Setelah istirahat sebentar—meskipun aku hanya memejamkan mata tanpa terlelap karena suara orang-orang di luar sangat berisik—aku mengingat kembali kejadian yang terjadi belakangan ini. Lima hari yang lalu, aku sudah memberitahu David namaku—meskipun hanya samaran. Aku harap dia merasa aku mulai akur dengannya. Selanjutnya tinggal mengobrol dengan santai sebanyak mungkin. Meskipun butuh waktu lama, suatu saat dia pasti akan membocorkan rahasia mengenai ‘kebocoran informasi’ yang dia ucapkan dengan santai satu minggu yang lalu. Mungkin dia juga bisa memberiku petunjuk perihal masalah ‘perusahaan dan uang’ yang sempat mengganggu pikiranku.
Tapi bagaimana jika dia tak pernah membocorkannya? Bagaimana jika dia malah memanfaatkanku? Begitu banyak kemungkinan skenario buruk yang bisa terjadi, terlintas dalam pikiranku.
Ah, mana mungkin. Sejauh pengamatanku, dia hanyalah laki-laki biasa. Sepertinya aku yang terlalu berlebihan. Mungkin benar kata Lisa, jangan memikirkan sesuatu yang tidak perlu. Jika tidak, hal itu hanya akan membebaniku.
Meskipun aku berpikir begitu, masih ada hal yang membuatku merasa bingung. Kenapa semua orang, bahkan Lisa dan Rico, tak ingin mengungkit Masalah perusahaan dan uang itu kepadaku. Memangnya seberbahaya apa topik itu?
Sekarang waktu sudah gelap. Ditambah dengan hujan gerimis, suasana menjadi sejuk. Lebih baik aku mulai mengisi perut. Lagipula Aku melihat orang-orang sudah berkumpul di dekat api unggun. Sepertinya mereka sudah mulai menyantap makan malam tanpa mengajakku. Padahal aku yang mengumpulkan kayu bakarnya. Aku sedikit sebal.
Aku bangun dari tempatku bersandar, berjalan menuju ke arah kerumunan orang. Tanah tempatku berpijak tak begitu keras meskipun kadang ada batu tajam yang melukai telapak kakiku—saat di dalam gua aku selalu melepas sepatu yang kupakai karena merasa lebih nyaman. Orang-orang duduk mengitari api unggun sehingga membentuk lingkaran sempurna. Api unggun itu terletak di dalam gua, sehingga tidak terkena hujan. Ada lebih dari 5 api unggun yang menyala. Semua tempat sudah penuh, kecuali ada satu tempat kosong untuk duduk di api unggun yang paling kanan. Itulah tempat yang disediakan untukku.
Bunyi tetesan air yang dihasilkan oleh hujan gerimis ini entah kenapa membuat hatiku terasa nyaman. Untung saja gua ini lumayan besar dan dalam, jadi kami tak perlu memikirkan tempat tinggal lain untuk sementara ini.
Menyadari aku datang, Lisa menyodorkan makanan yang sudah disiapkan. Aku mengambil beberapa buah dan ikan bakar. Kemudian mengambil air dari wadah tanah liat yang dibuat oleh Fritz, yang katanya adalah seorang pengrajin. Selama di sini, setiap makan aku selalu duduk bersama dengan David, Lisa, Rico, dan Yang terakhir Fritz.
Kami tak banyak bicara ketika menyantap hidangan. Paling sebatas hanya membahas kejadian-kejadian yang terjadi selama seharian ini. Hubungan kami sebagai sesama penumpang kapal tidaklah dekat. Kami hanya mengobrol Jika membahas sesuatu yang penting. Basa-basi? Itu tak berlaku di sini. Kebanyakan dari kami selalu menjaga jarak, termasuk diriku.
Fritz adalah orang yang paling banyak bicara di antara kami berlima. Dengan badan sedikit lebih tinggi dariku dan tubuh yang ideal, dia menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang disini. Ditambah dengan kegantengannya, dia menjadi sosok idola bagi para perempuan di sini.
“Rico, bagaimana dengan keadaan makanan kita? Apa cukup untuk beberapa hari ke depan?”
“Ada masalah Fritz. Kita perlu lebih banyak tenaga untuk menangkap ikan dan memetik buah-buahan segar di sini. Kita hanya dapat bertahan selama satu sampai dua hari ke depan saja untuk saat ini,” ucap Rico.
Fritz menghela napas. “Setidaknya kita sudah melakukan usaha untuk bertahan hidup di pulau ini. Semoga kita bisa tetap kenyang sebelum syarat diberikan oleh pihak musuh. Kita semua seharusnya bekerja sama, tapi karena ada orang-orang yang bermental pengecut, kita hanya bisa bekerja dengan sedikit orang.”
Kami semua diam. Aku setuju dengan pendapat Fritz. Andai saja para penakut itu diganti dengan orang yang lebih berani, kami mungkin bisa saja mengalahkan Ray.
“Mereka mungkin takut ada yang mengawasi,” ucap David spontan.
“Apa maksudmu?” tanyaku bingung.
“Ya seperti yang kukatakan, mereka takut ada yang mengawasi atau bisa disebut mata-mata. Kalau ada pihak yang mengawasi, dan salah satu dari kita melakukan sesuatu yang aneh seperti berusaha kabur, maka semua dapat berpotensi dihukum karena dianggap bekerja sama. Jadi mereka tidak membantu kita karena tak ingin ikut terlibat dengan urusan seperti itu.”
Aku kaget mendengarnya. “Tak masuk akal. Mana mungkin ada mata-mata, Vid. Apa untungnya bagi dia?” tanyaku sambil menguyah makanan.
“Benar, tak ada manfaatnya sama sekali,” sahut Lisa.
Fritz menatap mata David. “Kau terlalu cemas David, mungkin istilah sekarang disebut ‘overthinking’. Saranku, lain kali sebelum ngomong suatu hal lebih baik kau pikirkan dulu dasar dari pendapatmu. Jangan asal bicara seperti sekarang dan 1 Minggu yang lalu.”
“Aku tidak asal bicara.” Wajah David mengerut. Dia tak menyelesaikan makanannya dan langsung beranjak pergi entah kemana. Semua diam. Fritz sepertinya sedikit berlebihan.
Aku sedikit kasihan melihatnya. Bukan berarti aku peduli, tapi dia salah satu orang yang paling bekerja keras di pulau ini, tidak seperti yang lain. Aku pun bergegas menghabiskan makanan karena merasa suasana sudah tidak kondusif.
Setelah selesai makan, aku beranjak pergi lebih dulu daripada yang lain. Hujan saat itu sudah reda, menyisakan daratan yang basah.
Sambil menggunakan sepatu, Aku berjalan mengelilingi pantai dekat gua tempat kami tinggal. Niat awalnya hanya sekedar mencari udara segar. Anehnya, secara kebetulan aku melihat David sedang duduk di batang pohon yang tumbang di kejauhan. Lokasinya agak jauh dari pesisir pantai, namun mataku masih bisa melihatnya. Dia tak melakukan apapun. Hanya diam melamun dan menatap sinar rembulan.Aku memberanikan diri untuk menghampirinya. “Da-david.” Aku memulai percakapan. Dia menoleh.
![](https://img.wattpad.com/cover/368018178-288-k634360.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Elena dan Daratan Misterius
FantasíaElena terbangun di atas kapal misterius tanpa ingatan bagaimana dia bisa sampai di sana. Kapal tersebut membawanya ke sebuah pulau tak berpenghuni yang dipenuhi dengan bahaya dan misteri. Di sana, Elena harus menghadapi kekuatan-kekuatan supranatura...