"Sebelum diobati, kita harus cari tempat aman dulu. Aku tak mau lagi dicakar," ucapku. Suaraku sedikit gemetar sambil menunjuk ke arah pohon besar di kejauhan.
"Pohon di arah sana mungkin yang paling besar di sekitar sini. Kalau tidak salah ada lubang kecil seperti gua di dekatnya. Mungkin kita bisa jadikan tempat berlindung."
"Matamu jeli juga Manda. Kapan kau melihatnya? Aku rasa kita semua berlarian deh."
"Hanya kebetulan saja, Ric. Awalnya aku cuma melihat ke arah lain dan tak sengaja melihatnya. Ayo kita ke sana selagi sempat," lanjutku, sambil menoleh ke sekitar, memastikan tidak ada yang mengintai. Perasaan waspadaku tak pernah turun, malah kian meningkat.
"Kau tak masalah, Nda? Lukamu itu...." Lisa menatapku dengan cemas.
"Tenang saja, aku masih sanggup. Ayo ke sana!"
Lisa dan David mengangguk setuju, begitu pula dengan Fritz. Hanya Rico yang tampak ragu-ragu. "Kau kenapa, Rico?"
"Ah tidak, cuma...." Perutnya berbunyi keras, menggaung di antara kami. Rico hanya bisa tersipu malu.
Kami terus berjalan meski tahu bahwa tidak ada seorang pun di antara kami yang mengisi perut sejak pagi. Sebenarnya sesuai jadwal, kami seharusnya menyantap sarapan saat ini.
Tinggal sedikit lagi kami sampai ke pohon yang dituju, ketika Lisa tiba-tiba berhenti. Matanya menatap Darasira. "Tunggu dulu. Aku harus tahu satu hal," katanya, dengan suara yang sedikit berat. "Namamu Darasira kan?"
Naga itu mengangguk.
"Apa kau yang mengeluarkan es saat pertarungan tadi?"
"Ya, benar," responnya.
Lisa berbalik arah dan melihat kami. "Dengar semua, apa kalian yakin ingin mengajak makhluk ini bersama kita? Bagaimana jika si Darasira ini ternyata adalah mata-mata dari Ray untuk mengawasi kita? Aku rasa es yang muncul akibat kekuatannya adalah bukti bahwa dia sama seperti musuh yang kita hadapi."
Tak ada yang merespon. Ucapan Lisa mungkin benar. Lagipula, jika Darasira memang adalah mata-mata musuh, semua ini menjadi masuk akal. Pasalnya, tidak ada yang memiliki kekuatan spektakuler seperti berpindah dengan kecepatan super dan meledakkan orang, atau mengeluarkan es secara tiba-tiba selain dari pihak orang berjas seperti Ray. Apalagi makhluk yang ada di hadapan kami sekarang bukanlah manusia, melainkan seekor naga.
Lisa menarik napas panjang. Tatapan matanya tak lepas dari Darasira. "Bagaimana mungkin kita bisa percaya pada sosok yang kekuatannya tak masuk akal? Mungkin saja dia akan meledakkan kita sama seperti saat itu."
Darasira tak merespon ucapan Lisa.
Setelah terdiam cukup lama, David akhirnya berucap, " kalian terlalu berlebihan, dia baru saja menolong kita barusan. Jika dia memang jahat, kenapa dia tidak menyerang kita sekarang?" David kembali menggunakan kosakata bakunya.
"Kau tak berhak berkomentar, Vid. Kau dan naga itu sama saja. Kalian meninggalkan kami demi menyelamatkan diri kalian sendiri."
Fritz dengan suara kesal berkata demikian.
David kemudian membela diri. Dia menjelaskan dengan berbelit-belit tentang yang namanya strategi, taktik dan hal tak jelas lainnya dalam pertarungan tadi. Seolah tidak merasa bersalah, dia bahkan berkata, "Tanpa kami-David dan Darasira-kalian tak bisa apa-apa."
'Bagai disambar petir di siang bolong', mungkin itu ungkapan yang cocok untuk mendeskripsikan perasaan kami setelah mendengar kalimat yang David ucapkan secara spontan barusan.
Lisa yang mendengar itu tak kuasa menahan amarah. "Kalau kau sebegitu pedulinya dengan makhluk itu, tak usah ikut dengan kami lagi!"
"Tapi itu memang faktanya kan? Kau juga pasti sudah tewas jika singa itu tak dibekukan olehnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Elena dan Daratan Misterius
FantasiElena terbangun di atas kapal misterius tanpa ingatan bagaimana dia bisa sampai di sana. Kapal tersebut membawanya ke sebuah pulau tak berpenghuni yang dipenuhi dengan bahaya dan misteri. Di sana, Elena harus menghadapi kekuatan-kekuatan supranatura...