07. BP [ Pitu ]

99 12 0
                                    

👁👁
Busung_Pocong

***

Kehidupan Narsih terjalin seperti biasanya. Enam bulan sepeninggalan Umar, wanita itu sudah bisa mengikhlaskan. Dia berusaha menata hidup, bangkit dari keterpurukan meskipun kini sendirian.

Tidak adanya sang suami, rumah memang terasa hampanya. Namun, semangat Narsih semakin muncul.

Tiga bulan sudah wanita itu sibuk berjualan, dia membuka warung nasi pecel di depan rumah. Rezeki memang sudah diatur, pasti ada saja yang membeli jualan Narsih.

Terkadang sehari hanya ada dua-tiga pembeli, sekalinya ramai pun tengah hari sudah habis.

"Kulo, nuwun."

Narsih menoleh, menghentikan kegiatannya membersihkan meja. Melihat orang asing berdiri di ambang pintu, lekas dia mendekat.

"Enjeh, monggo."

Lelaki itu tersenyum, lalu menatap Narsih sembari bertanya, "Ngapunten, Mbak, mengganggu sebentar. Ini, saya mau bertanya, rumah Haji Ilyas sebelah mana, ya?"

"Oh, Haji Ilyas," sahut Narsih, lalu dia menunjuk ke arah barat. "Jenengan kebablasan, itu rumah yang ada tokonya."

Lelaki itu mengangguk-angguk. "Oalah, niku, to. Kalau begitu saya pamit, maturnuwun, Mbak."

"Enjeh, sami-sami."

Narsih masih memerhatikan langkah lelaki itu, setelah benar berbelok ke rumah Haji Ilyas, barulah dia kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.

"Narsih."

Langkah wanita yang memakai riasan muka cukup tebal agaknya terburu-buru. Dia menatap Narsih dengan kening berkerut, jelas sekali dari rautnya tersimpan emosi.

Narsih berbalik, dia membalas dengan senyuman sembari menyapa, "Eh, Mbak Mayang. Tumben ke sini ada apa, atau mau beli pecel saya?"

"Endak, saya cuma mau bilang. Tolonglah, jangan kamu dekat-dekat sama Bang Samsul. Saya tau, ya, dua hari lalu kamu boncengan sama suamiku!"

Narsih tentu saja terkejut dengan perkataan Mayang, dia tidak menyangka jika kedatangan Mayang ke warungnya untuk hal lain.

Sebelum terjadi kesalahan pahaman, wanita itu lekas menjelaskan, "Ndak, Mbak Mayang. Saya ndak ada maksud apa-apa sama Bang Samsul. Iya, waktu itu beliau menawari tumpangan sepulang dari pasar. Saya sudah menolak berkali-kali, tapi Bang Samsul memaksa. Maaf sekali, Mbak Mayang jadi salah paham."

"Alah, sudah jangan alasan. Saya ndak habis pikir, sejak meninggalnya Bang Umar kamu berubah, ya, Nar," kata Mayang lebih tajam bahkan dia menunjuk-nunjuk Narsih.

"Yang dimaksud Mbak Mayang ini apa, saya berubah kenapa, Mbak?"

"Ndak usah sok suci, warga sudah tau kalau kamu suka godain para laki-laki. Itu tadi siapa, yang datang sebelum saya, pasti gendakanmu 'kan?!"

"Astagfirullah," sahut Narsih, dia menatap Mayang dengan netra sedih yang tampak. "Mbak Mayang bicara apa, saya ndak begitu Mbak. Lelaki tadi  cuma bertanya rumah Haji Ilyas, itu saja."

Mayang mendengkus, dia mengibaskan tangan seolah menampik pembelaan dari Narsih. Agaknya hati wanita itu telah dibutakan oleh emosi serta pemikiran mengenai keburukan Narsih yang menyebar di kalangan ibu-ibu.

"Sudahlah Nar, aku ndak percaya lagi sama kamu. Lebih baik ingat kataku ini, jangan goda Bang Sam lagi. Kalau sampai kamu berulah, awas saja, aku akan bilang ke warga, biar usir kamu dari sini!"

Kedua mata Narsih berembun, siap menumpahkan kesedihannya. Dia tidak memahami maksud dari Mayang. Apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka, kenapa bisa mengatakan jika dirinya gemar menggoda lelaki.

Sejak meninggalnya Umar, dia berusaha untuk menjaga keimanannya. Berbicara dengan lelaki pun sekadarnya saja, ketika ada yang memesan nasi pecel untuk dimakan ditempat.

Tanpa Narsih sadari, Simah mendengar percakapan antara dirinya dengan Mayang. Gadis manis berkerudung putih itu memerhatikan dengan raut datar.

Setelah Mayang tidak terlihat, dia berjalan mendekat memanggil Narsih dengan nada terdengar khawatir.

"Narsih?" Simah menyentuh pundak Narsih, memerhatikan wajah wanita itu yang bersimbah air mata. "Kamu kenapa menangis?"

***

👁👁
Busung_Pocong

Lama banget gak apdet, selamat membaca, ya, teman-teman👋🏽
Jejak kalianlah yang aku nantikan.

Busung Pocong || Ketika Narsih Dipaksa Melakukan Sumpah PocongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang