Bab-13

363 37 1
                                    

Happy Reading. . .

Semakin hari hubungan Sebastian dan Amora terlihat makin lengket. Dibeberapa kesempatan keduanya bertemu di markas atau bahkan diluar untuk sekedar menghabiskan waktu bersama.

Amora sendiri tidak merasa keberatan akan hal itu. Rasa-rasanya Amora bisa memanfaatkan apa yang sedang terjadi sekarang.

"Bas, lo gak mau satu sekolah sama gue aja, gitu?"

"Kenapa lo nanya gitu?"

"Yah, biar kita bisa ketemu kapan aja sih. Lagian dengan kita satu sekolah gak akan susah lagi kan."

Amora menyandarkan punggungnya pada sofa. Pertemuan kali ini Amora akan membujuk Sebastian. Entah itu akan berhasil atau tidak Amora akan berusaha dulu.

Lain halnya dengan Sebastian. Ia merasa sangat senang ketika Amora terang-terangan memintanya untuk satu sekolah. Dengan alasan agar pertemuan mereka akan lebih mudah. Bisakah Sebastian percaya diri lebih? Kalau sepertinya Amora memiliki perasaan cinta untuknya.

Bisa, kan?

"Lo kenapa senyum-senyum, Bas? Gak gila kan lo?"

"Lo mikir gitu?" tanya Sebastian balik.

"Hem. Aneh, lo lagi senang apa gimana sih?"

"Oke. Gue bakal pindah ke SMA Merpati demi lo."

"Demi gue?" tanya Amora memastikan.

Hanya anggukan kecil yang Amora dapatkan. Oh, jangan lupakan senyum manis ala Sebastian yang membuat bulu kuduk Amora merinding.

Sebastian sinting!

Dari sudut yang berbeda sosok yang sedari hanya menjadi penonton akan dua sejoli itu tampak mengeraskan rahangnya. Tangannya terkepal dengan perasaan marah tak terima. Caesar awalnya tak ingin peduli apapun yang akan Sebastian ataupun Amora lakukan.

Selama itu tidak mengusik ketenangan Grausam, Caesar akan tetap diam. Meski rasa kesal dan marahnya pada Amora sangat besar.

Akan tetapi kali ini Amora kembali mematik amarah itu hingga kian membesar. Bagaimana bisa cewek sialan itu meminta Sebastian untuk pindah sekolah.

"Gue bakal kasih lo perhitungan Amora Ginata!"

.....

"Gue pikir lo becanda, Bas."

Amora melipat tangannya depan dada sembari bersandar pada dinding kelas. Didepannya ada Sebastian dengan penampilan rapi. Beberapa pasang mata terang-terangan memperhatikan keduanya dengan rasa penasaran.

"Gue udah bilang, Mor. Lo seneng kan?"

"Yah, gue seneng."

Sebastian tersenyum, tangannya terangkat mengelus puncak rambut Amora. Beberapa siswa yang baru berdatangan nampak terkejut dengan apa yang mereka lihat.

"Heh, lo buat kita jadi perhatian bego!"

"Bodoh."

Amora memutar bola matanya malas. Beranjak menuju kantin tanpa memperdulikan Sebastian yang berusaha menyamai langkanya. Amora pikir Sebastian tipe cowok yang cukup berani. Mengingat ia adalah siswa baru di SMA Merpati harusnya cowok itu menjaga image-nya.

"Amora!"

"Lo gak dengerin gue, lo tetap temanan sama dia?"

Daisy menghentikan langkah Amora yang sebentar lagi akan memasuki kantin. Tidak ingin peduli Amora hanya melirik sebentar lalu kembali melanjutkan langkahnya meski pada akhirnya Daisy kembali berhasil menghentikannya.

"Minggir." Amora menatap datar Daisy.

"Gak, kita harus bicara Amora."

Daisy berusaha menarik tangan Amora tanpa izin. Awalnya Amora tidak ingin peduli kenyataanya Daisy semakin berani.

"Lo pikir kita sedekat itu, heh? Lo siapa?"

"G-gue b-bukan siapa-siapa lo, t-tapi gue mau bicara. Gak lama, gue janji."

"Sayangnya gue gak mau. Minggir!"

Tanpa memperdulikan Daisy, Amora dengan tatapan tajamnya memasuki kantin. Amora tahu kalau sedari tadi beberapa penghuni kantin memperhatikan ia dan Daisy. Siapa lagi kalau bukan Orion dkk tapi siapa yang peduli?

"Amora!!"

"Kita harus bicara!"

Sepertinya Daisy tidak akan menyerah begitu saja. Buktinya gadis bermata bulat itu dengan beraninya menarik tangan Amora. Beberapa penghuni kantin mulai tertarik melihat keduanya berharap akan drama terbaru.

"Lo tuli, heh?"

"Gue mohon, kita bicara sebentar. Janji!"

"Jangan sampai gue main kasar. Mending lo pergi sebelum gue berubah pikiran, Daisy!"

"Please, Amora. Kita harus bicara." Mohon Daisy.

"Sialan."

Amora tetaplah Amora. Sama sekali ia tidak akan menuruti Daisy sekalipun gadis bermata bulat itu menangis dan bersujud padanya. Disampingnya Sebastian hanya bisa menaikan alisnya bingung dengan perubahan mood Amora.

"Kenapa?"

"Gapapa."

"Lo yakin? Muka lo kusut gitu." Sebastian tersenyum. Tangan kanannya terangkat merapikan rambut yang menutupi bagian wajah Amora.

Dengan perasaan yang kurang baik rasanya Amora ingin sekali memberi pukulan pada Sebastian. Sangat lancang menyentuh dirinya, ah, ingatkan Amora kalau ia harus bersikap baik sama semuanya selesai.

"Gapapa, Bas."

"Tadi itu siapa? Temen lo?"

"Bukan siapa-siapa."

"Masa? Kalian keliatan deket. Dia mau ngomong sama lo, kenapa nolak?"

Bolehkan Amora mengumpati Sebastian? Mengutuknya sekaligus kalau bisa. Lama-lama mulut Sebastian melebihi cerewetnya cewek. Tidak bisakah cowok dihadapannya diam dan membiarkan Amora menikmati makanannya dengan perasaan yang tenang. Meski pada kenyataannya tidak akan pernah bisa, karena Amora sendiri sedang tidak dalam keadaan baik.

"Berisik lo, Bas. Makan dan jangan bicara lagi."

B E R S A M B U NG . . .

Entah nyambung apa enggk, sumpah ide ceritanya tiba-tiba zonk. Pada awal nulis udah kepikiran gimana endingnya nanti. Eh, sekarang malah bingung. Diusahakan sih, tetap up walau gak sering. Udah, itu aja.

Selasa, 03 September 2024
.
.
.
.
.
Bye!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Antagonit's GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang