14. Hadiah Dari Sang Bidadari

104 40 113
                                    

"Berlawanan sama orang tua itu berat, ngelawan sedikit dianggap durhaka.
Tapi, nggak ngelawan kita yang menderita."

**

"Jadi, gimana? Setelah kita bawa lo masuk, apa lagi yang terjadi di mimpi lo, el?" lanjut Evan setelah foto bersama.

El diam sejenak, ia menarik napas dalam-dalam dan hembuskan perlahan.

"Seinget gue.... gak lama dari kita ngobrol di ruangan ini, dokter manggil antara kita trus di kasih kabar itu." Tak disadari, air mata El hampir terjatuh, ia langsung mengedipkan mata agar tak terlihat jika dirinya tengah bersedih.

"Jadi gitu, ya. Yaudah, sekarang lo istirahat aja dulu, kalau udah sembuh kita ke markas lagi buat syukuran karena lo udah siuman." Evan menjawab dengan senyuman ramah di wajahnya.

"Oh ya, Ed, kemarin katanya lo ada lomba di luar kota? Gimana hasilnya?" Tanya El dengan menghadapkan wajahnya ke arah Edgard.

"Lo tau dari mana kalau gue ada lomba di luar kota? By the way, lo ga sopan lagi ya manggil gue ed-ed" ucap Edgard dengan menyipitkan mata.

"Hasilnya baik kok, tim gue dapet juara umum 1," lanjutnya.

El meringis, lalu menjawab. "Berati masuk ke mimpi gue juga bang, soalnya waktu itu Evan dapet telpon dari lo, katanya lo lagi ada di luar kota ada lomba voli," jelasnya.

Edgard mengangguk paham. Namun, pertanyaan konyol Valent kembali bersuara.

"Jangan-jangan... Lo nggak mimpi, tapi arwah lo lepas trus dateng ke sini buat lihat kondisi, hih sereemm," ucap Valent dengan sorot mata serius di ikuti dengan kedua tangannya yang mengusap-usap badannya.

Naren yang mendengarnya langsung menarik lengan Valent dan mengusapkan tangannya, bergerak dari atas ke bawah lalu menurunkannya seperti membuang sesuatu dari wajah Valent.

"Heh, lo kalau mikir jangan aneh-aneh dodol, ada-ada aja lo mikirnya," umpat Naren.

Valent hanya meringis lalu memberikan sekotak teh dingin pada Naren.

"Nih, ren. Jangan ngusap wajah mahal gue, ya. Lain kali. Mahal soalnya," lanjutnya.

Naren menggelengkan kepalanya karena sudah tak paham lagi dengan makhluk abnormal satu ini. Tiba-tiba, dokter datang menghampiri mereka untuk memeriksa kondisi El.

"Permisi, boleh kalian keluar sebentar? Saya akan memeriksa kondisi pasien terlebih dahulu."

Teman-teman el mengangguk paham, lalu bergegas keluar dari ruangan.

***

"El, kata dokter, lo udah bisa pulang besok sore," ucap Edgard yang datang dengan kabar gembira.

"Behh, akhirnya bangku gue enggak se-suram beberapa hari terakhir," umpat Rico.

Evan yang mendengarnya langsung menatap sinis ke arah Rico. "Jadi, lo selama ini gak ikhlas nemenin gue duduk sebangku?"

"I-i-ikhlas kok, hehe, iya, i-ikhlas."

"Udah fiks, lo kangen duduk sama gue kan, co?" Valent bertanya dengan penuh percaya diri.

Evan mati-matian menahan tawa. Sedangkan Naren dan Edgard yang mendengarnya, justru tertawa lepas tanpa ada rem.

"Huekk, ogah! Kalau bisa milih juga mending duduk sama El, lebih tentram," balas Rico dengan penuh pembelaan.

ELGARD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang