09. BP [ Songo ]

65 10 0
                                    

Jangan lupa votenya, yo.

👁👁
Busung_Pocong


***

Narsih sejak tadi menghela napas, dia memerhatikan anak-anak yang bermain petak umpet di halaman ruamh Wati.

Sudah dua hari ini warungnya sepi, satu pun tidak ada yang membeli. Wanita itu mencoba bersabar, dia tau jika rezeki sudah diatur sedemikian rupa.

Seperti yang dikatakan Simah di masjid kala itu, dia bersama gadis itu menjelaskan kepada beberapa warga mengenai masalah yang dituduhkan kepadanya tidaklah benar.

Sempat adu mulut antara Mayang, Narsih dan beberapa warga lain. Karena memang saat itu Narsih berboncengan dengan Samsul, tetapi semua masalah teratasi ketika Simah ikut bersuara.

Narsih berterima kasih kepada Simah, berkat penjelasan gadis itu masalah tuduhan akhirnya selesai. Warga berjanji tidak lagi membahas mengenai itu, asalkan Narsih juga membuktikan jika dia tidak melakukan apa yang dituduhkan.

Kening wanita itu mengernyit, lalu mengusap hidungnya ketika mencium aroma tidak sedap di sekitarnya. Sejak tadi dia memang sudah mencium bau bangkai, tetapi tidak semenyengat sekarang.

Lekas dia bangkit, menunduk ke bawah amben untuk mencari bangkai tersebut. Dia juga masuk ke warung yang aromanya tercium semakin menguat bahkan Narsih sampai menghalau agar tidak mual dengan menutup hidungnya menggunakan kerudung.

Semua tempat sudah dia lihat, tetapi tidak ditemukannya bangkai tersebut. Narsih berjalan ke depan, tidak lupa dia membawa kursi untuk melihat ke atap warung yang memang tidak terlalu tinggi.

"Narsih?" sapa Irul. "Kamu lagi ngapain, sampai naik kursi begitu?"

"Mas Irul, endak, kok," sahut Narsih.

Tau Irul berjalan mendekat, Narsih lekas turun dari kursi. Dia tampak sekali berusaha menghindar, sempat melihat suasana sekitar yang sepi. Anak-anak yang tadinya bermain pun tidak tampak lagi.

"Ada apa ya, Mas?"

"Ndak ada, cuma kebetulan lewat saja," jawab Irul santai, dia memerhatikan atap warung Narsih. "Kenapa atapnya, bocor?"

"Endak, kok, Mas. Cuma tadi cari bangkai, barangkali ada tikus mati soalnya aku mencium aroma ndak enak dari tadi."

Irul mengernyit, dia tampak menghidu bermaksud mencari aroma bangkai yang dimaksud Narsih. Namun, dia tidak kebauan apa pun.

"Mana, ndak ada aroma bangkai?"

"Masa, sih, Mas," sahut Narsih, wanita itu tampak ikut menghidu sekitar sampai masuk ke warung, lalu kembali berdiri di ambang pintu. "Tadi bangkainya tercium, loh, menyengat sekali, sekarang, kok ndak ada, yo."

"Palingan tikus mati di sana, jadi kebawa angin sampai sini," jelas Irul menunjuk kebun kosong di depan warung.

"Iya, kali, ya, Mas."

Irul tersenyum, dia kemudian menyerahkan kantung keresek yang dia bawa. Narsih tampak mengerutkan kening, dia ragu-ragu menerimanya.

"Apa ini, Mas?" tanya Narsih, dia mengintip isi di dalamnya. "Kue pukis, wah, masih anget lagi."

"Simah tadi buat banyak."

"Makasih, Mas, tapi ini yang kasih Mas Irul atau Simah?"

Irul mengusak rambut belakangnya, tampak sekali jika lelaki berkumis tipis itu salah tingkah. "Ya, sebenarnya saya asal ngambil."

"Lah, jadi Simah ndak tau kalau Mas Irul kasih pukis ini ke saya?!" kata Narsih terkejut. "Gimana, to, Mas. Saya kembalikan, ndak enak sama Simah."

"Janganlah, ndak popo, biar setelah ini aku bilang sama dia."

Narsih tampak sungkan, dia menghela napas menatap pukis yang terlihat menggugah selera. "Yo, weslah, saya terima. Nanti jangan lupa Mas Irul bilang sama Simah, saya jadi ndak enak, loh, ini."

"Sudah, anggap saja rezeki."

Irul tersenyum, dia memerhatikan Narsih yang mengambil pukis hasil mengambil secara diam-diam. Tidak bisa dicontoh memang, tetapi demi wanita cantik di depannya ini dia rela.

Siang ini cukup panas, tetapi embusan angin menetralkannya. Dari balik tembok agak jauh dari warung Narsih, terlihat seseorang menatap dengan kesal.

Dia mendengkus melihat kebersamaan antara Narsih dengan Irul, senyum kedua tampak malu-malu sehingga membuat kobaran dengki menyelimuti hatinya.

"Aku ndak rela mereka sama-sama, lihat saja apa yang akan aku lakukan untuk membuat mereka ndak bisa seperti sekarang, kurang asem memang!"

***

👁👁
Busung_Pocong

Busung Pocong || Ketika Narsih Dipaksa Melakukan Sumpah PocongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang