2. Rumah Sakit pt.2

1.9K 235 6
                                    

Maaf sebelumnya, apabila ada salah ketik, salah tanda baca, atau penempatan huruf kapital, mohon ditandai. Saya mencoba untuk jadi lebih baik di sini, jadi bila kalian memberi masukan, kritik, atau saran, saya sangat menghargai itu.

Terimakasih sebelumnya, selamat membaca!

-#-

Sudah terhitung dua hari, sejak Arland bangun dari komanya. Selama dua hari itu pula dia hanya gelangsuran di brankar tanpa niat beranjak sedikitpun (kecuali ke kamar mandi).

Bukan karena lemas tak berdaya, dia justru merasa kelebihan energi. (Arland sendiri juga heran, bukankah seseorang yang bangun dari koma umumnya merasa lemas?) Hanya saja dokter melarangnya bergerak terlalu banyak, katanya sih, untuk mempercepat pemulihan lukanya.

Biar bagaimanapun, dia merasa bosan. Jadi dia berniat kabur kali ini. Bukan untuk pergi, dia hanya akan berjalan-jalan di sekitar rumah sakit untuk menghilangkan rasa jenuh.

Dan sekaranglah saatnya.

Arland menyusuri lorong, melangkah pelan dengan memegangi tiang infusnya. Tidak banyak orang di sana, mengingat tempat itu adalah lantai khusus bagi pasien VVIP. Tampak beberapa orang asing dan perawat berlalu lalang. Arland mengamati mereka semua.

Matanya tertuju pada seorang wanita yang duduk di kursi tunggu, mendekap bayinya yang menangis, namun wanita itu tak berniat menenangkannya. Dia justru memandang lantai dengan tatapan kosong, berlarut dalam pikirannya sendiri.

Arland menghampirinya, melambaikan tangannya di depan wajah si wanita. Dia tersadar dari lamunan, beralih menatap pemuda itu.

"Bayinya nangis, Bu. Kasihan ..." Arland berjongkok di hadapannya. Sedikit menahan ringisan saat melakukannya. "Ayo, adek, ikut sama Abang."

Wanita itu menoleh pada Arland. "Dia udah nangis dari tadi, nggak mau berhenti."

Arland tersenyum. "Saya coba dulu, boleh kan Bu?" Wanita itu mengangguk dan memberikan bayinya pada Arland.

Arland perlahan bangkit berdiri, mengayunkan gendongannya ke kanan dan kiri. Suaranya mengalun merdu, melagukan nada-nada yang syahdu. Dan hal itu sukses mengantar si bayi mungil menuju tidurnya yang lelap.

"Bayinya sakit apa, Bu?"

"Diare," jawabnya sedih.

Arland hanya mengangguk pelan.

Setelah yakin bahwa bayi benar-benar tertidur, Arland beralih menatap sang ibu. "Apa ada masalah, Bu? Kenapa melamun?"

Seketika, wanita itu menangis. Terdengar jelas perasaannya yang hancur. "Suami saya ... selingkuh ..." katanya parau dengan deraian air mata.

Arland duduk di samping si wanita. Menepuk pelan pundaknya, berusaha menyalurkan ketenangan dan rasa aman. Membiarkannya menceritakan semua keluh kesahnya.

"Padahal, kami udah bersama bertahun-tahun ... tapi ... dia tega khianatin saya ... bahkan, saat anak pertama kami baru enam bulan ..."

Arland turut prihatin mendengarnya. Dalam hati, ia mengumpati bajingan yang telah menduakan wanita ini.

"Ibu yang kuat, ya ... Saya nggak dapat berbuat banyak, tapi saya yakin, apa yang terjadi itu kehendak Tuhan, dan Tuhan tau apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Tuhan tau anda kuat, anda bisa melalui ini, dan saya yakin itu," Tuturnya halus, mencoba menumbuhkan semangat.

Senyum lembut itu terukir indah di bibirnya. Dirinya bukan penasehat, tidak tahu harus menanggapi bagaimana, jadi dia berbicara seadanya. Dan sedikit berhati-hati, kalau-kalau ada ucapannya yang salah kata dan lebih menyakitinya.

AYKARLANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang