan kehadiran orang lain, wanita itu mendongak. Lalu menangkap wujud seseorang yang ia kenal.
"Arvand ..."
Lalu dia jatuh tak sadarkan diri.
Arland tertegun mendengar gumaman itu. 'Dia Lania bukan, sih?'
Arland mengangkat tubuh Lania, dan membawanya ke rumah sakit. Dia harus bergegas, mengingat efek obatnya yang tidak akan bertahan lama.
***
Pukul 02.49, Dhanurendra Hospital
Entah bagaimana cara Arland membawanya ke sini, tapi dia pastikan tak ada satupun keluarga nya yang tahu. Beberapa menit yang lalu, Lania telah mendapatkan penanganan dengan baik, dan kini ia terbaring lemas di brankar. Tampak belum sadarkan diri, tapi jauh lebih baik dari sebelumnya.Arland berdiri di samping brankar, dan Dokter Aslan berada di sisinya. Kelopak mata Lania perlahan terbuka, mengedarkan pandangan dengan lemah, lalu terhenti pada sosok pemuda yang menyelamatkannya.
"Arvand ..." Cicitnya lirih.
Yang dipanggil menggeleng. "Arland," Ucapnya menginterupsi.
"Arland ..."
"Aku masih hidup ..."
Arland hanya menatapnya datar.
"Kamu ... Nolong aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AYKARLAND
RandomAykara Alfarizi adalah seorang detektif muda yang berbakat dan berpengalaman. Keahlian dan kecerdasannya dalam memecahkan kasus adalah hal yang tidak dapat diragukan lagi. Tak jarang ia dipanggil oleh aparat kepolisian dan ahli forensik dalam berbag...