Chapter 9 : Ketakutanku datang

17 9 3
                                    

"Su-sungguh suatu keajaiban. Aku tak menyangka bisa ada di sini," ucap wanita itu tepat setelah aku menawarkan bantuan.

Aku menggaruk kepala mendengar ucapannya. "A-apa maksudmu?"

Tanpa aba-aba, dia mengulurkan tangan. "Tempelkan kepalamu ke tanganku," pintanya dengan suara tegas.

Aku menatapnya dengan bingung. "Apa? Untuk apa?" tanyaku, namun dia hanya menatapku tajam, seakan tidak memberikan pilihan.

Aku menolak perintah anehnya itu secara blak-blakan. Tanpa pikir panjang, dia langsung memegang kepalaku erat-erat dengan satu tangannya. Saat mencoba melawan, rasanya sebuah gelombang energi yang kuat mengalir melalui tubuhku. Badanku langsung terasa lemah dan lesu, sulit sekali untuk digerakkan. Seketika itu juga, aku merasa terbawa ke dalam serangkaian penglihatan yang berjalan sangat cepat.

Aku melihat kota dengan bangunan tinggi menjulang dan teknologi canggih. Kemudian, gambaran itu berubah menjadi kota seperti abad pertengahan, dengan kastil besar dan jalanan berbatu. Selanjutnya, aku melihat perang besar yang penuh kekacauan, ledakan di mana-mana, dan suara jeritan manusia. Semuanya berjalan begitu cepat tapi terasa nyata dan menakutkan.

Saat penglihatan itu berakhir dan kembali sadar, aku langsung menepis tangannya yang masih menempel di kepala. Saat ini, matanya terpejam erat, seolah-olah sedang fokus pada suatu hal. Dia kemudian membuka matanya dan tersenyum kecil ke arahku.

"Apa-apaan itu?" bentakku. Dia tak menjawab.

"Apa yang barusan kulihat? Apa yang kau lakukan tadi? Hei, jawab dong!"

Dia tetap diam, seolah-olah menganggapku tak penting. Aku lantas berniat untuk mundur dan melarikan diri.

Sakit! Dia tiba-tiba mencengkram pundakku dengan sangat kuat, seolah-olah menahan agar aku tak kabur. "Jangan pegang pundakku!" ucapku merasa tak nyaman. Dia tak merespon. Malah, cengkeramannya semakin lama semakin kuat.

"Berhenti! Badanku sakit, sialan!" Aku berusaha melepas cengkeraman tangannya.

Tak bisa, aku tak bisa melepaskannya. Tangannya begitu kuat. Terlebih, saat aku memegang permukaan tangan wanita ini, rasanya sangat kasar. Dari balik gaun merahnya yang penuh dengan noda ini, aku seperti bisa merasakan kekuatan besar terpancar dari dalam dirinya. Aku meronta-ronta, berusaha melepaskan pegangannya.

Dia mendadak melepas cengkraman kuatnya itu. Aku terperanjat kaget. Badanku terjatuh. "Aku akan perbaiki kristalmu. Kekuatan ini akan kau gunakan di masa yang akan datang!" ucap wanita itu menggunakan nada tinggi.

Aku tak menyangka perilakunya berubah. Aku sekarang menganggap wanita ini sangat berbahaya. Jantungku berdetak kencang. Seluruh tubuhku gemetar, takut membayangkan apa yang dilakukannya lagi kelak.

"K-kristal apa? Aku tak menge—" suaraku terputus. Nafasku tiba-tiba sesak. Aku tak bisa melihat apa-apa. Panik menguasai diriku. Yang ada di penglihatanku sekarang hanyalah cahaya putih yang sangat terang, seperti cahaya matahari. Telingaku juga mendadak berdenging. Aku bahkan tak bisa mendengar lagi suara berisik ombak yang memecah tepi pantai. Belum cukup sampai di situ, tangan dan kakiku pun ikut mati rasa. Untuk sekedar menggerakkan jari pun aku tak bisa. Kesadaranku perlahan-lahan memudar. Aku hanya bisa pasrah dan tenggelam dalam keputusasaan.

Tidak! Aku harus bangun!

Sial, kenapa aku mendadak jadi pengecut begini? Jika aku akan mati, setidaknya aku harus menyampaikan kepada rekan-rekanku bahaya yang datang!

Aku berusaha untuk tetap sadar dan bangkit dari tanah. Aku ingin berteriak, memanggil yang lain. Segala usaha aku coba, tapi itu semua sia-sia. Kekuatanku tak cukup bahkan hanya untuk sekedar berteriak.

Elena dan Daratan Misterius Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang