"Lo beneran udah gakpapa, kan?"Andara yang baru saja ingin turun dari mobil Hanin pun menatap wanita di depannya ini dengan aneh. Bukannya menjawab, Andara malah tertawa terbahak-bahak.
Menatap Andara dengan kesal, Hanin pun langsung melayangkan pukulan pada wanita itu. "Gue tanya baik-baik ya, lo udah gakpapa?"
Andara mengusap sudut matanya yang berair akibat tertawa, lalu menggeleng. "Gue gakpapa, heran aja lo segitunya tau gue sakit perut."
Hanin memutar bola matanya malas. "Gue tau ya Dar, lo kalau sakit perut udah kayak orang mau mati. Terakhir gue denger lo sakit perut, gue langsung lari ke kos lama lo, disana lo udah keringat dingin ke orang mau mati."
Andara menggeleng sambil tersenyum. "Gue udah gakpapa, Nin. Mereka urus gue dengan baik. Dah ya makasih tumpangannya beb ku."
Hanin hanya menggeleng melihat tingkat sahabatnya yang langsung berlari masuk ke kos-annya. Sebelum melajukan kembali mobilnya, dia menatap pada jam tangannya, 16.45.
"Jam segini biasanya Danu baru pulang, kok belum nongol ya? Apa dia udah masuk?"
Tin
Tin
Panjang umur. Dengan senyum merekah, tanpa Ba Bi Bu Hanin langsung turun dari mobilnya untuk keluar menghampiri motor Danu yang berhenti di depan mobilnya.
Hanin berdiri di samping motor Danu sambil menunggu Danunya melepas helmnya. Senyuman manis langsung melayang dari Danu untuk Hanin.
"Hai, Nin."
Hanin tersenyum. "Hai, Dan. Baru pulang?"
Danu terkekeh. "Ya jelas, bukannya lo udah hafal yang jadwal gue pulang? Kita pisah belum ada empat bulan loh."
-:-
Setelah selesai berganti baju dan bersih-bersih, Andara langsung turun ke dapur untuk minum air putih. Tetapi atensinya malah tertuju pada seseorang yang sedang mengerjakan tugas di meja dapur bagian cowok ditemani dengan satu orang lainnya.
Saking sepinya, suara gelasnya yang dia taruh di meja pun mengalihkan atensi kedua orang itu, Wawan dan Panji.
Wawan yang melihat Andara sudah pulang pun berbinar. "Wah, Mbak Baru udah pulang?"
Andara tersenyum. "Iya."
"Mbak masih sakit gak? Wawan boleh minta tolong, gak?"
Andara langsung berjalan menuju meja dapur cowok. Persetan dengan adanya Panji disini dia tidak peduli, dia hanya ingin membantu Wawan kali ini.
Andara langsung mengambil duduk di samping kiri Wawan.
"Mbak beneran udah sembuh, kan?"
Andara mengangguk. "Udah."
Wawan pun tersenyum. Dia menggeser bukunya yang semula ada di depan Panji ke depan Andara. Apakah Wawan tadi sedang belajar dengan Panji?
"Ini Mbak matematika lagi."
Andara memperhatikan buku Wawan dari baru pertama sampai akhir. Dirinya mengerutkan keningnya. "Lah ini udah mau selesai tinggal kurangin aja, Wawan mau tanya apa ke Mbak?"
"Ya jelas udah orang gue bantuin ngerjain daritadi," ucap Panji dengan nada kesal.
Wawan menggeleng. "Ya emang udah, tapi aku belum paham-"
"Gak mau paham kali, Abang udah jelasin daritadi, udah berkali-kali Abang ulangin, tapi Wawannya yang gak niat belajar."
Wawan menggeleng. "Orang Bang Panji kalau ngajarin sambil marah-marah, gak sabaran, dipikirnya aku lagi latihan militer kali."
Andara hanya menggeleng melihat dua orang di depannya ini. "Yaudah sini Mbak yang jelasin."
"Lain kali jangan minta tolong dia, dia ngeselin," bisik Andara pada Wawan. Wawan hanya mengacungkan ibu jarinya sambil tersenyum.
Andara menjelaskan cara-cara penyelesaian soal yang menjadi tugas rumah milik Wawan. Dia paham mengapa Panji sangat kesal dan berubah menjadi marah, karena mengajari Wawan tak cukup hanya sekali dua kali, harus berkali-kali dan sabar.
"Jadi kalau ini kamu pindah ke ruas kanan jadi dikurangi, oke?"
Wawan tersenyum. "Oke, aku paham Mbak."
Andara tersenyum. "Kalau udah paham, kamu coba kerjain nomor selanjutnya, caranya sama kok." Wawan mengangguk lalu langsung terfokus pada tugasnya.
Dengan diam-diam Andara melirik pada Panji yang kini hanya terdiam melihat bagaimana Wawan mengerjakan tugasnya. Kalau seperti, laki-laki itu berubah drastis seperti sosok Ayah yang sedang mengontrol anaknya.
Andara mengalihkan pandangannya saat tiba-tiba Panji melirik sambil tersenyum jahil padanya.
"Wa-wawan," ucap Andara.
Wawan menoleh. "Iya, Mbak Baru?"
"Mulai sekarang panggil Mbak, Mbak Dara aja ya, atau Mbak Andara."
Wawan mengerutkan keningnya tidak suka. "Emang kenapa kalau aku panggil Mbak Baru? Mbak risih?"
Andara menggeleng. "Enggak, Mbak sama sekali gak risih."
Wawan kembali fokus pada tugasnya. "Yaudah aku gak mau ganti, aku mau tetep panggil Mbak Baru, yang penting ada Mbaknya kan? Karena kita harus sopan sama orang yang lebih tua dari kita."
Andara hanya mengangguk. Dia tidak risih atau apapun itu. Hanya saja pertanyaan itu terlontar saat dia tengah panik dipergoki oleh Panji.
"Betul tuh, sebagai tanda sopan santun kita sama yang lebih tua harus panggil, Mbak Mas Abang atau Kakak, iya kan Wan?" tanya Panji.
Wawan mengangguk.
"Tapi Mbak Barumu ke Bang Panji gak punya sopan santun tuh, masa ke Abang panggil nama aja, padahal tua-an Abang."
Andara langsung mendelik menatap Panji. Apakah tidak ada waktu lain untuk membicarakan ini? Harus sekali di depan Wawan sekarang?
Wawan menghentikan kegiatannya. Dia menatap Andara. "Mbak gak panggil Abang ke, Bang Panji?"
Andara menggeleng, dirinya bingung. "E-eng-enggak gitu Wan, kan kemarin Mbak gak tau kalau dia lebih tua dari Mbak." Wawan mengangguk.
"Sekarang kan udah tau, jadi harus panggil Bang," ucap Panji dengan senyum jahilnya, tidak lupa dengan aksinya yang naik-turun itu.
Andara mendelik pada Panji.
"Betul tuh, Mbak. Panggil Bang Panji dong."
Andara terdiam.
"Panggil gue Abang, cepet!"
Andara semakin dibuat kesal oleh Panji. Manusia satu itu memang patut diberi penghargaan, tidak habis-habisnya dia membuat Andara kesal.
"Ayo Kak!"
"Cemen banget gak sih, Wan? Mas-"
"BANGPANJIBANGPANJIBANGPANJI, DAH PUAS???"
Setelah berteriak, ah ralat setelah berteriak sambil meng-rap dia langsung berlari dari dapur menuju kamarnya. Panji dan Wawan hanya bisa melongo.
Hallo semuanya, aku minta maaf ya karena udah telat update, aku beberapa hari ini lagi fokus untuk sembuhin diri (yang ngikutin aku ditiktok pasti tau aku kenapa) aku juga belum on tiktok banget, kalau mungkin kedepannya aku lupa lagi kalian bisa komen ya... aku minta maaf.
Semangat menjalani harinya teman-teman!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Pemilik Kos
Teen FictionBertemu manusia menyebalkan seperti Panji Purnomo memang sebuah kesialan untuk Andara Mayanaka, tetapi jika tidak bertemu sosok Panji mungkin dirinya tidak akan tahu dimana hatinya berlabuh pada akhirnya. "Bayar uang kos lo, kalau enggak silahkan pe...