Kejuaraan Musik

1 1 0
                                    

Sinar mentari pagi menembus celah tirai kamar Awan, membangunkannya dari mimpi indahnya. Ia meregangkan tubuhnya yang masih lelah, namun kali ini ada semangat yang berbeda di matanya. Hari ini adalah hari dimana ia akan mengikuti kejuaraan musik tingkat lokal. Kejuaraan ini menjadi kesempatan baginya untuk menunjukkan bakatnya dan membuktikan kepada orang lain bahwa ia bisa menjadi seorang musisi yang handal.

Jantung Awan berdebar kencang saat ia membuka lemari dan memilih pakaian yang akan dikenakannya. Ia ingin tampil dengan rapi dan percaya diri di atas panggung. Ia memilih kemeja putih favoritnya dan celana jeans hitam yang nyaman.

Sebelum sarapan, Awan duduk di depan cermin kamarnya dan mulai memetik gitarnya. Ia memainkan lagu yang akan ia bawakan di kejuaraan nanti. Ia ingin memastikan bahwa ia telah menguasai setiap not dan melodi dengan sempurna.

"Wan, sarapan sudah siap!" teriak Ibu Awan dari dapur.

Awan meletakkan gitarnya dan bergegas ke meja makan. Ia disambut dengan senyuman hangat oleh Ibu Awan dan Ayahnya.

"Selamat pagi, Nak," kata Ibu Awan dengan penuh kasih sayang. "Semoga kamu sukses hari ini di kejuaraan musik."

"Terima kasih, Bu," jawab Awan sambil tersenyum. "Aku akan berusaha yang terbaik."

Ayah Awan menepuk bahu Awan dengan penuh semangat. "Ayah yakin kamu bisa melakukannya, Nak. Kamu adalah musisi yang berbakat."

Awan merasa tersentuh oleh dukungan dari orang tuanya. Ia merasa semakin yakin dengan dirinya sendiri.

Siang hari, di Gedung Kejuaraan Musik

Gedung kejuaraan musik dipenuhi oleh para peserta dan penonton yang antusias. Awan merasakan sedikit gugup, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Ia harus fokus pada penampilannya dan memberikan yang terbaik.

Satu demi satu peserta tampil di atas panggung. Awan memperhatikan mereka dengan seksama, mempelajari teknik dan gaya mereka. Ia ingin belajar dari mereka dan meningkatkan kemampuannya sendiri.

Giliran Awan tiba. Awan melangkah dengan penuh tekad di atas panggung. Hujan deras turun membasahi kota, bagaikan air mata kesedihan yang menyelimuti hatinya. Sorot lampu panggung yang terang benderang menerangi wajahnya yang tegang namun bersemangat. Di tangannya, dia menggenggam erat mikrofon, bagaikan simbol mimpi besarnya untuk menjadi penyanyi terkenal dan membawa cahaya persahabatan di tengah kesepian.

Awan mulai memainkan gitarnya dan menyanyikan lagu "Cahaya Ditengah Hujan ". Suaranya yang merdu dan penuh perasaan membuat para penonton dan dewan juri kejuaraan musik terpukau.

"Hujan deras turun membasahi kota."
"Jalanan sepi, hatiku hampa."
"Dunia abu-abu, tak ada warna." "Hanya bayangan masa silam."

Suara Awan menggema di seluruh ruangan, menyanyikan kisah tentang kesendirian dan pencariannya akan persahabatan sejati. Jalanan di luar sana sepi, bagaikan hatinya yang hampa diterpa badai topan. Dunia di matanya abu-abu, tak ada warna. Hanya bayangan masa silam yang membekas luka.

"Tanpa teman, hanya aku."
"Tersesat dalam lautan kelam."
"Diriku sendiri, bagai perahu tanpa nahkoda."
"Terombang-ambing di lautan duka."

Awan mengangkat tangannya ke atas, bagaikan mencari secercah cahaya di tengah hujan yang deras. Dia bernyanyi dengan penuh penghayatan, mencari persahabatan sejati yang mampu meringankan bebannya. Persahabatan tulus dan murni, yang takkan pernah terlupakan dan menjadi cahaya di tengah hidupnya yang kelam.

"Mencari secercah cahaya Mencari persahabatan sejati."
"Yang mampu meringankan beban."
"Persahabatan tulus dan murni."
"Yang takkan pernah terlupakan."

[End] Mimpi Awan di Bawah Langit KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang