"El, kemari." Sepulang sekolah, El yang baru saja melepas pegangan pintu dari tangannya, ia langsung disambut oleh ayahnya, William.Lelaki yang masih memakai seragam sekolah dan tas berwarna hitam yang masih berada di punggungnya itu, langsung menyimpulkan bahwa Ayahnya sudah tau akan kesalahannya.
"I-iya, yah? Kenapa?" tanya El terbata-bata.
"Pulang sendirian? Edgard sama Elaina ke mana?" William yang tengah duduk di kursi sembari membaca koran, sontak melirik ke arah putranya yang pulang sendirian saja.
"Bang Edgard ada rapat OSIS. Lalu, Elaina ada tugas kelompok di rumah temannya," jawab lelaki yang masih memakai seragam sekolah itu.
"Yasudah, kamu ganti baju dulu sana, terus jangan lupa beresin rumah" ujar William yang menatap malas putranya.
El tak menjawab, ia langsung pergi ke lantai dua untuk menuju ke kamarnya lalu mandi dan mengganti pakaiannya.
Tak lama kemudian, ia berjalan menuruni tangga untuk mengambil peralatan kebersihan yang berada di dalam gudang.
"Loh? Sudah di gudang? Nggak sekalian?"
El dikejutkan dengan suara pria yang berada dibelakangnya ketika ia telah memasuki gudang."Se-sekalian, maksud Ayah?" El sontak membalikkan badannya lalu bertanya dengan terbata-bata, kepalanya menduduk, matanya menatap kosong ke arah lantai ruangan itu.
Ayahnya tak menjawab, pria itu berjalan mendekati putranya. Lalu, jari jemarinya mendongakkan kepala El tepat ke arah wajah milik James.
"Bukankah nilai kamu SANGAT MENGECEWAKAN?" Dengan tatapan sinis, William menyindir dan menekan kalimatnya di akhir .
"Ma-maaf, ayah... tapi, nilai El di kelas paling tinggi kok," ucap El tengah membela dirinya.
"Tinggi? 95 itu tinggi ya, El?"
Belum sempat El menjawab, tubuhnya langsung mendapatkan satu pukulan di punggungnya menggunakan tongkat pemukul bola kasti. Sakit, tapi ia merasa sudah terbiasa.
"Sini! Ikut ayah!" William langsung menarik paksa lengan putranya menuju ke dalam kamar mandi.
"A-ayah, maaf." bibirnya terasa bergetar, rasa takutnya semakin menggebu-gebu di dalam dirinya.
"Biar nggak ada kata maaf yang keluar dari mulut kamu, anak gantengnya ayah." William menyeringai, ia menatap tak senang wajah putranya yang mengekspresikan penyesalan.
William melepaskan El sebentar. Kemudian, ia kembali setelah mengunci bilik kamar mandi itu lalu ia memegang kepala putranya dengan kuat.
"Ayah... El mohon, jangan, jangan lakuin itu, El minta maaf, ayah.. maafin el," pinta El penuh harapan.
William tak menghiraukan anaknya yang tengah memohon-mohon, ia langsung memasukkan tangannya bersamaan dengan kepala milik El yang tengah dipegangnya ke dalam bak kamar mandi.
Berkali-kali William memasukkan kepala El ke dalam bak mandi, selama kurang lebih 15 detik setiap kali ia memasukkannya.
Ruangan itu menjadi terdengar sangat menggema dan dipenuhi oleh suara permohonan El, supaya sang Ayah mau memberinya ampunan.
William semakin kegirangan ketika melihat raut wajah anak tirinya itu tersiksa habis-habisan. Namun, kesenangan William hanya terasa 15 menit saja.
"Ayah? Ayah di mana? ina pulang, ayaah?" terdengar suara wanita, yang ternyata dia adalah Elaina, adik Elgard.
Elaina berjalan menyusuri rumahnya untuk mencari sang Ayah, William yang mendengarnya merasa sangat kesal. Ia pun melepaskan El dan memintanya untuk segera membereskan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELGARD
Teen Fiction⚠️⚠️Dilarang plagiat⚠️⚠️ Di dalam sebuah rumah yang cukup megah, ada seorang anak lelaki berusia 18 tahun. Dahulunya, ia memiliki keluarga yang saling menyayangi satu sama lain dan memberikan kehangatan dalam setiap hubungan mereka. Namun, kebahagi...