Happy Reading . . .
Menikmati pemandangan dari atas gedung sekolah ternyata jauh lebih menyenangkan dari pada harus terjebak dikantin. Amora menutup matanya sembari menikmati hembusan angin yang menerpa wajah cantiknya.
Bohong sekali jika mereka mengatakan kalau Amora tidak ada apa-apanya dibanding Daisy. Buktinya Amora jauh lebih cantik, minusnya Amora memiliki akhlak yang kurang baik seperti Daisy.
Amora sepenuhnya tahu bagaimana alur novelnya akan berakhir. Terlalu klise. Tentu saja Daisy akan berakhir bahagia bersama Orion setelah menolak beberapa hati yang lain. Sedangkan Amora memilih meninggalkan kota tercintanya demi menjaga kewarasannya sendiri.
"Basi, gak sih? Gue mau yang sedikit menantang." Diakhir ucapannya Amora menyeringai puas.
Amora kembali menutup matanya membiarkan rambut pendeknya berantakan oleh angin yang berhembus. Hingga seseorang datang menghalangi cahaya matahari mengenai wajah Amora.
Awalnya Amora tidak ingin peduli. Sungguh.
"Lo selalu merasa tenang setelah membuat orang lain merasa sakit hati dengan ucapan lo. Menurut lo itu adil, gak?"
Mata Amora terbuka seketika setelah mendengar pertanyaan entah dari siapa. Sosok tinggi menjulang kini berada tepat dihadapan Amora. Rambutnya tak kalah berantakan dengan beberapa memar kebiruan di bagian wajahnya, sayang seribu sayang hal itu tak membuat kadar ketampanannya berkurang.
"Kalau gue gak akan pernah tenang sih." Lanjutnya lagi. Mata elang itu menatap penuh pada Amora.
Amora kembali memejamkan matanya tanpa harus menjawab pertanyaan barusan. Dan lagi, Amora terlalu malas.
"Benar kata mereka. Lo terlalu sombong."
Pria dengan alis tebal itu mendekatkan wajahnya pada Amora. Sampai-sampai Amora bisa merasakan hembusan nafas pria itu. Meski dalam hati sangat kesal, Amora berusaha mengendalikan diri dengan memasang wajah datar seperti biasa.
"Mau nambah memar di wajah lo? Gue gak masalah sih. Tapi sorry, hari ini gue lagi gak mood."
Amora tersenyum mengejek, ia tahu kalau memar-memar itu adalah hasil karyanya sendiri. Sosok pria berwajah tampan itu adalah salah satu penggemar Daisy garis keras. Kadang Amora mikir, selain suara lembut dan wajah cantik apalagi yang membuat mereka begitu memuja sosok seorang Daisy.
'Seandainya mereka tahu kalau Daisy itu . . . Ah sudahlah.'
.....
Selama jam pelajaran terkahir berlangsung Daisy tidak benar-benar fokus. Ucapan Amora dikantin tadi berhasil memenuhi otak kecilnya. Vania yang sedari memperhatikan hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan, menyuruh Daisy untuk tidak peduli itu percuma.
Daisy selalu memikirkan hal tidak penting hingga berakhir membuatnya menjadi Pendiam.
"Udahlah, Sy. Lo gak usah mikirin ucapan Amora, lagian dia cuman asal ngomong aja," kata Vania menenangkan.
"Iyah, Van. G-gue gak lagi mikirin ucapan Amora kok."
Bahkan Vania tidak percaya hal itu. Daripada dimarahi guru, Vania memilih mengiyakan saja agar cepat selesai. Lain halnya dengan Diandra, ia begitu fokus memperhatikan guru yang sedang menjelaskan rumus didepan sana. Sesekali matanya melirik kesamping dimana Matteo berada.
"Sampai disini untuk hari ini. Jangan lupa untuk kerjakan tugas yang sudah ibu berikan."
"Baik, Bu!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonit's Game
Teen FictionHellea ataupun Amora memiliki cerita yang hampir sama. Hanya saja dunia Amora jauh lebih gelap dari Hellea. Sayangnya Hellea harus menerima kenyataan kalau dirinya malah terjebak pada tubuh Amora-sang Antagonis dalam novel 'Sweet Daisy' Semua oran...