3...2...1...
Permainan dimulai!
Begitulah tulisan yang tertera di layar biru yang mengambang di atas jam tanganku. Setelah itu, dunia di sekitarku pun meredup hingga gelap gulita, seakan-akan ditutup oleh selembar kain hitam. Seketika sekelilingku menjadi gelap. Perasaan takut dan cemas melanda diriku, tetapi aku memaksakan diri untuk tetap tenang. Semua orang disekitarku mendadak memudar dan hilang, meninggalkan aku sendirian dalam kegelapan yang pekat.
Aku memutar pandangan ke segala arah, waspada terhadap setiap gerakan atau suara yang mencurigakan. Tanpa peringatan, secercah cahaya muncul di hadapanku, perlahan membesar di tengah kegelapan yang pekat. Cahaya itu semakin lama semakin terang, membuat mataku sedikit silau. Dan coba tebak apa yang muncul. Ya... sebuah revolver yang mampu memuat enam selongsong peluru berkaliber kecil telah muncul dihadapanku. Sepertinya ini adalah senjata yang dimaksud Ray sebelumnya.
Aku merasakan campuran lega dan kekhawatiran. Lega karena setidaknya senjata yang kuterima tak terlalu buruk. Namun kekhawatiran tentang apa yang akan datang selanjutnya tetap membayangi pikiranku. Senyum kecil terulas di wajahku setelah seharian ini ditimpa masalah terus-menerus. Tanpa kusadari, muncul sebuah tulisan yang menunjukkan pemberitahuan mengenai senjata ini.
"Senjata ini dalam keadaan peluru terisi penuh. Setelah menembakkan satu peluru, peluru berikutnya akan otomatis terisi dalam satu menit. Tak perlu khawatir soal amunisi! Manfaatkan sebaik mungkin ya ^_^"
Begitulah isinya, lengkap dengan muka senyum di akhir kalimat. Sepertinya aku bisa menebak maksud dari kata 'gunakan dengan sebaik mungkin' yang dimaksud oleh tulisan ini. Terlepas dari itu semua, apa ini termasuk kekuatan super? Jika iya, aku penasaran Kira-kira kekuatan apa yang diterima oleh yang lain.
Di tengah lamunanku yang panjang, mendadak sekelilingku seketika berubah. Dunia yang awalnya berada di kegelapan berganti menjadi daerah hutan hujan tropis. Banyak pepohonan rindang yang menjulang tinggi di sini. Rumput dan semak-semak di sekitarnya juga tampak basah—sepertinya karena hujan kemarin. Langit biru membentang di angkasa, diisi oleh rombongan burung-burung yang terbang secara berkelompok. Suasana di sini sangat tenang, sampai aku berbalik arah...
"MANDA!" Lisa melompat ke arahku dan langsung menimpakan badannya yang kecil itu. Lisa langsung menangis terharu saat melihatku datang.
"Dasar, dia ini terlalu kekanak-kanakan," ucap Rico sambil memegang kepala.
Ternyata aku tak sendirian di sini. Sudah ada Lisa, Rico, Fritz, dan yah... satu lagi David. Lisa marah lagi kepada Rico, dan pertengkaran mereka dimulai.
Fritz yang lebih dewasa mencoba melerai mereka berdua dan mengajak kami semua untuk mendiskusikan masalah yang akan terjadi. Aku pun setuju. Sekarang ini kami tak boleh kehilangan waktu yang begitu berharga. Berdasarkan ucapan Ray, semakin lama dan banyak orang yang berkumpul di satu lokasi tertentu, maka hal itu sama seperti mengundang monster karnivora untuk datang dan melahap kami.
Fritz membuka diskusi dengan meminta kami semua untuk menunjukkan senjata apa yang baru saja kami terima. Pertama, Rico menunjukkan sebuah pisau lurus dan lancip miliknya. Di susul oleh Lisa yang mengeluarkan senjata yang serupa. Ternyata mereka berdua memiliki senjata yang sama persis. Ekspresi wajah Lisa menunjukkan kepuasan saat ia memamerkan pisaunya. Rico, di sisi lain, tampak lebih ragu.
"Apa senjata kalian punya semacam kemampuan khusus?" tanyaku, mencoba memahami potensi dari senjata masing-masing.
"Ehm... tadi kalau tidak salah ada tulisan yang berbunyi senjata ini memiliki efek racun," ungkap Lisa, matanya berbinar-binar.
"Sepertinya kemampuan kita beda," balas Rico. "Pisauku tak punya kemampuan yang berarti. Malah menurutku kekuatannya aneh. Tadi tertulis bahwa senjata ini dapat menusuk selama sang pengguna percaya pada kemampuannya. Apa maksud dari kata 'percaya' itu?"
Rico menatapku, sudah pasti meminta pendapat. Aku bingung mau merespon apa. "Entahlah. Memangnya kita bisa percaya pada benda?" begitulah ucapku.
"Karena itu aku bingung. Yah, selama bisa dipakai itu sudah cukup. Aku tak perlu kemampuan spesial."
Selanjutnya giliran Fritz. Fritz lantas mengeluarkan pedang panjang miliknya. "Sepertinya kita punya kemampuan yang sama Ric. Bedanya kau menusuk, sedangkan aku bisa menebas. Syaratnya sama, yaitu selama aku percaya." Fritz kemudian menyarungkan kembali pedangnya itu.
Lisa, Rico, dan Fritz kemudian mengalihkan pandangannya ke arahku. Aku paham maksud mereka. Aku pun mengeluarkan pistol revolver dari tempatnya dan berkata,"Jumlah pelurunya ada enam butir. Setiap peluru yang sudah dipakai akan diisi ulang dalam waktu satu menit." Mendengar itu mereka bertiga tampak heboh. Lisa yang antusias mencoba melihat senjata yang kupegang dari dekat.
"Aku iri Nda." Lisa dengan nada cemburu berkata demikian. Aku hanya bisa tertawa kecil. Aku paham, siapa yang tak iri melihat senjata dirinya lebih payah dibandingkan senjata milik orang lain.
Sekarang tersisa David. Aku sudah tahu senjata apa yang dimilikinya. Melihat kami berempat menatap dirinya, David yang sedari tadi bersandar di pohon besar nan menjulang tinggi pun luruh hatinya. Dia akhirnya mengeluarkan senapan laras panjang miliknya. Senapan itu tampak seperti senjata yang umum dipakai oleh orang zaman dulu. Senjatanya memiliki mekanisme bolt-action dengan mayoritas bagian senapan terbuat dari kayu.
"Syaratnya sama seperti punyamu Nda, bedanya punyaku hanya bisa menampung empat butir peluru." Nada dan gaya bicara David mulai berubah dari yang awalnya seperti anak desa menjadi lebih modern. Itu mungkin terjadi karena dia sudah banyak berbaur dan harus menyesuaikan dengan bahasa yang kami biasa gunakan—meski aku terkejut perubahannya secepat ini.
Lisa mengerutkan bibirnya saat melihat senjata David, jelas-jelas merasa cemburu lagi. Rico, dengan cengiran khasnya, mencoba menenangkan Lisa.
Tanpa kami sadari, waktu sudah berjalan dan kami malah kebablasan membahas hal yang tak penting seperti bagaimana cara menghibur Lisa, kemudian beralih ke topik senjata mana yang lebih kuat, dan bahkan bereksperimen dengan senjata kami sendiri. David secara mengejutkan bertanya satu pertanyaan kritis: Apa yang terjadi jika kita bertukar senjata? Awalnya kami kira hal itu bisa dilakukan dan takkan ada masalah, sampai ketika Fritz mencoba memegang revolverku dan aku memegang pedangnya. Tiba-tiba saja, senjata yang kami pegang menjadi sangat berat. Kami sampai jatuh ke tanah karena tak sanggup mengangkatnya. Tanganku rasanya mau remuk. Aku pun langsung melepaskan genggaman dari pedang itu. Ajaibnya beban tadi hilang seketika. Fritz juga melakukan hal yang sama. Kami bernapas lega.
David tampak melongo melihat kejadian itu."Sepertinya teoriku salah ya." ucapnya sambil tertawa kecil saat melihatku. Aku hanya membalas dengan senyuman.
"Dasar! Bukannya membantu malah aku jadi bahan tertawaannya," ketusku dalam hati.
Tapi rasa kesal itu langsung hilang. Tiba-tiba Rico mengangkat tangan, memberi isyarat agar kami diam. "Aku mendengar sesuatu," bisiknya. Setelah aku dengar dengan saksama, ternyata memang benar, ada suara langkah kaki yang menginjak semak-semak. Suara itu terdengar mengitari kami.
"Sepertinya itu monster. Kita akan tamat jika itu monster besar," ucap Rico berbisik
Tangan Lisa gemetar. "Sial, kenapa harus di saat seperti ini sih!"
Kami semua senyap, bersiaga akan bahaya yang datang. Aku mengambil kuda-kuda bertahan sambil memegang revolverku erat-erat, begitu juga dengan yang lain. Kami membentuk formasi lingkaran. Suara itu semakin dekat. Kami kian panik. Makhluk itu sepertinya berlari dengan kecepatan tinggi.
"AWAS!" teriak David dari belakangku. Refleks, kami semua menoleh dan menyiapkan senjata. Di tengah ketegangan, aku melihat...
KAMU SEDANG MEMBACA
Elena dan Daratan Misterius
FantasyElena terbangun di atas kapal misterius tanpa ingatan bagaimana dia bisa sampai di sana. Kapal tersebut membawanya ke sebuah pulau tak berpenghuni yang dipenuhi dengan bahaya dan misteri. Di sana, Elena harus menghadapi kekuatan-kekuatan supranatura...