bab 8

928 78 1
                                    

Happy reading . . .

Tadinya Amora mengira jika keputusannya untuk pergi ke kantin sudah benar. Selain untuk mengisi perut keroncongan miliknya Amora juga berniat memastikan keadaan Brivan dari orang-orang. Setahunya, para siswa SMA Merpati sudah pasti tidak akan lewatkan berita seperti itu. Apalagi Brivan cukup terkenal di sekolahnya.

Sayangnya semua tidak seperti apa yang ia harapkan. Daisy selalu ada dimana dan membuat Amora merasa muak.

"Gue gak tau masalah lo sama Brivan, Mora. Tapi, Brivan sampai babak belur karena lo." Suara Daisy  terdengar serak. Ada tangis yang berusaha ia tahan, tentu saja dirinya sangat marah ketika mengetahui keadaan Brivan.

"Gue tau, Brivan lakuin itu karena gue, kan? Gue minta maaf atau lo mukul gue aja, Mora."

Seketika Amora memutar bola matanya malas mendengar ucapan Daisy. Mengapa sosok didepannya itu memiliki tingkat kepercayaan diri sangat besar. Ia begitu sangat mudah mengatakan kalau Brivan melakukannya karena dirinya.

Sedikit benar memang tetapi Daisy merasa seperti ia adalah satu-satunya cewek di dunia ini. Ayo siapapun tolong ingatkan Daisy kalau ia sangat berlebihan.

"Gue mohon, Mora. Berhenti mukul Brivan, lagian lo itu cewek bukan ketua gangster. Kecuali lo beneran gangster yang hobinya mukulin orang," kata Daisy dipenuhi amarah namun berusaha ditahannya.

Banyak yang membenarkan ucapan Daisy termasuk kedua temannya itu. Selama ini Daisy bukannya tidak peduli pada Brivan melainkan ia hanya tidak ingin memberi harapan pada pria itu.

Daisy sadar kalau Brivan menyukainya sejauh itu. Rela melakukan apa saja agar dirinya aman sentosa dari siapapun yang tidak menyukainya. Namun, hati tak bisa dipaksakan karena Sejauh apapun Brivan berjuang pemenangnya tetaplah Orion.

Begitulah kenyataannya.

"Berhenti sok tahu sama urusan gue, Daisy!" geran Amora. Semakin dibiarkan Daisy semakin menyebalkan. Mentang-mentang seorang protagonis seenaknya saja ikut campur urusan orang lain.

Dan percaya diri sekali dia, seakan dunia ini hanya berpusat padanya seorang. Amora menatap sinis dengan kedua tangan dilipat depan dadanya.

"Lo pikir lo lebih baik dari gue? Ngelawak lo!"

"Gue gak pernah bilang kayak gitu, gue cuman mau kasih lo nasehat buat gak mukul Brivan lagi, Mora. Kita semua teman jadi, gak seharusnya tema saling menyakiti."

Amora terkekeh pelan menanggapi ucapan Daisy. Pantas semua orang menyukainya ternyata selain mata bulat menggemaskan itu Daisy juga punya kata-kata yang manis untuk menarik perhatian orang lain.

Tanpa sadar para penghuni kantin mulai berkerumun guna menyaksikan drama hari ini. Apalagi keduanya sama-sama terkenal seantero SMA Merpati.

"Lo bukan teman gue, Daisy. Sampai kapan itu!"

"T-tapi kita satu sekolah berarti kita adalah tem—"

"Omong kosong, lo bukan siapa-siapa gue, Daisy. Mending lo tutup mulut lo sebelum gue robek."

Daisy tetaplah Daisy, ia tidak akan berhenti sampai disitu untuk menyadarkan Amora. Tekadnya kuat, memberi nasehat pada Amora meski ia tahu barangkali ia salah dalam menyampaikan.

"Lo, gue dan semua yang ada sini kita semua adalah teman, Mora. Lo gak usah merasa sendiri kalau emang lo lagi ada masalah. Mukul orang buat ngelampiasan amarah itu bukan cara yang baik, gue emang gak tau, seberat apa masalah lo sebenarnya tapi—"

"Hahaha."

Tawa Amora memenuhi kantin. Meski begitu tatapan matanya penuh luka tak bisa dijelaskan. Sepandai itu Amora menyembunyikannya dari orang-orang.

The Antagonit's GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang