Happy reading. . .
Tak ada yang paling membahagiakan bagi Amora kecuali apa yang baru saja Sebastian kabarkan tadi. Seharusnya Sebastian tidak terburu-buru mengambil keputusan—menerima Amora sebagai bagian dari Grausam dan sepertinya itu bukanlah keputusan yang benar.
"Bas, lo yakin gue bisa kesini kapan aja?" tanya Amora. Ada tatapan menggelitik yang Amora rasakan dari Sebastian.
"Yakin. Sekarang lo bagian dari kita, Amor." Sebastian tersenyum.
"Amor?"
"Iyah, Amor. Lo keberatan gue manggilnya gitu?"
Amora menggeleng pelan sembari tersenyum kecil. Sedangkan Sebastian terus melemparkan tatapan yang sulit diartikan.
Dari sudut ruangan ada sosok Caesar yang diam dengan wajah datar seperti biasa. Sampai sekarang pria itu belum bisa atau bahkan tidak akan pernah bisa menerima kehadiran Amora di Grausam. Amora terlalu asing dan . . . mencurigakan bagi Caesar.
"Mau sampai kapan lo liatin gue kayak gitu?"
Suara rendah milik Amora mengagetkan Caesar. Pria itu dengan cepat kembali mengubah ekspresi wajahnya seperti semula. Hal yang pertama Caesar lihat dari Amora dari jarak sedekat ini adalah—cantik.
Bulu mata lentik dan. . . Bibir tipisnya terlihat sedikit merah. Ah, cepat Caesar menggelengkan kepalanya.
"Gue tau, diantara semua yang ada disini lo adalah orang pertama yang gak suka sama gue. Gak usah ngelak, mata lo udah jelasin semuanya," kata Amora sembari menepuk bahu Caesar pelan.
"Berisik!"
Tatapan tajam Caesar tak membuat Amora takut sedikitpun. Sebaliknya, Amora malah semakin mendekatkan diri pada pria itu. Untuk beberapa detik lamanya tatapan keduanya bertemu dan terkunci satu sama lain.
"Lo manis juga kalau lagi marah," bisik Amora.
"Lo mau main-main sama gue, hmm?"
"Boleh. Kalau lo gak keberatan."
Amora memberi senyum terbaiknya pada Caesar sebelum akhirnya menyusul Sebastian kedepan. Beberapa pasang mata menyaksikan keduanya namun memilih diam tak berkomentar sama sekali.
Bukan tak ingin tapi lebih ke—takut, tatapan Caesar selalu membuat mereka mengurungkan niat untuk bertanya.
'Gue gak akan biarin lo hancurin rencana gue, sialan.' -batin Amora.
.....
Entah harus bagaimana lagi Daisy akan menolak tawaran Brivan untuk pulang bersama. Bagi Daisy, sosok Brivan itu sangat menakutkan apalagi setelah kejadian dimana ia memukul Amora habis-habisan.
"Serius, gue bisa pulang sendiri kok."
"Bareng gue aja. Gak nerima penolakan."
Dengan ragu Daisy terpaksa mengangguk dan segera menaiki motor besar milik Brivan. Bukan tak tahu kalau Brivan menyimpan perasaan padanya, Daisy hanya tidak ingin dicap sebagai cewek murahan atau apapun itu.
Lagian Daisy juga tidak bisa menerima perasaan Brivan padanya. Sudah ada seseorang yang menempati hatinya sejak lama. Orion—dialah orangnya. Dia pemenangnya.
"Sy, Daisy!"
"E-eh, iyah, kenapa?"
"Lo ngelamun lagi, hmm?"
Daisy tampak salah tingkah saat Brivan menyentuh puncak kepalanya dengan tatapan penuh cinta. Entahlah, meski asing dengan tatapan barusan tapi Daisy menyukainya. Sebab, tatapan itu tidak pernah ia dapatkan dari Orion.
"E-enggak kok, hehe." Daisy tersenyum guna menyembunyikan rasa gugupnya. Entahlah, Daisy merasa kalau debaran jantungnya mulai tak bisa dikendalikan.
"Lo sakit? Muka lo merah." Brivan menautkan kedua alisnya bingung. Perubahan gadis didepannya begitu cepat. Dan Brivan sedikit kesulitan untuk mengerti.
"Lo mau mau mampir dulu?" tanya Daisy mengalihkan pembicaraan Brivan.
"Emang boleh?" tanya Brivan balik.
"Yah, bolehlah."
Brivan terkekeh sembari menatap lurus pada bangunan yang lumayan mewah. Entah mengapa perasaannya pada Daisy semakin menggila padahal Daisy hanya menawarkan mampir sebentar.
"Gue pikir yang boleh mampir dirumah lo cuman Orion. Ternyata gue juga bisa. Kalau masuk kehati lo kira-kira bisa gak?"
Mata bulat Daisy terlihat begitu menggemaskan dimata Brivan. Tatapan terkejut dan tak percaya menjadi satu. Terlihat lucu, Daisy adalah sosok yang sempurna dimata Brivan. Sangat sempurna.
"L-lo ngomong apa sih?"
"Gue serius, Sy. Lo juga taukan kalau selama ini gue suka sama lo. Gue pikir lo juga gak sebodoh itu, gue suka sama lo, Sy. Suka banget malah."
Siapapun tolong Daisy, debaran jantungnya semakin menggila setelah pernyataan cinta dari Brivan meski tak ada romantis-romantisnya. Wajah Daisy memerah layaknya kepiting rebus dan itu membuat Brivan semakin jatuh cinta padanya.
"Lucu, lo makin lucu kalau pipi lo merah, Sy."
"Gue masuk dulu!"
"Lo bahkan belum jawab pernyataan cinta gue, Sy!"
Brivan tertawa kecil membayangkan wajah Daisy yang semakin memerah. Sungguh debaran jantung Brivan semakin menggila padahal Daisy tidak melakukan apa-apa padanya.
Entah kapan yang pasti Brivan percaya kalau kelak Daisy akan menjadi miliknya. Pasti.
"Lo milik gue!"
BERSAMBUNG. . .
Typo bertebaran! Maaf baru up lagi. Biasalah idenya tiba-tiba ngilang wkwkw.
..
.
Ahad, 18 Agustus 2024
Bye!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonit's Game
Teen FictionHellea ataupun Amora memiliki cerita yang hampir sama. Hanya saja dunia Amora jauh lebih gelap dari Hellea. Sayangnya Hellea harus menerima kenyataan kalau dirinya malah terjebak pada tubuh Amora-sang Antagonis dalam novel 'Sweet Daisy' Semua oran...