Elgard terus menatap ponselnya, berusaha memahami pesan-pesan yang baru saja masuk. Pesan terakhir dari nomor asing itu benar-benar mengganggu pikirannya. Di layar ponselnya, ada tautan lokasi yang seolah mengundangnya untuk datang.
"Aneh banget... siapa orang ini?" pikirnya, sembari terus memerhatikan layar ponsel. Tangan kanannya sedikit gemetar saat ia menyentuh lokasi tersebut. Di sebelahnya, Edgard memperhatikan dengan cermat.
"El, siapa yang nge-chat lo terus-terusan? Lo kayak lagi fokus banget," tanya Edgard, dengan nada cemas.
Elgard hanya menelan ludah, berusaha menutupi keraguannya. "Nggak tahu, Bang. Nih, ada orang nggak dikenal nge-chat gue kayak ngajak ketemuan, gitu. Gak jelas banget. Pertamanya ngucapin cepat sembuh, tapi... gue ngerasa ada yang aneh."
Edgard mengernyit, mengulurkan tangan seolah meminta untuk melihat ponsel Elgard. "Coba kasih lihat ke gue."
Elgard menyerahkan ponselnya tanpa ragu. Edgard memeriksa pesan tersebut dengan alis yang terus berkerut.
"Mending nggak usah diladenin, El. Kalau dia bener-bener butuh atau penting, pasti dia bilang siapa dia. Ini bisa aja cuma orang iseng," katanya tegas.
Elgard mengangguk pelan, berusaha mengabaikan pesan itu, tetapi hatinya belum benar-benar tenang. Sebuah perasaan tak nyaman seolah terus menghantui, seperti ada sesuatu yang lebih besar di balik pesan-pesan ini. Elgard memejamkan mata sejenak, mencoba mengabaikan rasa penasaran yang perlahan berubah menjadi rasa takut yang tak terjelaskan.
***
Malamnya
Elgard duduk di sudut kamarnya, menatap layar ponsel yang kini ia letakkan di sampingnya. Setelah percakapan dengan Edgard, ia memang berusaha melupakan semua pesan itu, tetapi entah kenapa, ponselnya terasa seperti memanggil-manggil, menuntut perhatian lebih.
Hingga akhirnya...
Ting!Suara notifikasi kembali membuat jantung Elgard berdebar. Ia menoleh dan melihat pesan dari nomor yang sama. Dengan sedikit ragu, ia meraih ponselnya dan membaca pesan baru itu.
+62×××
Kenapa nggak dibales? Takut? Atau... udah nggak inget sama aku?
Elgard menggigit bibirnya, berusaha keras untuk tidak termakan oleh provokasi tersebut. Namun, jemarinya bergerak mengetik.Elgard:
Lo siapa? Udah ngirim pesan nggak jelas identitasnya, terus malah ngeledek gue?Tak lama setelah ia mengirim pesan itu, balasan pun datang.
+62×××
Ah, jadi kamu bener-bener lupa sama aku? Padahal... kita udah pernah saling kenal, El. Apa nggak ada sedikit pun rasa penasaran?Ada sesuatu dalam kata-kata itu yang membuat Elgard merasa tidak nyaman. Ingatannya berputar, mencoba mencari-cari sosok siapa yang mungkin bisa mengirimkan pesan aneh seperti ini. Namun, yang ia ingat hanyalah orang-orang terdekatnya: Evan, Valent, Rico dan beberapa teman di sekolah. Tidak ada yang se-misterius ini.
Lagi-lagi, ia mencoba bertanya, menegaskan kembali pertanyaan yang sudah ia tanyakan.
Elgard:
Lo cuma isengin gue, ya? Kalau iya, gue blokir lo sekarang.Namun, sebelum sempat menunggu jawaban, Elgard mendapatkan pesan lain.
+62×××
Aku tunggu di tempat biasa. Lo ingat, kan?Tempat biasa? Pikiran Elgard tiba-tiba melayang pada sebuah kenangan lama. Dulu, ketika ia masih kecil, ada sebuah taman kecil di belakang sekolah dasar tempat ia dan teman-temannya sering bermain. Ia dan... seseorang... sering bermain di sana, tetapi ia tak bisa mengingat siapa orang itu.
"Tempat biasa... taman belakang SD?" gumam Elgard pelan.
Rasa penasaran semakin kuat menghantuinya. Ia ingin mengabaikannya, tetapi hati kecilnya terus menuntut jawaban. Ia mengirim satu pesan terakhir dengan tangan yang mulai gemetar.
Elgard:
Taman belakang SD? Kalau lo bener-bener kenal gue, buktikan.Tak lama, balasan itu muncul di layar.
+62×××
"Ya, taman belakang SD. Aku akan menunggu."Elgard tertegun. Rasa penasaran dan kekhawatiran bercampur menjadi satu, hingga akhirnya ia mengambil keputusan untuk mencari tahu.
Di Taman Malam Itu
Elgard berdiri di tengah taman yang sepi. Hanya ada lampu jalan yang menerangi sedikit bagian dari taman itu, memberikan kesan seram yang tak bisa diabaikan. Ia melihat sekeliling, berharap ada seseorang yang dikenal.
"Halo?" panggilnya dengan suara pelan.
Sunyi. Tak ada jawaban.
Namun, tiba-tiba, dari balik pohon besar di pojok taman, muncul sosok seseorang. Seorang perempuan dengan jaket abu-abu dan topi yang menutupi sebagian besar wajahnya.
Jantung Elgard berdebar kencang saat perempuan itu berjalan mendekat.
"Elgard... akhirnya kamu datang juga," ujar perempuan itu dengan suara pelan, tetapi terdengar sangat familiar di telinganya.
Elgard mencoba memperhatikan wajah perempuan itu lebih jelas, tapi bayangannya tetap kabur di balik cahaya remang-remang.
"Kamu siapa?" tanya Elgard dengan suara bergetar.
Perempuan itu menghela napas, seolah menahan emosi yang tak terkatakan. "Aku orang yang selalu ada di hidup kamu, tapi kamu memilih untuk melupakan aku, El."
Elgard menatapnya penuh kebingungan, namun tiba-tiba ingatan samar kembali muncul di benaknya. Taman ini, perempuan itu... sebuah nama perlahan-lahan melintas di pikirannya.
"Luna?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ELGARD
Teen Fiction⚠️⚠️Dilarang plagiat⚠️⚠️ Di dalam sebuah rumah yang cukup megah, ada seorang anak lelaki berusia 18 tahun. Dahulunya, ia memiliki keluarga yang saling menyayangi satu sama lain dan memberikan kehangatan dalam setiap hubungan mereka. Namun, kebahagi...