(16)

58 9 7
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Malam hari kemudian

Suasana tenang dan sejuk menghiasi udara. Sinar matahari yang berubah menjadi sinar malam dapat masuk ke dalam kamar ini. Mimpi yang suram dan mengerikan membuatku terbangun dengan penuh kekesalan.

"Mimpi sialan ...." Ketusku dalam keadaan duduk di atas ranjang.

Tidak terasa keringat bercucuran ditubuhku, membasahi diriku. Perlahan membuang napas dengan kasar untuk sedikit mengeluarkan beban pikiran, tidurku lagi-lagi tentang mimpi yang suram dan mengerikan. Persetan dunia ini.

Keadaan kamar sedang gelap dan hanya ditemani oleh sinar bulan saja, merasa akan kehadiran seseorang, hingga perlahan dugaan ku menjadi kenyataan.

"Bisakah kita berbicara?" tanyanya istriku tiba-tiba.

"Astaga, kamu mengejutkan saya saja," ketusku padanya.

"Maafkan aku, sedaritadi aku menunggumu untuk bangun," jelasnya sembari duduk di atas ranjang.

"Apa yang ingin kamu bicarakan, Seven?" ucapku langsung ke intinya.

"Apa kamu tahu tentang cincin ini? ... Aku merasa cincin ini tampak berbeda dari cincin yang lain," tanyanya memandangi cincin di jari manisnya.

"Apa kamu tidak suka cincin pemberian saya sebagai cincin pernikahan kita?" ketusku bertanya.

"Bukan seperti itu, terkadang cincin ini dapat berubah warna saja," ucapnya mencoba menjelaskan.

"Awal cincin ini berwarna merah, lalu ke jingga dan sekarang putih," lanjutnya padaku.

"Apa kamu tahu sejarah di balik cincin ini?" Tanyanya sekali lagi padaku.

Pertanyaannya begitu mudah untuk diucapkan, namun sangat sulit untuk dijawab. Aku bahkan tidak paham dengan cincin ini, ayah ibu tidak pernah menceritakan cincin ini sebelumnya kepadaku.

Sebelum menjawab, aku mencoba menenangkan diri dan sedikit melupakan mimpi suram tadi. Perlahan melirik kepadanya dan mencoba untuk menjawabnya.

"Saya bahkan tidak paham dan tahu jelas tentang cincin ini, hanya saja cincin ini mahal dan langka," jawabku kepadanya.

"Aku tidak mempermasalahkan mahal atau langka nya cincin ini, Leo," ucapnya dengan nada serius.

"Apa kamu mencoba menyembunyikan sesuatu dari ku? ... Jika bisa, ceritakan saja sedikit tentang cincin ini." Lirihnya padaku meminta penjelasan.

Mendengarnya meminta penjelasan semakin membuatku tidak karuan untuk berpikir seperti apa, lagipula aku juga tidak tahu pasti.

Namun, hanya satu saja yang aku tahu tentang cincin ini, yakni pemberian terakhir dari ibu.

Teringat dengan kotak kuno itu dan kenangan masa lalu, mungkin bisa menjadi penjelasan yang terbaik untuknya.

"Yang saya ketahui hanyalah cincin ini peninggalan dari orang tua saya," ucapku kepadanya.

"Maaf, apakah orang tuamu pernah menceritakan sejarah cincin ini?" pelan ia bertanya.

"Orang tua saya bahkan menyembunyikan hal ini juga, mereka bahkan tidak pernah menceritakannya," jelasku kepadanya.

"Lalu, bagaimana buyutmu? ... Buyut dari ayahmu ataupun ibumu?" Pertanyaannya benar-benar membuatku terdiam sejenak.

Membeku di tempat, terkejut dalam diam, pikiran ku seketika liar dan kacau. Tidak ada yang bisa diucapkan, mulutku terasa kaku dan penglihatan ku terasa buram. Benar-benar sialan jika harus mengingat buyut ku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Paksaan berujung MencintaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang