DUA PULUH DUA-DAPHNEY FAMILY

20 3 0
                                    

Dua Puluh Dua

Helcia yang akan segera menikah tidak membuat Arusu memberikan keringanan pada Barbie, jadwal latihan putri sulung Casildo itu tetap seperti sebelumnya, bahkan sekarang Arusu memperkerjakan seorang wanita muda bernama Alena untuk mengatur jadwal Barbie yang sebelumnya dipegang oleh Helcia.

Alena juga ditugaskan untuk selalu menemani Barbie menjalani semua jadwal yang sudah diatur untuknya. Amaya tidak bisa melakukan apapun untuk mengurangi jadwal putri sulungnya, bahkan waktunya bersama Barbie juga nyaris tidak ada karena Amaya disibukkan dengan persiapan pernikahan Helcia yang dilimpahkan padanya.

Kali ini Amaya baru pulang di Sore hari karena dia baru saja bertemu dengan pihak keluarga Byakta dan WO untuk membahas mengenai desain kartu undangan, dekorasi gedung dan sovenir resepsi. Amaya tidak menyangka bahwa mengenai desain kartu undangan pun juga harus diurus oleh dua belah pihak, karena bagi wanita itu, desain kartu undangan tidak terlalu mempengaruhi acara nantinya.

Saat melewati ruang keluarga, Amaya melihat Arusu yang sedang duduk dengan sebuah iPad di tangannya. Melihat kedatangan menantunya, Arusu langsung mengode Amaya agar duduk di salah satu sofa dan langsung dituruti oleh Amaya.

"Bagaimana persiapannya?" tanya Arusu langsung.

"Untuk kartu undangan, ada beberapa desain yang dipilih, nanti Helcia yang menentukannya karena Adrian menyerahkannya pada Helcia, begitu juga dengan sovenir, kalau untuk dekorasi, Adrian mau membahasnya langsung bersama Helcia," ucap Amaya menjelaskan.

"Minta Helcia untuk memilih secepatnya, pastikan malam ini sudah ada keputusan, jangan menunda-nunda," titah Arusu.

Bisa apa Amaya selain mengiyakan ucapan Arusu. "Baik, Ma." Amaya menatap ke sekelilingnya karena tidak tau harus melakukan apa, Arusu sendiri sudah kembali sibuk dengan iPadnya.

"Saya ke kamar dulu, Ma," ucap Amaya setelah menunggu beberapa saat dan Arusu tidak mengatakan apapun lagi padanya. Arusu hanya berdehem sebagai respon.

Dengan langkah cepat Amaya segera meninggalkan ruang keluarga dan menuju ke kamarnya, tubuhnya cukup lelah dan dia ingin segera beristirahat, tentunya setelah mandi dan berganti pakaian. Lagipula, duduk bersama Arusu seraya berbincang, bukanlah hal yang bisa Amaya lakukan karena hubungan keduanya tidak sedekat itu.

Sebelum masuk ke kamarnya sendiri, Amaya teringat dengan Barbie dan merubah tujuan awalnya yang tadinya ingin langsung ke kamarnya sendiri menjadi ke kamar putri sulungnya. Amaya masuk ke dalam kamar itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, di dalam kamar itu dia melihat Barbie yang sedang duduk di sebuah sofa dan Alena yang sibuk dengan tangan kanan Barbie.

"Barbie kenapa?" tanya Amaya langsung, wanita itu mendekati anaknya yang sedang menatapnya dengan pandangan senang.

"Mama udah pulang," ucap Barbie dengan ceria, dia bahkan tidak menjawab pertanyaan yang diajukan Amaya.

"Iya, sayang. Mama pulang," balas Amaya lembut. Wanita itu mengusap kepala Barbie dengan lembut. "Tangan Barbie kenapa?" tanyanya lagi.

"Tadi Barbie jatuh pas belajar sepatu roda, jadi luka deh tangannya, tapi lukanya nggak sakit banget, Mama. Barbie kan kuat," jawab Barbie seraya mengepalkan tangan kirinya.

Sepatu roda? Sejak kapan Barbie belajar menggunakannya? Seingat Amaya, belajar sepatu roda tidak termasuk ke salah satu jadwal putrinya, apa kegiatan Barbie kembali ditambah tanpa sepengetahuannya?

"Tapi nggak sakit banget, Ma, Mama jangan sedih, Barbie nggak kenapa-napa, Barbie kan kuat," kata Barbie karena Amaya hanya diam, anak itu khawatir karena mamanya hanya diam.

Amaya memaksakan dirinya untuk tersenyum agar Barbie tidak sedih. "Iya, Mama tau kalau Barbie kuat, jadi Mama nggak sedih," balas Amaya.

Barbie ikut tersenyum mendengarnya, diberi kepercayaan oleh Amaya membuatnya merasa diberi kepercayaan.

"Sudah selesai," seru Alena ketika sudah selesai mengobati lengan Barbie.

"Apa lukanya parah?" tanya Amaya pada Alena.

"Tidak, Nyonya. Hanya luka goresan," jawab Alena dan dibalas Amaya dengan anggukan.

Amaya menuju ke kamarnya setelah berpamitan pada Barbie dan memberi pesan kepada Alena agar gadis itu membantu Barbie mandi agar lukanya tidak terkena air, sekaligus memasangkan pakaian untuk Barbie.

"Kamu darimana?"

Baru saja Amaya masuk ke kamarnya, Casildo langsung menanyainya membuat Amaya heran, bukankah Casildo sendiri tau mengenai jadwal Amaya hari ini?

"Ketemu WO sama keluarga Byakta, bahas persiapan pertunangan Helcia, kamu tau kan?" jawab Amaya.

Wanita itu berjalan mendekati meja rias, meletakkan tas tangan ke atas meja lalu mulai melepaskan perhiasan yang sedang digunakannya.

"Apa harus sampai jam segini? Ini terlalu lama," balas Casildo. "Kasihan anak-anak kamu tinggal terlalu lama, apalagi Saschya yang masih kecil," sambung Casildo.

Amaya menatap Casildo dari cermin rias dengan tatapan malas. Sebenarnya apa maksud Casildo?

"Mana aku tau kalau urusannya sampai selama ini, lagipula yang dibahas memang cukup banyak."

"Suruh aja orang lain yang wakilkan, jangan kamu kalau sampai selama ini," pinta Casildo seenaknya.

"Mana bisa, Cas, Mama Minta aku yang urus, mana bisa aku serahkan ke orang lain. Kamu jangan ngada-ngada, deh," tolak Amaya tanpa pikir panjang, apa yang akan Arusu katakan jika tau bahwa Amaya menyuruh orang lain untuk persiapan pertunangan putri bungsunya? Mertuanya itu pasti akan marah lagi.

"Tapi itu bukan kewajiban kamu, tugas kamu itu jaga anak-anak kita, bukannya ninggalin mereka untuk urusan yang masih bisa dilakukan sama orang lain," protes Casildo.

Amaya berbalik untuk menatap Casildo sepenuhnya. "Aku lakuin ini supaya mama nggak kecewa dan bisa anggap aku sebagai orang yang berguna di keluarga ini, dan kamu malah nyuruh aku untuk nyerahin ke orang lain?" Amaya mendengus. "Sehat kamu?"

"Mama nggak akan kecewa, acara satu hari itu nggak akan terlalu berpengaruh buat mama, kamu nggak perlu terlalu efforts lah."

"Gampang banget kamu ngomong?" desis Amaya.

"Bukan aku yang terlalu gampang, tapi kamu yang terlalu nyusahin diri sendiri. Untuk urusan kayak gitu, bisa kamu serahin ke WO, nggak perlu kamu sendiri yang urus," bantah Casildo, pria itu menatap Amaya yang hanya diam dengan seksama.

"Aku nggak bisa turuti ucapan kamu, mama udah ngasih aku tanggungjawab, aku nggak bisa tinggalin," putus Amaya setelah diam beberapa saat.

"Aku juga ngasih kamu tanggungjawab dan nggak bisa kamu tinggalin," kata Casildo. "Anak-anak kita, kamu juga bertanggungjawab atas mereka."

Amaya menatap Casildo dengan pandangan tak percaya, kenapa Casildo sekeras ini? Kenapa suaminya itu tidak mencoba untuk memahami kondisinya? Bukannya membantu Amaya, Casildo justru menambah bebannya.

"Sebenarnya kamu kenapa, sih? Kenapa nggak coba ngertiin aku? Aku capek, baru pulang, tapi kamu malah kayak gini. Bukannya bantuin aku, kamu malah nambah beban."

"Aku? Nambahin beban kamu? Kamu sendiri yang nam--"

"Mama kamu yang kasih aku tanggungjawab, kalau aku nggak penuhi itu, nanti aku dianggap nggak becus sebagai menantu. Selama ini selalu begitu, dan sekarang aku mau tunjukin kalau aku juga bisa, aku mampu!"

Amaya langsung menuju ke walk in closet setelah mengucapkan hal itu, dia tidak mau mendengar balasan lagi dari Casildo.

Untuk pertama kalinya, mereka bertengkar sampai sehebat ini.

🐰🐰🐰

Jum'at, 14 Juni 2024

Daphney FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang