Ella berdiri sejenak di depan pintu ruangan Kelvin sembari menundukkan kepala. Karin menatap gadis cantik itu dari ruang kerja di balik kaca besar.
Karin tersenyum tipis. Dirinya masih penasaran dengan apa yang sudah terjadi di antara Ella dan Kelvin yang tak lain adalah temannya dari bangku SMA. Karin berjalan keluar dari ruangannya. Kakinya yang jenjang membuatnya sangat terlihat seksi dengan betis dan pinggangnya yang proporsional kemudian berhenti tepat di depan Ella gadis mungil yang tidak terlalu tinggi, tapi imut.
"Bagaimana hasilnya? Apakah berhasil?" Karin bertanya pada Ella sembari melipat tangannya di depan dada dengan angkuh, menatapnya penasaran lantaran baru kali ini Kelvin memperlakukan gadis lain dengan spesial di mata Kiran. Satu ruangan saat interview.
Gadis cantik itu mendongak menatap wajah Kiran dengan tersenyum tipis lalu menggelengkan kepala.
"Permisi, saya mau pulang," ujar Ella lalu berjalan melewati Karin dari samping.
"Oke," sahut Karin datar.
Ella berjalan pelan meninggalkan perusahaan. Kakinya terasa lemas sampai lututnya seakan lepas dari posisinya. Sedangkan Karin hanya menatap punggung Ella dengan senyum tipisnya yang terlihat sinis.
Setelah sampai di depan. Ella memandang gedung yang menjulang tinggi di depannya sambil mendongak ke atas. Gadis cantik itu mengangkat kedua tangannya ke atas membentuk love dengan senyum lebar sampai terlihat lesung pipinya.Tidak hanya itu saja Ella juga memberi kiss bye menghadap ke atas dan mungkin saja Kelvin mengamatinya dari ruangannya sembari melihat ke bawah.
***
"Gadis aneh," ucap Kelvin. Ya, ternyata pria itu memperhatikan Ella."Siapa yang aneh, Vin?" Karin tiba-tiba masuk ke dalam ruangan dan menyahut ucapan Kelvin.
Kelvin berbalik badan melihat Karin sudah berdiri menatap nya.
"Bukan siapa-siapa," sambungnya. "Oh ya, ada apa kamu masuk ke sini? Bukannya interviewnya sudah selesai," tanya Kelvin sembari menarik kursi kebesarannya kemudian duduk dan membuka beberapa dokumen di atas meja.
"Aku mau tanya, siapa yang kamu pilih jadi sekretaris?"
"Ella," Kelvin menjawabnya dengan spontan dan tegas.
"What? Kenapa harus dia, bukankah pelamar yang lain jauh lebih tinggi pendidikannya dibanding dengan Ella. Dan juga kamu kenapa menginterviewnya secara pribadi. Apa kalian sebelumnya sudah saling kenal?" cecar Kiran memberondong Kelvin dengan segudang pertanyaan. "Jelaskan padaku Kelvin," gumam Kiran seraya menekan nada bicaranya.
Kelvin menutup dokumen-dokumen itu kasar, lalu menatap Kiran seraya mengendus dingin.
"Bukan urusanmu aku mau menerima siapa jadi sekretarisku. Lagipula kamu tidak berhak menentukan siapa yang pantas menduduki kursi itu," tegas Kelvin.
Kiran tidak menyangka kalau Kelvin akan membela gadis cantik itu. Pasalnya ini pertama kalinya Kelvin memilih sendiri kandidat siapa yang akan diterima lantaran selama ini semuanya di serahkan dan dipercayakan pada Kiran.
Siapa 'sih gadis itu? Jangan-jangan Kelvin menyukainya. Ah ..., aku rasa tidak mungkin, bukan levelnya Kelvin, batin Kiran. "Tapi, tadi aku tanya dia, katanya gagal jadi yang bener siapa?" Kiran bertanya kembali memastikan kebenarannya.
"Itu urusanku," jawab Kelvin datar.
"Baiklah." Kiran 'pun melangkahkan kaki keluar. Dia menutup pintu kasar lantaran kesal dengan jawaban Kelvin yang tidak memuaskannya.
Kelvin hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Karin yang masih tidak berubah sejak mereka berteman.
Sementara Ella yang masih berada di luar gedung masih duduk termenung di taman. Di dalam pikirannya, andai saja waktu bisa diputar kembali yang diinginkan adalah dapat menarik kembali kata-kata umpatan yang dilontarkan pada Kelvin.
Jika tahu dari awal pria itu bos di perusahaan ini. Ella pasti akan memperlakukannya dengan sangat baik. Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin gadis cantik itu mengubah bubur menjadi nasi kembali, seperti melawan alam saja
Ingin rasanya Ella berteriak dan menangis sejadi-jadinya. Akan tetapi, dia hanya bisa menahannya di dalam hati yang terasa sesak seperti tertimpa batu besar.
"Selamat tinggal masa depanku," ucap Ella seraya menoleh kebelakang dan melambaikan tangan. Ella, kamu harus kuat. Kamu pasti bisa menjalani semua ini, gadis cantik itu memonolog dirinya sendiri memberi semangat.
Gadis cantik yang imut itu pun beranjak dari tempat duduknya. Dia melangkahkan kaki dengan mantap dan penuh semangat empat lima. Tidak ada kesialan yang datangnya terus menerus pasti akan ada hari dimana dirinya merasakan kebahagiaan yang diimpikan.
Baru saja melangkahkan kaki beberapa langkah. Kakinya di hentikan oleh suara rengekan anak kecil seraya mengusap air matanya mendongak ke atas.
Tidak tega melihatnya. Ella menghampiri anak perempuan itu yang tengah berdiri di bawah pohon. "Adik kecil, kenapa menangis?" tanya Ella dengan lembut sembari menekuk kedua lututnya agar tingginya sejajar dengan anak itu. "Di mana ibumu? Kenapa kamu sendirian?" Ella bertanya kembali sembari menatap wajah tak berdosa di hadapannya.
"Ibu pergi sebentar mengambil es krim kak," jawabnya dengan suara parau.
"Terus apa yang membuatmu menangis?"
Anak itu menunjuk ke atas memasang wajah memelas membuat Ella mendongak ke atas juga. Sebuah balon berwarna hijau tersangkut di pohon. Tanpa bertanya milik siapa, Ella sudah tahu pemiliknya.
"Biar kakak ambilkan, ya. Kamu jangan menangis lagi, kalau masih nangis nanti cantiknya hilang, loh," pinta Ella sembari berdiri.
Anak perempuan itu pun mengusap pipinya lembut sembari menatap wajah Ella.
"Kakak, tolong ambilkan balonku," Anak itu meminta tolong dengan suara lembut.
"Kakak mau lihat senyum kamu dulu, boleh?"
Anak itu pun menganggukkan kepala dan tersenyum lebar sampai kelihatan giginya yang ompong pada bagian depan.
"Haha ... haha, manis sekali kalau kamu tersenyum. Kakak ambilkan balonnya, ya," ujar Ella sembari menarik kedua pipi anak itu dengan lembut.
Gadis cantik itu kemudian mengulurkan tangannya meraih balon yang tersangkut di pohon, tetapi karena kurang tinggi Ella tidak bisa meraihnya. Dia berusaha kembali dengan memijak bebatuan yang ada di bawah kaki berharap tingginya akan bertambah lalu mencoba meraih ballon itu kembali.
Tubuh mungilnya semakin tampak kelihatan ramping tatkala kemejanya terangkat hingga membentuk lekuk tubuhnya.
"Kakak, hati-hati," ucap anak kecil itu seraya melihat Ella.
Entah sudah berapa lama kelvin berdiri memperhatikan tingkah Ella yang sedari tadi sibuk meraih ballon.
"Iya tenang saja, kakak akan memanjat pohonnya,"jawab Ella. "Kenapa kamu pendek sekali, Ella," ucapnya pelan.
Masih bersambung teman-teman ✍️ yuk tinggalkan jejak vote, follow dan komen yak.
Terimakasih 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE is SWEET ( TERBIT )
Teen Fiction* Follow dulu yuk sebelum membaca * Kesialan menghampiri Ella dengan bertubi-tubi. Sudah putus cinta, malamnya mendapat masalah dengan pria tak di kenal di sebuah klub malam. Dan lebih sialnya lagi. Pria itu adalah atasan barunya dimana Ella mendap...