DUA PULUH SEMBILAN-DAPHNEY FAMILY

10 4 0
                                    

Dua Puluh Sembilan

Saat mengetahui bahwa Amaya membawa ketiga anaknya pergi dari rumah, Casildo langsung marah. Apalagi Amaya membawa Barbie di tengah-tengah jadwal latihannya.

Kekanak-kanakan. Itu yang dipikirkan Casildo mengenai Amaya. Hubungan mereka memang memiliki sedikit masalah, tetapi tidak seharusnya Amaya bersikap seperti ini, pergi dari rumah dengan membawa anak-anak bukanlah suatu sikap yang dewasa. Seharusnya mereka mendiskusikan masalahnya, bukan malah pergi meninggalkan masalah.

Arusu pun menegur Casildo karena menganggap bahwa putranya tidak bisa mengurus istrinya sendiri.

Casildo sudah meminta anak buahnya untuk mencari tau keberadaan Amaya, ternyata wanita itu pulang ke rumah orang tuanya membuat Casildo merasa sedikit lega, setidaknya Amaya tidak pergi jauh.

Casildo cukup memahami Amaya, wanita itu tidak akan mau menghubunginya lebih dulu, hubungan mereka bisa hancur jika Casillas juga ikut keras kepala, hal itulah yang membuat Casildo menghubungi istrinya meskipun dia merasa cukup jengkel.

Panggilan pertama dan kedua tidak dijawab oleh Amaya dan Casildo masih berusaha untuk sabar. Sepertinya Amaya sengaja ingin menguji kesabaran Casildo.

Panggilan ketiga dan keempat masih sama.

Saat panggilan kelima, barulah Amaya menjawab panggilan tersebut di dering terakhir.

"Pulang," titah Casildo langsung.

"Aku mau pisah," balas Amaya.

Casildo terdiam, tidak menyangka akan mendengar kalimat tersebut dari Amaya, kalimat yang tidak pernah ada dipikirannya sedikitpun.

"Jaga ucapan kamu," tegur Casildo marah.

"Aku serius, aku udah capek sama kamu yang selalu bersikap seenaknya. Aku nggak tau kamu sadar atau tidak, tapi kamu selalu mengambil keputusan tanpa melibatkan aku, seolah pendapat aku itu nggak penting untuk kamu."

Casildo memejamkan mata, emosinya mulai tersulut akibat ucapan Amaya.

"Pulang dan kita selesaikan," titah Casildo dengan nada geram.

"Aku mau ketemu sama kamu untuk bahas perceraian, selain itu aku tidak mau," balas Amaya. Balasan yang semakin membuat Casildo marah.

"Aku tidak akan menceraikan kamu." Nafas Casildo memburu, rumah tangganya tidak akan dia biarkan hancur, Amaya tetap akan menjadi istrinya dan anak-anak mereka akan tetap mendapatkan keluarga yang utuh.

"Kamu egois."

Casildo meradang mendengar desisan Amaya. "Kamu bilang aku egois? Kamu yang sebenarnya egois! Pergi dari rumah dan bawa anak-anak, sekarang malah minta pisah. Kamu kekanak-kanakan Amaya!"

Di seberang sana, Amaya menahan tangisannya karena ucapan Casildo menohok perasaannya. Namun dia tidak akan mengubah keputusannya, Amaya merasa bahwa dia berhak untuk mengambil keputusan ini.

"Aku bersikap kekanak-kanakan juga karena kamu, kalau kamu bisa lebih menjaga sikap, aku nggak akan pergi."

"Yaampun, Amaya. Aku sudah minta maaf karena memarahi kamu tentang Helcia yang pergi, kenapa kamu permasalahkan lagi?"

Casildo tidak habis pikir dengan jalan pikiran Amaya, pria itu mengakui bahwa dia melakukan kesalahan dengan memarahi Amaya untuk hal yang tidak dia lakukan. Namun dia juga sudah meminta maaf, kenapa Amaya kembali mengungkitnya?

"Bukan cuma tentang itu." Casildo mendengar hembusan napas Amaya yang terlalu kuat, wanita itu pasti juga merasa marah sekarang. "Kamu juga marahin aku karena sibuk dengan urusan persiapan pertunangan adik kamu."

Alasan apa itu? Casildo menegur Amaya karena istrinya itu kurang memiliki waktu untuk anak-anak mereka. Bagi Casildo, anak-anak lebih penting daripada urusan persiapan pertunangan itu, persiapan tersebut bisa dilakukan oleh orang lain, sedangkan anak-anak mereka membutuhkan Amaya dan itu sama sekali tidak bisa digantikan oleh siapapun.

"Aku cuma tidak mau kamu terlalu sibuk sampai lupa dengan anak-anak," kata Casildo dengan nada lelah, tidak menyangka mereka akan kembali membahas topik ini.

"Cuma beberapa hari, supaya mama bisa menganggap aku pantas untuk kamu. Bukannya mendukung aku, kamu malah marah-marah. Aku sama sekali tidak suka dengan sikap kamu."

Casildo tau apa alasan Amaya melakukan itu, tetapi tetap saja, apapun alasannya, anak-anak mereka jauh lebih penting.

"Dengar Amaya, alasan kamu itu sama sekali tidak masuk akal untuk keputusan bercerai. Jadi, lebih baik kamu pulang dan lupakan semuanya, aku akan menganggap Pertengkaran ini tidak pernah terjadi."

"Bukan cuma itu alasan aku, Cas," lirih Amaya. Wanita itu sadar bahwa alasan-alasan yang tadi diucapkannya tidaklah bisa dibenarkan begitu saja. Itu hanyalah kejadian sepele yang jika dipikirkan lagi, tidak bisa menjadi alasan untuk bercerai.

Namun bukan hanya itu, Amaya tidak setuju dengan kegiatan Barbie yang terlalu banyak. Casildo dan Arusu selalu mengambil keputusan tanpa bertanya mengenai pendapatnya, Amaya merasa posisinya sebagai ibu dari anak-anaknya tidak mereka pedulikan. Jika mereka mau, maka akan mereka lakukan, tidak peduli Amaya setuju atau tidak.

Meskipun Amaya tau kalau Casildo dan Arusu tetap menyemangati Barbie dan tidak menekan secara terang-terangan, tetapi melihat anaknya yang masih kecil sudah harus mengikuti banyak kegiatan, Amaya tetap merasa tidak setuju. Boleh saja Barbie mengikuti kelas, tetapi jangan terlalu banyak, jangan setiap hari Barbie harus berkutat dengan kelas-kelas yang bahkan dia sendiri belum terlalu paham apa fungsinya.

Sekarang, bukan hanya Barbie, Hela pun sudah mengikuti beberapa kelas, Amaya yakin Hela akan menjadi seperti Barbie, dan tidak lama kemudian Saschya akan menyusul. Melihat Barbie yang sibuk saja Amaya merasa tidak kuat, apalagi harus menyaksikan ketiga anaknya yang sibuk dengan kelas-kelas itu, belum lagi mereka akan masuk sekolah yang sudah pasti akan menambah jadwal.

"Apa lagi alasan kamu?" Pertanyaan Casildo membuyarkan lamunan Amaya.

"Aku tidak suka dengan kelas-kelas yang Barbie ikuti," jawab Amaya. "Itu terlalu banyak, aku yakin kalian juga akan membuat Hela dan Saschya menjadi seperti Barbie."

"Oh, come on, kamu masih bahas itu? Kita sudah pernah bahas ini sebelumnya, dan kamu setuju."

Memang mereka pernah membahas hal ini, bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali. Namun akhirnya selalu sama, Amaya terpaksa menyetujui ucapan Casildo. Pria itu selalu memiliki alasan yang dia benarkan, dan Amaya tidak diberikan kesempatan untuk melawan. Sekalipun.

Sekarang tidak lagi, meskipun nantinya Amaya dan ketiga anaknya akan hidup sederhana, tetapi Amaya akan berusaha membuat anak-anaknya menikmati masa kecil mereka. Bermain dengan teman-teman sebaya dan tidak terikat dengan aturan-aturan keluarga Daphney.

"Aku bukan setuju," balas Amaya. "Tapi terpaksa setuju."

"Kamu jangan cari-cari alasan supaya kita bertengkar, ka--"

Amaya memutuskan panggilan itu secara sepihak, Casildo mengumpat lalu meletakkan handphonenya di atas nakas dengan kasar.

Kali ini Amaya sangat keras kepala. Casildo tidak bisa membujuknya, hal seperti ini tidak pernah Casildo prediksi. Amaya yang melawannya, Casildo pikir tidak akan pernah terjadi.

Namun Casildo tidak akan melepaskan Amaya dan anak-anak mereka, jika Amaya keras kepala, maka Casildo bisa lebih dari itu. Perpisahan itu tidak akan pernah terjadi.

🐰🐰🐰

Rabu, 14 Agustus 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Daphney FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang