Maaf sebelumnya, apabila ada salah ketik, salah tanda baca, atau penempatan huruf kapital, mohon ditandai. Saya mencoba untuk jadi lebih baik di sini, jadi bila kalian memberi masukan, kritik, atau saran, saya sangat menghargai itu.
Terimakasih sebelumnya, selamat membaca!
-#-
'Gimana kalo Pak Wildan juga salah satu bodyguard yang mati? Gue nggak rela!'
...
Wildan terbelalak begitu menyaksikan beberapa boduguard yang tergeletak tak bernyawa. Firasatnya benar-benar tidak bagus, dan menyadari bahwa dia juga sedang diawasi.
"Pak Wildan!"
"Tuan muda? Kenapa nyusul?"
Arland terengah-engah begitu sampai dihadapan Wildan. Syukurlah, pria itu baik-baik saja, pikirnya.
Arland mengeluarkan revolver nya, lalu mengedarkan pandangan. Menyadari akan kehadiran seseorang di kegelapan.
"Jangan sendirian," Ucap Arland santai, menodongkan senjatanya ke semak-semak.
Dor
Erangan kesakitan terdengar memekakkan telinga. Siluet seorang pria ambruk ke tanah. Mereka menghampirinya, menarik kaki pria itu hingga menampakkan seluruh tubuhnya. Ia memakai pakaian hitam dan masker di wajah, benar-benar tertutup dan mencurigakan.
Wildan mengunci pergerakannya, sedangkan Arland mulai mengintrogasinya.
Arland melepas maskernya, mengamati wajah asing itu dengan seksama. Menulikan telinga saat pria itu merintih dan memohon untuk dilepaskan.
"Siapa?" Tanya Arland, sembari melucuti jaket dan isi saku pria itu.
"S-saya cuma disuruh—saya nggak tau apa-apa ..."
Selain pistol, Arland menemukan peluru, dompet dan handphone.
Ia membuka dompet itu untuk mencari kartu identitas pemiliknya. Dengan cepat dan teliti, Arland menganalisis data tersebut, lalu menyimpan kartu itu kembali dan mengantonginya.
"Siapa yang nyuruh?" Nada bicara Arland seperti orang tua yang membujuk anaknya untuk jujur.
Pria itu hanya menggeleng, enggan menjawab. Teringat pada ancaman yang dilontarkan pesuruhnya.
Arland menghela napas sabar.
"Jangan—"
Ucapan Arland terhenti begitu mendengar suara berisik dari arah lain. Sekilas menoleh, lalu kembali pada si pria asing.
"Kamu nggak sendiri?"
Pria itu menegang, tidak menyahut apapun. Walau begitu Arland mengerti, dia pernah belajar trik psikologi untuk introgasi di kehidupan sebelumnya. Lekas berlari ia menuju sumber suara, dan mendapati salah satu kaca jendela mansion yang pecah. Sekilas melihat siluet seseorang dari dalam sana.
"Berhenti di sana!"
Segera ia menyusul masuk, dan sejurus kemudian, terjadilah adegan kejar-kejaran antara dirinya dengan si penyusup.
Si penyusup berlari ke tangga dan naik ke lantai dua, naas baginya, Arland sudah menyambut sesampainya di sana. Tidak ingin menyerah, ia menodongkan pistol, dengan reflek cepat Arland menghindar. Lalu mengejar lagi, ketika penyusup menukik di lorong, Arland yang sudah hafal jalan pun berbalik, berniat mencegatnya dari lain arah. Sejurus kemudian, penyusup sudah dibekuk olehnya.
Entah sejak kapan penghuni kediaman terbangun, dan kini mereka sedang berada di ruang bawah tanah, mengintrogasi dua penyusup yang dengan mudah berhasil diringkus.
Arland memeriksa arlojinya, pukul 01.46, ia tidak yakin apakah Arvand sedang dalam perjalanan pulang atau belum sama sekali. Beralih pada Arga yang sedang menanyai kedua penyusup, sesekali melontarkan ancaman agar mereka bersuara. Arland mengingat-ingat alur novel, seingatnya hanya ada satu penyusup yang ditangkap oleh Arvand, itupun di dalam mansion. Sedangkan sekarang mereka ada dua, dan ditangkap lebih awal dari yang seharusnya.
Dia memikirkan dampak dari hal ini, seharusnya itu bukan masalah besar. Arland tidak berniat untuk merubah alur novel, ia hanya ingin menyelamatkan Wildan. Menurutnya, tidak adil jika orang sebaik Wildan mati begitu saja. Di kehidupan sebelumnya, Aykar memang seorang detektif dengan rasa kemanusiaan yang tinggi.
Sejak awal, Zein memperhatikan Arland. Merasa aneh dengannya yang tampak berpikir keras. Dia cukup terkejut saat mengetahui bahwa Arland menangkap penyusup itu dengan tangannya sendiri. Setahunya Arland tidak cukup baik dalam bela diri, mengingat pelatihan yang pernah mereka lakukan.
Merasa diperhatikan, Arland menoleh padanya, dan mengangkat satu alisnya seolah berkata 'Ngapain liatin gue?'. Zein memalingkan muka, membuat Arland mengangkat bahunya acuh.
"S-saya nggak tau dia siapa, dia nggak ngasih tau namanya!"
"Yang s-saya tau, dia mau binasain kalian! Dia nggak ngasih tau alasannya, kami cuma nerima bayaran ..."
Viana menoleh pada suaminya, "Kayanya dia bukan orang penting, kalaupun orangnya berbahaya, dia nggak akan nyuruh preman jalanan buat masuk ke sini."
Arga mengangguk, dia juga berpikir demikian. Namun Arland tidak begitu, dia masih ingat yang mengirim mereka. Tuan Agnibrata—salah satu saingan Sanggara— menyuruh preman kacung kampret untuk memasuki kediaman Sanggara. Hanya ingin mengetes tingkat keamanan mansion itu, lebih tepatnya, dia sengaja mengirim mereka untuk ditangkap. Dia tidak mau menggunakan bawahannya hanya untuk hal semacam itu, dia belum berniat untuk membinasakan Sanggara saat ini.
Tadinya, Arland mengira mereka adalah orang yang sama dengan yang ditemuinya di rumah sakit. Tapi mengingat tujuan mereka, dia jadi berubah pikiran.
Arga mencambuki mereka berulang kali, tidak peduli pada piyamanya yang penuh bercak darah. Arland memalingkan wajahnya, tidak sanggup melihat penyiksaan secara langsung, dan itu tidak luput dari perhatian Zein.
"Katakan, atau kalian mau mati?!!" Bentak Arga emosi.
"K-kami bener-bener nggak tau ..."
"Kalo gitu jelasin ciri-cirinya!"Semuanya menoleh pada Arland yang bersuara. Pemuda itu jengah pada Arga yang ngotot menanyakan siapa yang mengirim kedua penysup itu, padahal mereka sudah bilang tidak tahu. Dan tidak ada satupun yang menanyakan ciri-cirinya, membuat Arland geram sendiri. Sebenarnya, dia tidak perlu bertanya lagi karena sudah mengetahui siapa pelakunya, dia melakukan itu hanya karena jengah dengan pikiran tumpul keluarganya.
"D-dia laki-laki, b-badannya tinggi besar terus pake batu akik warna ungu. D-dia juga punya banyak bawahan ..."
Arga melemparkan cambuknya ke sembarang arah. Lalu mengusap kasar wajahnya, dan berpikir sejenak. Batu akik?
Dia menoleh pada istrinya, "Agnibrata?"
"Tuan Agnibrata ngirim preman jalanan buat nyusup ke mansion? Bukannya dia punya banyak bawahan?" Darren terlihat speechless.
Arland tertegun. Di novel, mereka seharusnya tidak tahu tentang orang dibalik penyusupan ini. Apa Arland telah melakukan kesalahan? Tapi dia yakin, harusnya tidak akan sangat berdampak, bukan?
Arga berbalik pada bodyguardnya, "Tahan mereka, terserah kalian mau melakukan apapun. Saya tidak peduli."
Arland tersentak, "Kenapa tidak dibebaskan?!"
Semuanya menoleh, memandangnya aneh.
"Kenapa begitu?" Dingin Arga.
Lalu mereka semua pergi dari ruang bawah tanah, menyisakan Arland yang tengah berkecamuk dengan pikirannya sendiri.
"Tolong, bebaskan kami ...""Kami akan tutup mulut, tolong jangan bunuh kami ... Kami masih ingin hidup ..."
Arland memalingkan wajahnya. "Maaf ..." Ujarnya lirih, lalu melenggang pergi dengan langkah berat. Dia benar-benar tidak tega pada penganiayaan; jiwa kemanusiaan-nya serasa diinjak-injak.
-#-Terimakasih sudah membaca!
KAMU SEDANG MEMBACA
AYKARLAND
عشوائيAykara Alfarizi adalah seorang detektif muda yang berbakat dan berpengalaman. Keahlian dan kecerdasannya dalam memecahkan kasus adalah hal yang tidak dapat diragukan lagi. Tak jarang ia dipanggil oleh aparat kepolisian dan ahli forensik dalam berbag...