bab 10

897 68 3
                                    

Happy Reading . . .

Katakanlah dunia sangat tidak adil pada Amora karena itulah kenyataan hidup yang dialaminya. Dunia novel terlihat sangat kejam, ia seperti ingin menyiksa sosok Amora dengan hidup hancur berantakan.

Tidak ada satupun yang bisa dijadikan tempat untuk pulang. Keluarga? Teman? Sahabat? Tidak ada.

Haruskah setiap pemeran antagonis memiliki akhir yang menyedihkan? Kenapa setiap penulis selalu melakukan hal yang sama? Tidakkah mereka berpikir siapapun berhak mendapat kebahagian. Tidak peduli sekalipun ia adalah manusia terburuk didunia.

Amora mendongak memandangi langit sore yang mendung. Rintik hujan jatuh membasahi wajahnya, beberapa lebam kebiruan tampak jelas sekali.

"Bahkan gue lupa kapan terakhir tersenyum."

Perlahan Amora menutup matanya sembari menikmati hembusan angin sore disertai hujan yang mulai deras. Amora menangis dibawah guyuran hujan yang berhasil menyamarkan derasnya air mata.

Beberapa orang melihat Amora tampak bingung. Pasalnya gadis itu sama sekali tak beranjak dari tempatnya untuk berteduh.

"Papa, mama, kalian benar-benar gak pernah mikirin perasaan gue."

"Sialan gue paling benci sisi lemah gue saat ini," lirih Amora. Perasaannya semakin hancur mengingat bagaimana Orion dan teman-temannya mengucapkan kata-kata menyakitkan itu.

Bohong sekali kalau Amora menutup telinga untuk tidak peduli. Nyatanya semua umpatan yang ditujukan padanya layaknya anak panah tepat sasaran. 

Menyakitkan. Menembus sampai ketitik terdalam.

"ARRRGGGGG!!"

"GUE BENCI KALIANN! GUE BENCI PAPA! GUE BENCI MAMA!! LO SEMUA JAHAT!! JAHAT!!"

Untuk remaja seumurannya Amora rasa beban yang ia pikul terlalu berat. Pundaknya semakin lemah, kakinya juga seperti tak lagi bisa. Hidupnya terlalu berantakan untuk kembali seperti semula.

Tidakkah sang penulis berbaik hati sedikit saja? Memberi kebahagian untuk Amora yang asli ataupun yang sekarang. Sedikit saja, sekarang Amora memohon itu.

.....

Ternyata hari ini Amora benar-benar mengalami hari yang sial. Setelah ia memutuskan untuk pulang kerumah atau lebih tempatnya neraka itu harus kembali menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya.

Kali ini Bram semakin marah saat Sarah terang-terangan membawah selingkuhannya. Entah apa yang wanita paruh baya itu pikirkan, ia semakin menjadi dan semaunya saja.

"KELUAR!! KELUAR DARI RUMAH SAYA SEKARANG JUGA!!"

Suara Bram semakin meninggi saat tak ada respon dari istrinya. Tatapan mata dan wajah memerah sudah menunjukan kalau Bram sudah berada dibatas kesabarannya sebagai seorang suami.

Kali ini Bram tidak tinggal diam.

"Kau tidak tuli, Sarah! Tinggalkan rumah ini dengan selingkuhanmu itu." Suara berat Adam memenuhi telinga Sarah saat ini.

Sedangkan sosok dengan pakaian rapi berada disamping Sarah hanya diam tanpa mengatakan apa-apa. Untuk beberapa detik Bram dan selingkuhan Sarah saling melempar tatapan tajam yang menusuk.

"Mulai sekarang kau bukan istriku lagi, Sarah. Pergilah, dan jangan pernah kembali atau menampakan wajahmu di hadapanku."

Bram berlalu menuju kamarnya. Hari ini Bram sudah mengambil keputusan yang tidak akan ia sesali seumur hidupnya. Bertahan dengan Sarah akan semakin menyiksa karena perasaan cintanya begitu besar dan tulus.

The Antagonit's GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang