bab 2

1.1K 91 1
                                    

Happy reading . . .

Beberapa siswa berlarian menuju kantin setelah bell istirahat berbunyi. Daisy—sipemilik mata bulat itu juga sama halnya, bedanya ia terlihat manis saat tersenyum tatkala salah satu temannya menggoda karena kedekatannya dengan Orion. Semua penduduk SMA Merpati juga tahu kalau Orion diam-diam menaruh hati pada Daisy.

"Ish, jangan diledekin terus. Entar kalau Orion dengar gak enak loh." Daisy berujar meski dalam hati ia merasa sangat senang ketika teman-temannya atau siapapun mengatakan kalau ia dan Orion sangat cocok.

"Dienakin ajalah, Sy. Lagian keknya Orion juga suka sama lo," kata salah satu teman Daisy—Vania.

"Bener, Sy. Kalau gue jadi lo, terobos ajalah. Toh Orion juga gak pernah risih deket-deket sama lo, malahan yang gue liat kalian itu sama suka cuman gengsi aja, iyah gak, Van?"

Diandra—gadis berkacamata itu sangat mendukung temannya untuk menjadi kekasih seorang Orion. Selain karena Orion adalah salah satu siswa terbaik di SMA Merpati, ia juga memiliki sahabat yang tak kalah tampannya.

Mungkin itulah alasan Diandra sangat mendukung hubungan keduanya. Kapan lagi coba bisa dekat dengan orang-orang tampan.

Suasana yang tadinya adem ayem tiba-tiba terasa ramai karena kedatangan Daisy bersamaan dengan Hellea atau lebih tepatnya Amora.

Dimata Siswa SMA Merpati antara Daisy dan Amora keduanya adalah musuh. Dilihat dari cara Amora melihat Daisy sudah bisa menjelaskan kalau keduanya memiliki hubungan yang kurang baik.

Tentu saja karena Amora sangat tidak menyukai sosok Daisy yang terlalu berlebihan dalam segala hal. Terlalu menipu dengan tampang manis miliknya, katakan saja kalau Amora iri karena itu adalah kenyataan.

Kedekatannya dengan Orion membuat siapapun tidak suka kecuali mereka penggemar Daisy garis keras.

"Hay, Mora!" sapa Daisy ketika sadar kalau sedari tadi ada Amora disampingnya.

Sekedar melirik sebentar Amora berjalan tanpa memperdulikan tatapan tak suka yang ditujukan oleh teman Daisy.

"Paan, sih. Gak usah kayak tadi, Sy, orang sombong kek dia gak pantes dapet sapaan dari lo." Vania sangat kesal apalagi ia sempat melihat tampang datar Amora.

"Nah, bener Sy. Jangan terlalu baik, dia ajak enggak suka sama lo." Diandra ikut bersuara.

Hellea yang kini menempati tubuh Amora Ginata menulikan telinganya sembari memasang wajah datar khas. Ia tidak peduli sekitar, ia tidak mengenal mereka lalu kenapa ia harus repot-repot mendengar kebencian mereka.

Lagian di novel Amora diceritakan memang sedikit membatasi diri dari orang-orang yang ingin mendekat. Dan Hellea cukup menyukainya sebab tidak usah repot untuk menjauh dari orang-orang.

Sayangnya ketenangan Amora menikmati minuman dinginnya harus berakhir karena kedatangan Daisy dan kedua temannya. Mata bulat, hidung mancung dan bibir tipis, jelas kalau Daisy terlihat sangat cantik dan menggemaskan.

Diam-diam Amora jadi teringat pada Rula, sosok yang mengantarkannya pada dunia asing.

"Kita gabung, yah." Daisy tersenyum meski tak mendapat respon dari sosok Amora.

Kedua teman Daisy memilih duduk tanpa memperdulikan Amora. Mereka menikmati bakso dan juga teh dingin tanpa niat mengajak Amora sekedar basa-basi seperti apa yang dilakukan Daisy.

"Mora, gue ada salah sama lo? Soalnya lo kayak gak suka banget atau bahkan lo benci sama gue?"

Amora menautkan kedua alisnya seakan bertanya 'hah?' hal itu sontak membuat Amora menunduk sebentar sebelum akhirnya kembali melanjutkan ucapannya.

"Apa karena gue dekat sama Orion? Lo gak suka, yah?" untuk pertama kalinya Daisy memberanikan diri menanyakan hal yang sedari dulu mengganggu kepalanya.

Amora masih diam tanpa menunjukan reaksi apapun. Lain halnya dengan kedua teman Daisy. Vania tentu saja tidak suka kalau Daisy membawa nama Orion, baginya tidak ada yang boleh marah perihal Daisy dan Orion.

Begitupun dengan Diandra, gadis itu sudah siap jika Amora akan mengamuk dan menyakiti Daisy.

"Mora, jadi lo beneran marah karena kedekatan gue sama Orion? Gue minta maaf, tapi gue sama Orion gak ada hubungan apa-apa kecuali kita itu tem—"

"Apa gue keliatan peduli?"

Amora memutar bola matanya malas, pertama kali bertemu dengan pemeran protagonis ternyata semenyebalkan itu, terlalu menye-menye. Kenapa Daisy tidak langsung pada intinya saja sih?

'Gue suka Orion, Mora. Lo harus tahu itu. Apa susahnya ngomong gitu, sih.' - batin Amora kesal.

"Tapi lo selalu gak suka kalau liat gue sama Orion, Mora."

"Sok tahu lo!"

"Semua orang-orang juga tahu kalau lo suka sama Orion, Mora. Dan mereka juga tahu kalau lo gak suka atau bahkan benci gue karena Orion lebih milih gue dibanding lo."

Good!

Lama-lama Daisy tak ada bedanya dengan Rula. Berisik dan sok tahu. Lagian apa pedulinya Amora sama orang-orang sekalipun seluruh dunia tahu Amora sangat-sangat tidak peduli. Memangnya Orion itu siapa baginya?

"Berisik lo." Suara berat milik Amora membuat Daisy dan seluruh penghuni kantin tercengang tak percaya. Hanya seperti itukah respon Amora? Padahal Daisy hampir meledak setelah mengeluarkan unek-uneknya.

"Sok cantik lo, Daisy ngomong baik-baik dan respon lo malah kayak gitu. Pantesan mereka pada ngomongin lo, ternyata lo aslinya kek gini." Vania tersenyum remeh saat mengucapkan kalimat menohok itu pada Amora. Ia merasa sangat berani telah  mengatakannya mengingat siapa Amora.

"Kalau gue sih, malu yah. Orion lebih milih Daisy dibanding lo, secara lo kan pengagum Orion dari dulu," timpal Diandra.

Suasana kantin semakin hening. Mereka menajamkan pendengaran agar tidak terlewat sedikitpun drama yang sedang mereka saksikan sekarang. Beberapa para siswa mulai merekam seakan tidak akan membiarkannya berlalu begitu saja.

Amora masih dengan wajah datarnya berusaha menahan diri. Hingga bibirnya tertarik membentuk senyum kecil tak terbaca.

"Dibanding gue, keknya teman lo yang harus punya malu. Punya tampang manis tapi aslinya asem. Hahahah!"

Tawa Amora memenuhi kantin. Seharusnya tawa itu terdengar lucu, tetapi bagi Daisy sama sekali tidak. Ucapan Amora barangkali terdengar biasa saja di telinga orang lain tetapi ditelinga Daisy sendiri itu adalah sebuah sindiran halus.

"Heh, mulut lo bisa diam gak!" Vania maju selangkah dengan tatapan tajam miliknya.

"Daisy jauh lebih baik dari lo, lo pikir lo sesempurna itu, heh! Lo gak ada apa-apanya dibanding Daisy. Buktinya Orion lebih milih Daisy dibanding lo!" Lanjut Vania berapi-api.

Daisy memilih bungkam dalam pelukan Diandra. Seluruh penghuni kantin mulai berbisik, mengiyakan apa yang baru saja dikatakan oleh Vania. Sedangkan Amora mulai bosan dengan drama kali ini.

"Lo yakin kalau teman lo itu lebih baik dari gue? Gimana kalau ternyata dia itu suka main da—"

"Ini kenapa pada ngumpul woy?"

Beruntunglah Orion dan teman-temannya datang diwaktu yang tepat. Setidaknya Amora tidak harus kehilangan energinya menghadapi mereka yang kurang kasih sayang.

"Gue suka gaya lo, manis-manis menghanyutkan."

Amora berlalu setelah mengatakan satu kalimat yang berhasil membuat Daisy membeku. Tatapan Daisy mengikuti langkah Amora hingga gadis itu menghilang dibalik pintu. Terlalu tiba-tiba, semua yang keluar dari mulut Amora terlalu mendadak bagi Daisy.

"Sy, lo kenapa? Muka lo pucat. Lo sakit?"

B E R S A M B U N G . . .

Tinggal jejak, manteman.
.

.

.

.
Bye!

 
  

The Antagonit's GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang