"Delapan belas tahun.... Akhirnya gue bisa ngerasain hidup yang bener-bener hidup."
**
Pagi hari telah tiba.
Sinar matahari mulai menyusup melalui celah-celah bangunan, memantulkan warna keemasan pada jalanan yang basah oleh embun semalam. Elgard terus melangkah tanpa arah, hingga akhirnya berhenti di depan sebuah kos-kosan sederhana dengan papan bertuliskan "Kamar Disewakan". Fasilitasnya lengkap, dan harganya masih terjangkau.“Totalnya 200.000 saja dulu, Nak. Ini kuncinya,” ujar ibu kos sambil menyodorkan kunci kamar. “Oh iya, jangan lupa beristirahat. Ibu lihat, matamu ada lingkaran hitamnya. Kamu kurang tidur, ya?”
“Serius, Bu? Makasih banyak.” Elgard menerima kunci itu sambil tersenyum tipis.
Kamar kos itu sederhana. Hanya ada satu kasur kecil di sudut ruangan, meja belajar reyot, lemari kecil dan kipas angin dan sebuah kamar mandi yang terhubung dengan kamarnya. Tapi bagi Elgard, tempat ini lebih dari cukup—lebih baik daripada tidur di jalanan.
Di kamarnya, Elgard langsung merebahkan tubuhnya di kasur yang terasa empuk dibandingkan lantai dingin tempat ia biasa tidur beberapa hari terakhir. Namun, rasa lelah di tubuhnya tak mampu mengalahkan kerumitan pikirannya.
Kerja di mana ya? pikirnya. Lulus SMA aja belum, cari kerja pasti susah.Ia menghela napas panjang, mencoba memejamkan mata meski rasa perih dari bekas luka cambukan di punggungnya masih menyengat. Belum lagi kenangan pahit tentang kebakaran yang menimpa sebagian keluarganya beberapa minggu lalu.
Sungguh, dia hanya ingin beristirahat.
Entah berapa lama ia tenggelam dalam pikirannya, hingga tanpa sadar terlelap. Tapi, tidurnya tak berlangsung lama. Ponselnya bergetar di meja kecil sebelah tempat tidur. Nama "Evan" muncul jelas di layar.
“Elgard meraih ponsel itu dengan malas, mengucek matanya yang masih berat. “Hah, Evan?” gumamnya, lalu menggeser tombol hijau.
“Halo, Van. Kenapa?” tanyanya dengan suara serak.
“Lo lagi di mana, El?” Evan langsung menanyakan keberadaan Elgard.
“Lagi di bumi, kenapa? Kalau cuma basa-basi, gue mau tidur lagi.”
“Lo nggak ke markas sama anak-anak?”
“Duluan aja. Gue nyusul kalau sempat,” jawab Elgard singkat sebelum menutup telepon tanpa menunggu jawaban.
***
Di tempat lain, Evan menghempaskan tubuhnya ke sofa di markas mereka."Jadi gimana, van? Dia lagi di mana?" Tanya Rico.
"Ga ada jawaban dari dia. Tapi, dia bilang kalau dia mau istirahat. Berati, dia nggak di sembarang tempat, alias udah punya tempat untuk istirahat lagi." Jelas Evan."Masa iya, dia bikin rumah pohon yang di impikan dari kecil itu?" Valent menyahut sembarangan, mencoba mencairkan suasana.
"Pea, kalau itu ga mungkin lah bisa jadi dalam semalam. Apalagi dengan kondisi tubuhnya yang bener-bener nggak baik." Tukas Rico.
"Masuk akal. Ada kemungkinan dia pergi ke kos-an." Ujar Evan
"Mau cari dia lagi? Sumpah bikin encok!" Valent menggerutu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELGARD
Novela Juvenil⚠️⚠️Dilarang plagiat⚠️⚠️ Di dalam sebuah rumah yang cukup megah, ada seorang anak lelaki berusia 18 tahun. Dahulunya, ia memiliki keluarga yang saling menyayangi satu sama lain dan memberikan kehangatan dalam setiap hubungan mereka. Namun, kebahagi...